Penyakit & Kelainan

10 Jenis Gangguan Pendengaran

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Gangguan pendengaran adalah salah satu kondisi yang tak bisa diabaikan karena aktivitas sehari-hari dapat terganggu karenanya.

Saat gangguan pada pendengaran terjadi, sulit atau tak dapat mendengar sama sekali bisa saja terjadi dan lama-kelamaan kondisi ini akan menurunkan kualitas hidup.

Berikut ini adalah jenis-jenis gangguan pendengaran menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk dikenali dan sama sekali tak sebaiknya disepelekan [1,2].

1. Presbikusis

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, presbikusis merupakan kondisi kemampuan pendengaran yang menurun karena usia yang semakin bertambah tua [1,3].

Presbikusis adalah jenis ganggaun pendengaran yang terjadi alami pada orang-orang berusia 65 tahun lebih. Kemampuan mendengar suara dengan volume tinggi tidak lagi seperti sewaktu masih muda [3].

Walau bukan tergolong gangguan pendengaran berbahaya, kondisi ini bisa sangat tidak nyaman dan mengganggu bagi penderita [3].

2. GPAB (Gangguan Pendengaran Akibat Bising)

Jenis gangguan pendengaran lain adalah gangguan pendengaran akibat bising [1,4,5].

Ketika telinga terus-menerus digunakan untuk mendengar suara-suara yang terlalu keras dan cenderung bising, maka hal ini bisa menurunkan fungsi pendengaran [1,4,5].

Paparan kebisingan dengan intensitas tinggi secara jangka panjang akan merusak kemampuan pendengaran dan mampu meningkatkan risiko tuli [1,4,5].

3. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)

OMSK juga dikenal dengan istilah radang telinga tengah kronik di mana peradangan terjadi selama 2 bulan lebih dan menyerang selaput mukosa telinga tengah [1,6].

Siapa saja dapat mengalami kondisi gangguan pendengaran yang ditandai dengan keluarnya cairan tak normal dari dalam telinga [6].

Bahkan setelah mendapat pengobatan, biasanya kondisi ini tak mudah untuk membaik dan pulih.

Pada penderita otitis media akut tanpa penanganan yang benar, kondisi ini semakin lama akan memburuk dan kemudian menyebabkan OMSK [7].

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa adalah jenis mikroorganisme yang berkaitan erat dengan timbulnya kondisi OMSK ini [7].

Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko OMSK dan patut diwaspadai adalah :

  • Paparan asap
  • Infeksi saluran nafas atas
  • Riwayat otitis media akut
  • Riwayat keluarga penderita otitis media akut
  • Riwayat penggunaan tabung timpanostomi
  • Kondisi ekonomi sosial yang tidak begitu mendukung

4. Sumbatan Serumen

Jenis gangguan pendengaran menurut Kemenkes RI lainnya adalah sumbatan serumen, yakni pendengaran yang terganggu sebagai efek dari liang telinga tertutup oleh kotoran [1,8].

Ketika penyumbatan terjadi, maka pendengaran tak berfungsi secara maksimal dan hal ini dikenal dengan istilah serumen obturans atau impaksi serumen [1,8].

Telinga dalam kondisi ini akan terasa berdenging dan timbul sensasi seperti tertekan [1,8].

5. Tuli Kongenital

Tuli kongenital adalah sebuah kondisi kehilangan pendengaran pada bayi sejak lahir karena kelainan nongenetik maupun genetik [1,9].

Mikrotia atau anotia yang merupakan kondisi gangguan pertumbuhan daun telinga mampu menjadi penyebab seorang anak tak mampu mendengar tergantung dari tingkat keparahannya [9].

6. Gangguan Pendengaran Progresif dan Mendadak

CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menyebutkan adanya jenis gangguan pendengaran mendadak maupun progresif [2].

Pada kondisi gangguan pendengaran mendadak, kemampuan mendengar hilang secara tiba-tiba atau tuli mendadak sehingga memerlukan penanganan secepatnya [2].

Sedangkan pada gangguan pendengaran progresif, kemampuan pendengaran menurun secara perlahan sebelum benar-benar hilang [2].

Oleh sebab itu, kondisi tersebut tergolong sebagai ganggaun pendengaran progresif karena perkembangan gejala terjadi secara bertahap, bisa berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun [2].

