Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak Transfusi darah adalah salah satu cara untuk menambahkan darah ke dalam tubuh seseorang. Beberapa indikasi seseorang untuk menerima transfusi darah antara lain, cedera berat atau operasi besar dimana seseorang
Transfusi darah adalah prosedur untuk mengembalikan darah yang hilang akibat sakit atau cedera. Tim medis akan mengalirkan darah melalui tabung karet ke pembuluh darah menggunakan jarum atau tabung tipis.[1,2]
Bergantung pada seberapa banyak darah yang pasien butuhkan, transfusi dapat memakan waktu antara 1 dan 4 jam.[1]
Sel darah merah: membawa oksigen dan membantu membuang kotoran
Sel darah putih: membantu tubuh melawan infeksi
Plasma: bagian cair dari darah yang mengandung protein dan penting bagi kesehatan
Trombosit: membantu pembekuan darah dengan baik
Transfusi darah diperlukan ketika tubuh kekurangan darah untuk berfungsi dengan baik. Misalnya, seseorang mungkin memerlukan transfusi darah jika mengalami cedera parah atau kehilangan darah selama operasi.[2]
Namun ada juga kondisi dan kelainan tertentu yang membutuhkan transfusi darah, di antaranya:[1,2]
Anemia, terjadi ketika seseorang tidak memiliki cukup sel darah merah. Penyakit ini dapat berkembang jika seseorang tidak memiliki cukup zat besi dalam tubuhnya atau dikenal sebagai anemia defisiensi besi.
Hemofilia, kelainan perdarahan dimana darah tidak dapat menggumpal dengan baik.
Kanker, terjadi ketika sel-sel dalam tubuh membelah dan menyebar ke jaringan sekitarnya.
Penyakit sel sabit, kelainan sel darah merah yang mengubah bentuk sel darah merah.
Penyakit ginjal, terjadi ketika ginjal rusak.
Penyakit hati, terjadi ketika hati berhenti berfungsi dengan baik.
Pasien pernah mengalami pendarahan di saluran pencernaan karena maag atau kondisi lain
Jenis Transfusi Darah
Secara umum terdapat empat jenis transfusi darah yaitu:[2]
Transfusi sel darah merah: pasien akan menerima transfusi sel darah merah jika mengalami kehilangan darah, menderita anemia, atau jika memiliki kelainan darah
Transfusi trombosit: penerima transfusi trombosit adalah pasien yang memiliki jumlah trombosit yang lebih rendah, akibat kemoterapi atau kelainan trombosit.
Transfusi plasma: pasien akan menerima transfusi plasma jika mengalami luka bakar yang parah, infeksi, atau gagal hati. Plasma mengandung protein yang penting untuk kesehatan.
Transfusi darah lengkap: pasien dapat menerima transfusi darah lengkap jika mengalami perdarahan traumatis yang parah dan membutuhkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Persiapan Transfusi Darah
Sebelum transfusi, pasien akan menjalani uji darah untuk menentukan golongan darahnya pakah A, B, AB atau O dan apakah darah pasien Rh positif atau Rh negatif. Darah pendonor yang digunakan untuk transfusi harus sesuai dengan golongan darah pasien.[3]
Jika tidak, antibodi dalam darah pasien sendiri akan menyerangnya, dan menyebabkan masalah.[1]
Apabila pasien bergolongan darah O,pasien disebut donor universal. Sekitar 40% orang memiliki golongan darah O, aman mendonorkan darahnya kepada semua golongan darah.[1]
Apabila pasien memiliki golongan darah AB, pasien dapat menerima semua jenis darah dan disebut sebagai penerima universal. Jika pasien memiliki darah Rh-negatif, pasien hanya dapat menerima darah Rh-negatif.[1]
Prosedur Transfusi Darah
Transfusi darah dapat dilakukan di rumah sakit, klinik rawat jalan atau kantor dokter. Prosedur biasanya memakan waktu satu hingga empat jam, tergantung pada bagian darah mana yang pasien terima dan berapa banyak darah yang pasien butuhkan.[3]
Saat prosedur, tim medis akan memasukan selang infus yang mengalirkan darah pendonor ke pembuluh darah pasien. Prosedur ini dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring.[3]
Seorang perawat akan memantau pasien selama prosedur dan mengukur tekanan darah, suhu, dan detak jantung. Segera beritahu perawat jika pasien merasakan:[3]
Setelah selesai selang infus akan dicabut dan bekas luka akan ditutup dengan perban. Pasien dapat dipulangkan kurang 24 jam setelah menerima transfusi darah.[2]
Segera hubungi dokter jika pasien merasakan tidak enak badan, mual, bengkak, sakit kuning, atau ruam yang gatal.[2]
Risiko Transfusi Darah
Secara umum transfusi darah merupakan tindakan medis yang cenderung aman. Namun seperti prosedur lainnya, transfusi darah juga memiliki risiko yang mungkin akan dialami pasien, seperti:[1]
Demam: normal jika pasien mengalami demam 1 sampai 6 jam setelah transfusi, namun jika lebih dari itu pasien harus segera menghubungi dokter
Reaksi alergi seperti gatal-gatal. Reaksi alergi terhadap darah diterima dapat terjadi, meskipun golongan darahnya sesuai
Reaksi hemolitik imun akut seperti demam, menggigil, mual, atau nyeri di dada atau punggung bagian bawah dan urin pasien mungkin juga akan keluar dan berwarna gelap. Reaksi ini terjadi jika sel merah dalam tubuh pasien menyerang sel darah merah dari darah yang diterima (pendonor)
Reaksi anafilaksis, terjadi dalam beberapa menit setelah memulai transfusi dan mungkin mengancam jiwa. Pasien akan mengalami pembengkakan pada wajah dan tenggorokan, sesak napas, serta tekanan darah rendah.
Infeksi yang ditularkan melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan C. Namun, hal ini jarang terjadi karena sebelum transfusi, darah pendonor telah diuji terlebih dahulu.
Penyakit graft-versus-host, ketika sel darah putih dalam darah baru menyerang sumsum tulang
Hemochromatosis (kelebihan zat besi), pasien bisa mendapatkan terlalu banyak zat besi dalam darah, jika melakukan banyak transfusi darah. Hal ini dapat merusak jantung dan hati.
1. Sabrina Felson, MD. Blood Transfusion: What to Know If You Get One. WebMD; 2019.
2. Alana Biggers, M.D., MPH, Aaron Kandola. Blood transfusions: What to know. Medicalnewstoday; 2020.
3. Anonim. Bloon Transfusion. Mayoclinic; 2021.