Pedofilia adalah ketertarikan seksual yang berkelanjutan terhadap anak-anak dibawah usia pubertas. Kelainan ini dianggap sebagai suatu paraphilia, yaitu suatu kondisi dimana rangsangan dan kenikmatan seksual seseorang bergantung pada fantasi dan sikap seksual yang tidak biasa dan ekstrem.
Daftar isi
Pedofilia didefinisikan sebagai fantasi seksual yang merangsang, keinginan seksual, atau sikap yang melibatkan aktivitas seksual yang berulang dan intens terhadap anak-anak usia pra pubertas, umumnya usia 13 tahun kebawah, yang berlangsung selama setidaknya enam bulan. [1, 2, 3, 4]
Pedofil seringkali berjenis kelamin pria dan bisa tertarik pada baik anak laki-laki maupun perempuan.
Pengertian tentang pedofilia telah berubah seiring waktu. Ini sebabnya, setiap edisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang baru memiliki penjelasan yang sedikit berbeda mengenai kelainan ini. [2, 3]
DSM edisi terbaru, yaitu DSM-IV, mengkategorikan pedofilia sebagai suatu kelainan bila:
DSM-IV juga menyebutkan secara spesifik bahwa pelaku harus setidaknya berusia 16 tahun dan setidaknya lima tahun lebih tua dari anak usia pra pubertas untuk bisa disebut pedofil.
Versi rancangan dari DSM-V, yang saat ini sedang dalam proses revisi, mengajukan beberapa perubahan atau diagnosa pedofilia. Salah satunya adalah mengembangkan definisi atas kelainan ini agar juga memasukkan hebephilia, suatu ketertarikan terhadap anak-anak yang sedang memasuki usia pubertas.
Kategori campuran, yaitu pedohebefilia, terdiri dari: [2, 3]
Perubahan penting lain yang diusulkan oleh rancangan ini adalah penggunaan pornografi yang menggambarkan anak-anak usia pra pubertas dan pubertas selama enam bulan atau lebih harus dianggap sebagai gejala pedohebefilia. [3]
Berdasarkan interaksi subjek orang dewasa dengan teman-teman sebayanya atau dengan orang dewasa lainnya, kelainan pedofilia bisa dianggap: [4]
Diagnosa atas kelainan mental ini tidak harus menunggu terjadinya tindakan seksual terhadap anak-anak. [4]
Seperti yang telah disebutkan diatas, gejala utama dari pedofilia adalah ketertarikan orang dewasa terhadap anak-anak usia pra pubertas dan pubertas. Dari sudut pandang tingkah laku, ketertarikan ini bisa bermanifestasi menjadi beberapa tindakan, mulai dari hanya memandangi anak-anak hingga melakukan hal-hal seksual yang termasuk: membuka baju, mengusap, atau menyentuh anak-anak atau bermasturbasi saat ada anak-anak di dekatnya, atau melakukan hubungan seksual dengan anak-anak. [2]
Ciri khusus dari kelainan mental ini adalah karakter ego-syntonic, yaitu sikap-sikap yang tidak menyebabkan rasa tidak nyaman pada subjek anak-anak yang menjadi korban namun memberikan si pedofil kenikmatan.
Karena alasan tersebut, pedofil tidak sadar dirinya mengalami penyakit mental, tidak menunjukkan rasa bersalah terhadap korban, dan seringkali menunjukkan serangkaian kesalahan berpikir yang membuatnya membenarkan tindakannya dan menganggap korban bersedia dan tidak keberatan. [2]
Di sisi lain, mereka yang sadar dirinya mengalami penyimpangan dan kecenderungan menjadi pedofil, belum termasuk kategori memiliki kelainan secara nyata. [2]
Penyebab terjadinya pedofilia (dan parafilia lainnya) masih belum diketahui. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pedofilia mungkin menurun dalam keluarga, meskipun tidak jelas apakah ini berisfat genetik atau sikap yang dipelajari atau dicontoh. [1]
Riwayat pelecehan seksual di masa kecil juga menjadi faktor potensial lainnya dalam pengembangan sikap pedofilia, meskipun hal ini masih belum terbukti.
Pedofilia yang terjadi akibat sikap yang dipelajari atau dicontoh menunjukkan bahwa seorang anak yang pernah menjadi korban atau pernah melihat tindakan seksual yang tidak layak mungkin akan terbentuk untuk meniru sikap-sikap yang serupa.