7. Gangguan Pendengaran Simetris dan Asimetris

Menurut CDC, ada pula jenis gangguan pendengaran simetris dan asimetris di mana simetris menandakan bahwa penurunan kemampuan pendengaran antara satu telinga dengan telinga lainnya sama [2].

Sementara itu, gangguan pendengaran asimetris adalah kondisi penurunan kemampuan mendengar yang berbeda antara satu telinga dengan telinga lainnya [2].

Kasus pendengaran terganggu bersifat asimetris disebabkan oleh cedera pada area kepala dan telinga yang hanya memengaruhi salah satu telinga [2].

8. Gangguan Pendengaran Sensorineural

Gangguan pendengaran sensorineural adalah gangguan yang terjadi pada saraf telinga bagian dalam telinga yang bersifat fatal [2].

Saraf telinga yang terpengaruh adalah yang terhubung dengan otak secara langsung sehingga ketika terjadi gangguan, risiko fatal yang bisa penderita alami adalah tuli secara permanen [2].

Jika kehilangan pendengaran permanen terjadi, penderita hanya dapat menggunakan alat bantu dengar untuk mengatasinya sebab hingga kini belum ada obat maupun tindakan medis yang dapat menyembuhkan [2].

Beberapa faktor yang mampu menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural adalah malformasi telinga bagian dalam, cedera di kepala, faktor keturunan, dan faktor usia [2].

Penderita jenis gangguan penderita ini akan kesulitan mendengar volume suara yang sangat tinggi sekalipun. Sebab pada pendengarannya, suara dengan volume tinggi akan terdengar rendah [2].

9. Gangguan Pendengaran Konduktif

Gangguan pendengaran konduktif merupakan jenis masalah pendengaran di mana telinga penderita tak dapat menerima suara dengan baik dan normal [2].

Hal ini disebabkan oleh aliran gelombang suara tak berhasil masuk ke dalam telinga secara maksimal sehingga suara hanya terdengar pelan [2].

Karena terlalu pelan atau kecil, suara yang terdengar menjadi kurang jelas.

Beberapa kondisi menjadi penyebab gangguan pendengaran konduktif, seperti halnya ketika telinga bagian tengah dipenuhi cairan atau kotoran telinga [2].

Benda asing yang masuk dan terjebak di dalam telinga juga dapat menjadi penyebab utama gangguan pendengaran ini.

Infeksi telinga juga meningkatkan risiko gangguan pendengaran konduktif dan kondisi ini dapat diatasi dengan obat ataupun tindakan bedah [2].

10. Gangguan Pendengaran Campuran

Gangguan pendengaran campuran di sini adalah gangguan pendengaran kombinasi sensorineural dan konduksi [2].

Penderita biasanya mengalami gangguan pendengaran konduksi lebih dulu, semakin lama kemudian kondisi ini berkembang menjadi gangguan pendengaran sensorineural [2].

Namun pada beberapa kasus, kedua jenis gangguan pendengaran tersebut bisa terjadi secara bersamaan, terutama bila bagian tengah dan dalam telinga mengalami cedera atau infeksi sekaligus [2].

Seringan apapun gejala yang membuat telinga tidak nyaman, segera ke dokter THT untuk memeriksakan diri agar dapat diketahui jenis gangguan pendengaran apa yang terjadi dan memperoleh penanganan yang tepat.

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Apa Saja Jenis Gangguan Pendengaran?. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Types of Hearing Loss. Centers for Disease Control and Prevention; 2020.
3. Ni Ketut Ratih Nuryadi, Made Wiranadha, & Wayan Sucipta. Karakteristik pasien presbikusis di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013-2014. Medicina; 2017.
4. Nur Rizqi Septiana & Evi Widowati. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development); 2017.
5. Yesti Mulia Eryani, Catur Ari Wibowo, & Fitria Saftarina. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Medula; 2017.
6. Yusi Farida, Hanggoro Sapto, & Dwita Oktaria. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Medula; 2016.
7. Maya Rizky Amelia. Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Dan Kepekaannya Terhadap Antibiotik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada; 2020.
8. Anonim. Gangguan Pendengaran Akibat Sumbatan Kotoran Telinga (Impaksi Serumen). Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada; 2015.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mengenal Gangguan Pendengaran, Tuli Kongenital. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.

Share