HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari kuman penyebab penyakit. Sel ini disebut sel CD4. Pengidap HIV menjadi lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya.[1,2]
Pada tahun 2017, sebesar 25% orang tidak menyadari bahwa mereka terserang virus HIV. Oleh karena itu, tes HIV diperlukan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus tersebut. [3]
Tes HIV rutin dilakukan setidaknya setahun sekali bagi orang-orang yang memiliki kondisi sebagai berikut:[4]
Tes HIV juga dianjurkan dengan kondisi seperti:[4]
Harapan hidup seseorang yang terdiagnosis HIV dan memulai pengobatan lebih awal sama dengan mereka yang tidak terinfeksi virus. Oleh karena itu, penting untuk rutin melakukan tes ini.[5]
Tes HIV biasanya dilakukan melalui darah,cairan mulut atau urin. Terdapat 3 jenis tes HIV yaitu:[6]
Tes antibodi HIV dilakukan dengan cara mengambil darah dari vena kemudian mengirimnya ke laboratorium untuk diteliti. Hasil dari tes ini dapat memakan waktu hingga beberapa hari.
Tes antibodi HIV juga dapat dilakukan pada darah yang diambil melalui tusukan jari atau air liur. Tes ini dapat dilakukan di klinik atau dirumah karena lebih cepat dibandingkan dengan mengambil darah dari vena.
Jenis tes ini dapat mendeteksi antibodi dan antigen HIV dalam darah pasien. Pada pasien yang positif HIV, virus akan menghasilkan protein yang disebut p24 sebelum tubuh menghasilkan antibodi.
Untuk melakukan tes ini, darah pasien akan diambil dan dikirim ke laboratorium. Butuh beberapa hari untuk mengetahui hasilnya.
Tes asam nukleat bertujuan untuk mendeteksi virus dalam darah. NAT sangat mahal dan biasanya tidak digunakan sebagai tes skrinning untuk HIV. Tes ini baru dilakukan jika pasien berisiko tinggi terpapar HIV dan memiliki gejala awal infeksi HIV.
Tidak ada persiapan khusus sebelum melakukan tes HIV. Namun, pasien perlu berkonsultasi dengan dokter terkait prosedur, hasil tes, dan jenis pengobatan yang dipilih apabila terdiagnosis HIV.[1]
Secara umum tes HIV dilakukan melalui pengambilan sampel darah pasien. Tes HIV biasanya dilakukan di rumah sakit atau klinik kesehatan.
Tes ini membutuhkan waktu kurang dari 5 menit. Berikut adalah rangkaian prosedur dari tes HIV:[1]
Setelah selesai menjalani rangkaian prosedur, pasien dapat langsung pulang ke rumah. Hasil tes HIV yang dilakukan melalui pengambilan sampel darah pasien baru tersedia setelah beberapa hari. Tes ini dapat mendeteksi infeksi HIV 18 hingga 45 hari setelah terpapar.[7]
Risiko dari melakukan tes HIV sangat kecil. Pasien mungkin akan mengalami sakit dan memar setelah proses pengambilan darah menggunakan jarum. Namun, rasa itu akan menghilang dengan cepat.[1]
Hasil tes HIV dibagi menjadi 2 yaitu:
Negatif
Apabila pasien mendapatkan hasil negatif, bukan berarti pasien bebas dari virus HIV seutuhnya. Hal ini karena mayoritas tes HIV hanya dapat mendeteksi infeksi virus HIV satu sampai tiga bulan setelah terpapar.[7]
Sehingga diperlukan tes lanjutan dalam rentang waktu tertentu setelah pasien melakukan tes HIV untuk yang pertama kali. Jika hasilnya kembali negatif maka dapat dipastikan pasien tidak terinfeksi virus HIV.[7]
Apabila pasien aktif melakukan kegiatan seksual atau menggunakan jarum suntik untuk menyuntikkan narkoba, lakukan tindakan pencegahan dengan menggunakan kondom dan mengonsumsi obat HIV.[7]
Perlu diingat bahwa hasil tes HIV negatif bukan berarti pasangan seksual pasien terbebas dari virus HIV. Hasil tes HIV hanya berlaku bagi seseorang yang melakukan tes tersebut.[7]
Positif
Apabila pasien mendapatkan hasil positif, pasien perlu melakukan tes lanjutan untuk memastikan hasilnya. Jika setelah melakukan tes lanjutan dan hasilnya tetap positif, maka baru dapat dipastikan bahwa pasien terinfeksi virus HIV.[7]
Pasien yang positif HIV akan segera menjalani pengobatan dengan melakukan terapi ART (antiretrovirus). Mekanisme kerja dari terapi ini adalah dengan menurunkan jumlah virus sampai ke titik terendah, menghambat perkembangan virus, dan membantu melindungi sistem kekebalan tubuh.[7]
Hal-hal yang bisa pasien lakukan agar virus HIV tidak mudah berkembang adalah:[8]
Terdiagnosis positif HIV bisa membuat pasien merasa sedih, putus asa, dan marah. Oleh karena itu, pasien dapat melakukan konseling dengan psikolog untuk mengatasi perasaan-perasaan tersebut.
Pasien juga dapat mengikuti support group untuk berbicara, berdiskusi, dan saling membantu dengan sesama penderita HIV.[8]
Secara umum tes HIV sangat akurat. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan tes ini, antara lain yaitu:[6]
Pada HIV ada istilah “window period” yaitu periode waktu antara kemungkinan paparan sampai dengan hasil tes menjadi positif.
Jika pasien dengan HIV diperiksa sebelum “window period” berlalu, hal tersebut dapat menimbulkan hasil negatif palsu. Tes HIV lebih akurat jika dilakukan setelah melewati “window period”.[6]
1. Anonim. 2020. Mediline Plus. HIV Screening Test.
2. Anonim. 2015. Centers of Disease Control Prevention. HIV Infection: Detection, Counseling, and Referral.
3. Luthfia Ayu Azanella dan Bayu Galih. 2018. Kompas. HIV/AIDS dalam Angka: 36,9 Juta Penderita, 25 Persen Tak Menyadarinya.
4. Alana Biggers, M.D., MPH. 2020. Healthline. HIV Test.
5. Julia L. Marcus, Wendy Leyden, Alexandra N. Anderson, Rulin Hechter, Michael A. Horberg, Haihong Hu, Jennifer O. Lam, William J. Towner, Qing Yuan, Michael J. Silverberg. 2020. Increased Overall Life Expectancy but not Comorbidity-free Years For People With HIV
6. Cameron White, MD, MPH, Shane Murphy dan Heather Cruickshank. 2020. Healthline. What You Need to Know About HIV Test Accuracy.
7. Anonim. 2020. Centers of Disease Control Prevention. HIV Basics.
8. Anonim. 2018. National Health Service. HIV and Aids.