Yogurt beku adalah produk olahan susu yang enak dan banyak digemari.
Namun jika seseorang menderita diabetes atau kadar gula dalam darah lebih tinggi dari normalnya, pasti akan dipertanyakan tentang seberapa aman mengonsumsi yogurt beku.
Penderita diabetes bahkan umumnya membatasi makan buah tertentu sekalipun kandungan gulanya alami.
Maka yogurt beku pun bisa aman maupun tidak aman bagi kesehatan penderita diabetes.
Kandungan Nutrisi Yogurt Beku
Menurut menurut U.S. Department of Agriculture di dalam secangkir yogurt beku biasa (sekitar 174 gram) dengan varian selain rasa cokelat (karena lebih tinggi kandungan kalorinya) terdapat nutrisi sebagai berikut [1] :
Karena merupakan salah satu bentuk produk olahan susu, maka yogurt beku memiliki kandungan protein walau tidak terlalu besar [2].
Jenis protein yang terkandung di dalam yogurt beku berkualitas tinggi, yakni casein dan whey yang menawarkan asam amino esensial bagi pengonsumsinya [2].
Kandungan lemak pada yogurt beku berasal dari susu, bahan pembuatan utama yogurt beku [2].
Sementara untuk kandungan karbohidrat tergolong tinggi karena kandungan gula pun cukup besar [2,3].
Oleh sebab itu, hal ini menjadi kekhawatiran bagi sebagian penderita diabetes tentang boleh tidaknya mereka mengonsumsi yogurt beku.
Bolehkah penderita diabetes makan yogurt beku?
Boleh, namun dengan porsi kecil dan hanya bisa mengonsumsinya kadang-kadang apabila ingin kadar gula darah tidak melonjak [4].
Para penderita diabetes perlu terus menjaga sekaligus memantau kadar gula darah mereka sehingga asupan gula maupun karbohidrat adalah yang paling perlu dibatasi [4,5].
Menurut American Diabetes Association, segala sumber makanan yang manis hanya boleh dinikmati dalam porsi sedikit saja dan pada saat acara-acara khusus [5].
Yogurt beku tergolong sebagai sumber makanan berindeks glikemik rendah, yang artinya proses pencernaan oleh tubuh berjalan lambat atau perlahan [6].
Terdengar baik dan menyehatkan karena asupan makanan berindeks glikemik rendah tidak akan memicu lonjakan kadar gula darah [7].
Walau sepertinya sehat dan boleh dikonsumsi sering-sering karena aman, tetap saja yogurt beku perlu dikonsumsi jarang-jarang dan tidak terlalu banyak saat sekali menikmatinya [3,4].
Yogurt beku tetap terbuat dari yogurt yang juga masih masuk jenis makanan penutup menyerupai es krim [3].
Meski serupa dengan es krim, yogurt berkalori dan berlemak lebih rendah serta tidak mengandung krim, dan itu saja yang membedakannya [3].
Seperti telah ditunjukkan melalui daftar kandungan nutrisi yogurt beku, ada sekitar 200 kalori di dalam satu cangkirnya [8].
Tidak hanya tinggi lemak, tapi juga bisa bergula tinggi, hal ini berlaku saat memilih yogurt beku rendah atau bebas lemak [3].
Yogurt beku dengan kandungan lemak rendah atau bahkan yang sama sekali bebas lemak memiliki kalori yang lebih rendah sedikit daripada yogurt beku biasa, namun kandungan gulanya berpotensi tetap sama besar dan tidak terlalu berbeda [3].
Per 100 gram yogurt beku biasa dan yogurt beku non-fat (bebas lemak), berikut perbedaan kandungannya [9,10] :
Yogurt Beku Biasa (100 gram)
Yogurt Beku Non-fat / Bebas Lemak (100 gram)
Terlihat bahwa hanya selisih 1 gram saja kandungan gula/karbohidrat antara yogurt beku biasa dan yogurt beku bebas lemak.
Namun, hal tersebut kembali lagi pada masing-masing merk produk yogurt beku yang menggunakan kadar kandungan nutrisi berbeda.
Bagi penderita diabetes yang ingin menikmati yogurt beku, maka perhatian label kemasan sebelum membeli [3].
Yogurt beku bergula rendah dapat dijumpai, namun biasanya pembuatannya menggunakan pemanis buatan non-kalori [3].
Tips Konsumsi Yogurt Beku
Agar para penderita diabetes atau orang-orang dengan risiko diabetes cukup tinggi bisa menikmati yogurt beku, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni :
Kadar gula yang cukup tinggi menjadi alasan utama mengapa para penderita diabetes atau pemilik risiko diabetes membatasi asupan yogurt beku [3,4].
Alih-alih mengonsumsi 1 cangkir yogurt beku, pilih untuk menikmati ½ cangkir saja (yakni setara dengan ukuran bola bisbol) [3].
Lebih dianjurkan lagi untuk mengisi cangkir dengan buah-buahan (yang aman bagi penderita diabetes) lalu menambahkan yogurt sedikit saja di atasnya [3].
Daripada memilih choco chips, remahan biskuit, sirup buah, atau permen sebagai topping yogurt beku, buah segar bisa menjadi topping yang lebih sehat [3].
Atau, konsultasikan dengan dokter mengenai buah apa saja yang boleh dikonsumsi, lalu konsumsilah bersama dengan yogurt [3].
Opsi lainnya yang memiliki kadar gula rendah dan tetap bisa dinikmati sebagai topping yogurt beku adalah kacang-kacangan atau coklat hitam (dark chocolate) [11].
Jauh lebih direkomendasikan untuk membuat sendiri yogurt beku di rumah agar kandungan di dalamnya lebih terkendali [3].
Dengan membuat sendiri, yogurt beku bisa dibuat rendah kalori, rendah lemak maupun rendah gula dengan topping sehat yang cocok bagi penderita diabetes [3].
Meski bisa membuat yogurt beku sendiri di rumah atau menemukan yogurt rendah gula dan lemak, tetap hindari konsumsi berlebihan dan terlalu sering untuk mengontrol gula darah.
1. U.S. Department of Agriculture. FoodData Central. Frozen yogurts, flavors other than chocolate. U.S. Department of Agriculture; 2019.
2. Jennifer Purdie, M.Ed & Melissa Rifkin, MS, RD, CDN. Frozen Yogurt Nutrition Facts and Health Benefits. Verywell Fit; 2022.
3. Helen West, RD. Frozen Yogurt: A Healthy Dessert That's Low in Calories?. Healthline; 2017.
4. Vanessa Caceres & Lindsey Elizabeth Cortes (Pfau), MS, RD, CSSD. How to Enjoy Frozen Yogurt When You Have Diabetes. Live Strong; 2021.
5. American Diabetes Association. Myths about Diabetes. American Diabetes Association; 2022.
6. Diabetes Canada. Glycemic Index Food Guide. Diabetes Canada; 2022.
7. National Health Service. What is the glycaemic index (GI)?. National Health Service; 2018.
8. Digestive Disorders. Is Frozen Yogurt Really Healthy?. UPMC Health Beat; 2016.
9. Self Nutrition Data. Frozen yogurts, flavors other than chocolate. Self Nutrition Data; 2022.
10. Self Nutrition Data. TCBY dessert: Frozen Yogurt, NonFat. Self Nutrition Data; 2022.
11. David L Katz, Kim Doughty, & Ather Ali. Cocoa and chocolate in human health and disease. Antioxidants & Redox Signaling; 2011.