Crossdressing atau aktivitas memakai pakaian lawan jenis (seperti pria memakai pakaian wanita atau wanita memakai pakaian pria) adalah hal yang cukup lumrah dan banyak dijumpai saat ini [1,2].
Dalam berbagai acara, crossdressing adalah suatu kegiatan yang menghibur di mana orang yang memakai kostum lawan jenisnya disebut dengan istilah crossdresser [1,2].
Crossdressing sendiri lebih umum dilakukan oleh pria heteroseksual yang gemar memakai pakaian wanita sehingga hal ini tidak berkaitan dengan transgender [2,3,4].
Crossdresser dan transgender adalah dua hal yang berbeda; sebagian wanita juga suka menjadi crossdresser dan nyaman mengenakan pakaian pria [2,4].
Biasanya, crossdressing dilakukan untuk kepentingan acara tertentu, tapi juga dapat berhubungan dengan gangguan transvestik atau transvestisme [5].
Daftar isi
Transvestisme atau gangguan transvestik adalah salah satu jenis gangguan kejiwaan yang mengarah pada gangguan seksual [5,6].
Seseorang yang mengidap gangguan transvestik mengalami gairah seksual berulang saat melakukan crossdressing [5,6].
Gairah seksual tersebut biasanya bersifat intens dan gairah seperti ini terklasifikasi sebagai kelainan seksual [5,6].
Ini karena pengidapnya merasa sulit untuk menahan atau menghentikan dorongan untuk ber-crossdressing [5,6].
Gairah seksual yang tidak normal timbul secara mendesak dan terus-menerus sehingga pengidap gangguan ini ber-crossdressing dengan landasan berfantasi [5,6].
Belum diketahui jelas hingga kini apa penyebab pasti dari timbulnya gangguan transvestik.
Walau penyebabnya secara spesifik belum diketahui, crossdressing sendiri dapat berawal dari masa kanak-kanak yang suka mencoba-coba [7].
Beberapa anak merasa senang saat ber-crossdressing di mana hal tersebut dapat berkelanjutan hingga saat anak sudah lebih besar dan beranjak dewasa [7].
Saat memasuki pubertas, crossdressing yang semula dianggap normal dapat mengembangkan gairah seksual tidak wajar [7].
Perilaku crossdressing kemudian semakin lama dilakukan karena semakin tak tertahankannya gairah seksual pengidap gangguan transvestik (walaupun kondisi ini belum disadarinya) [7].
Dengan melakukan crossdressing, ada kepuasan seksual yang diperoleh penderita gangguan transvestik [7].
Namun, perlu diketahui bahwa seseorang dengan gangguan transvestik sudah pasti suka melakukan crossdressing; sedangkan seseorang yang suka melakukan crossdressing belum tentu menderita gangguan transvestik [5].
Menjadi seorang crossdresser atau seseorang yang suka melakukan crossdressing tidak selalu mengidap gangguan transvestik [5].
Transvestisme sudah pasti berkaitan dengan crossdressing, namun selain memiliki kesenangan dan kepuasan tersendiri saat memakai pakaian lawan jenis, tanda lain yang perlu diketahui dari gangguan transvestik antara lain adalah [5] :
Kelainan Seksual Lain yang Berkaitan dengan Gangguan Transvestik
Seorang penderita gangguan transvestisme dapat mengalami gangguan seksual lainnya di saat yang sama [5].
Berikut ini adalah beberapa jenis gangguan seksual yang berkaitan dan biasanya bahkan menyertai transvestisme [5,6] :
Untuk memastikan bahwa perilaku crossdressing mengarah pada kelainan seksual, pemeriksaan psikologis diperlukan [5,6].
Seseorang yang bahkan mengakui bahwa ia merasa bersemangat dan puas secara seksual ketika melakukan crossdressing tidak perlu khawatir [5].
Walau jarang dijumpai, kasus gangguan transvestik tidak terbilang langka karena sekitar 0,4% wanita dan 3% pria mengalami gejala gangguan ini setidaknya sekali dalam hidup mereka [9].
Pemeriksaan tanda dan gejala psikologis akan menggunakan DSM-5 (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition) sebagai panduan [5,6].
Karena crossdressing adalah aktivitas yang normal dan bukan sebuah kelainan, para crossdresser biasanya tidak merasa perlu memeriksakan diri apalagi memperoleh pengobatan [5,6].
Namun jika orang tua, pasangan atau orang lain di sekitarnya merasa crossdressing mengarah pada hal kurang normal, beberapa crossdresser dapat memutuskan untuk menempuh terapi.
Meski begitu, ada pula beberapa orang yang menyadari kondisinya sendiri dan memilih memeriksakan diri tanpa diminta.
Bila kondisi gejala gangguan transvestik sudah sampai pada tahap menghambat rutinitas sehingga membuat penderitanya tertekan, artinya penderita sangat membutuhkan terapi [5].
Beberapa tipe pengobatan yang dapat membantu memulihkan kondisi pasien adalah [5,6] :
Apabila menjadi crossdresser mulai menimbulkan perasaan tidak normal, tekanan, dan ketidaknyamanan, segera hentikan kebiasaan ini dan datangi psikolog/psikiater jika memerlukan bantuan.
1. Merriam-Webster Dictionary. Cross-dressing. Merriam-Webster Dictionary; 2023.
2. The University of Sheffield. Cross-dressing in popular entertainment. The University of Sheffield; 2022.
3. The School of Life. The Psychology of Cross-dressing. The School of Life; 2023.
4. Transgender Cosmetic Surgical Procedures. Identifying The Difference Between Transgenderism And Cross-Dressing. Transgender Cosmetic Surgical Procedures; 2023.
5. Janet Brito, Ph.D., LCSW, CST & Jocelyn Solis-Moreira. What Are the Symptoms of Transvestic Disorder?. Psych Central; 2021.
6. George R. Brown , MD. Transvestic Disorder. MSD Manual; 2023.
7. First Light Psych. All You Need to know About Transvestic Disorder | Symptoms & Treatment. First Light Psych; 2023.
8. Nicole Mayo, MA. Transvestic Disorder DSM-5 302.3 (F65.1). Theravive; 2023.
9. M. Anupama, K. H. Gangadhar, Vandana B. Shetty, & P. Bhadja Dip. Transvestism as a Symptom: A Case Series. Indian Journal of Psychological Medicine; 2016.