Individu-individu seperti ini, yang kekurangan kontak seksual dan sosial yang normal, mungkin akan mencari kepuasan melalui cara-cara yang kurang bisa diterima oleh lingkungan. [1]
Penelitian dilakukan untuk memeriksa hubungan potensial antara hormon dan tingkah laku, terutama peran agresi dan hormon seksual pria. Scan otak pada pedofil menunjukkan bahwa mereka memiliki white matter yang lebih sedikit. White matter adalah sirkuit sambungan di otak.
Satu penelitian menunjukkan bahwa pedofil setidaknya pernah mengalami cedera di kepala di masa kanak-kanaknya dibanding mereka yang bukan pedofil. [1]
Pedofil biasanya mulai sadar akan ketertarikan seksualnya terhadap anak-anak ketika memasuki usia pubertas. Pedofilia bisa jadi gangguan yang berlangsung seumur hidup, tetapi kelainan ini melibatkan elemen-elemen yang bisa berubah seiring waktu, termasuk kecemasan, gangguan psikososial, dan kecenderungan individu tersebut untuk bertindak sesuai dorongan. [1, 2]
Kemajuan teknik diagnostik yang tersedia untuk penelitian neuroscientific memungkinkan untuk mengidentifikasi beberapa penyimpangan struktural dan/atau fungsional yang mungkin terjadi pada otak seorang pedofil yang mempengaruhi orientasi dan sikap seksualnya.
Perubahan-perubahan tersebut adalah: [4]
Berbagai jurnal dan studi menyebutkan bahwa pedofilia adalah penyimpangan seksual yang tidak bisa disembuhkan dan cenderung berlangsung seumur hidup. Mengurangi hasrat pedofilia sulit untuk ditentukan, karena fantasi seksual tentang anak-anak yang sudah berlangsung lama bisa sulit dirubah. [1, 2, 3, 4]
Oleh karena itu, tujuan dari pengobatan dan perawatan bagi pedofil adalah untuk mencegahnya melakukan tindakan-tindakan akibat dorongan seksualnya yang menyimpang, baik itu dengan mengurangi rangsangan seksual di sekitar anak-anak atau meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan rangsangan tersebut.
Dokter bisa mencoba membantu seorang pedofil untuk mengurangi intensitas fantasinya dan membangun strategi untuk mengatasi hasrat seksualnya yang menyimpang, tapi dengan catatan si pedofil juga harus mau untuk mengakui bahwa ada masalah dengan dirinya dan mau berpartisipasi dalam pengobatan agar terapi bisa berhasil. [1, 2, 3, 4]
Psikoterapi dinamis, teknik tingkah laku, pendekatan kimiawi, dan bahkan intervensi pembedahan bisa memberikan hasil yang beragam. Perawatan seumur hidup mungkin menjadi pendekatan yang paling pragmatis sekaligus realistis untuk pedofilia. [1, 3]
Kebanyakan psikoterapi yang digunakan untuk mengobati pedofilia menggabungkan prinsip dan teknik terapi tingkah laku kognitif. Fokus dari terapi ini adalah memampukan pasien untuk mengenali dan mengatasi rasionalisasi tentang tingkah lakunya. Selain itu, terapi juga bisa melibatakan teknik dan pelatihan empati dalam kontrol rangsangan seksual.
Obat-obatan yang berfungsi menekan produksi hormon testosterone pria bisa digunakan untuk menekan frekuensi atau intensitas rangsangan seksual. Meskipun kastrasi fisik juga bisa dijadikan pilihan, namun penekan testosterone menawarkan keuntungan seperti keharusan untuk melakukan kontrol ke dokter secara teratur sehingga tingkah laku pasien bisa terus dimonitor.
Biasanya dibutuhkan tiga hingga sepuluh bulan terapi menggunakan penekan testosterone agar berhasil menekan rangsangan seksual pasien.
1. American Psychiatric Association. Pedophilia. Psychology Today; 2019.
2. Gilian Tenbergen, Matthias Wittfoth, Helge Frieling. The Neurobiology and Psychology of Pedophilia: Recent Advances and Challenges. Frontiers in Human Neuroscience; 2015.
3. Harvard Medical School. Pessimism about pedophilia. Harvard Health Publishing; 2010.
4. Giulio Perrotta. Pedophilia: Definition, classifications, criminological and neurobiological profiles, and clinical treatments. A complete review. Open Journal of Pediatrics and Child Health; 2020.