Pubertas atau masa puber adalah masa transisi alami yang dialami anak menuju remaja, yakni ketika usia antara 9-14 tahun [1].
Selain perubahan pada fisik, perilaku anak juga bisa jadi tidak lagi sama seperti yang orang tua kenal dulu [1].
Dari segi psikis, anak pada masa puber bisa mengalami perubahan cara pandang, termasuk juga perkembangan dalam berbagai hal (kemampuan berpikir dan memecahkan masalah hingga identitas pribadi maupun seksual) [1,2].
Masalahnya, orang tua tidak selalu bisa menghadapi anak-anak remajanya dengan benar.
Oleh sebab itu, berikut adalah beberapa rekomendasi atau anjuran cara menghadapi remaja puber.
Daftar isi
Agar anak mau mendengarkan orang tua, penting untuk ada kedekatan antara orang tua dengan anak [3,4].
Salah satu cara untuk mencapai hubungan yang dekat ini adalah dengan berkomunikasi secara dua arah [3,4].
Hal-hal yang terlihat dan dianggap sepele sekalipun sebaiknya dikomunikasikan bersama supaya salah satu pihak tidak ada yang merasa salah paham [5].
Orang tua terkadang tidak mengerti atau bahkan merasa paling memahami anaknya [5].
Sementara itu, anak-anak seringkali merasa orang tua mereka tidak akan mengerti apa yang mereka inginkan [5].
Oleh sebab itu, komunikasi adalah kunci yang menjembatani pikiran masing-masing sehingga dapat saling memahami [3,4,5].
Dengan komunikasi, orang tua juga dapat mengenal anak-anaknya lebih dalam sehingga saat mereka mengalami perubahan secara psikis maupun perilaku, orang tua dapat mengatasi tanpa membuat anak menjauh [3,4,5].
Remaja puber seringkali berkaitan dengan emosi yang sulit dikendalikan serta tidak mudah stabil [1,2].
Orang tua dapat mencoba memberi kepercayaan kepada anak untuk menjadi dewasa dan tanpa menganggapnya sebagai anak kecil terus-menerus [6].
Anak dapat belajar mengambil keputusan dan melakukan segala hal sendiri agar anak dapat berkembang secara optimal [6].
Orang tua cukup percaya, mendukung dan mengarahkan apabila anak datang meminta bantuan [6].
Orang tua tidak serta-merta lepas tangan, tapi tetap memantau serta memberi arahan yang benar supaya anak tidak terjerumus ke dalam hal-hal tidak baik [6].
Arahan yang dimaksud bisa berupa memberi penjelasan mengenai dampak atau konsekuensi dari setiap pengambilan keputusan atau tindakan anak [6].
Remaja puber seringkali malas bicara dengan orang tuanya sendiri karena orang tua cenderung memberi reaksi secara berlebihan [7].
Saat anak mengeluhkan sesuatu, beberapa orang tua menunjukkan emosi dan kemarahan mereka seolah menunjukkan bahwa orang tua tidak terima anaknya mengalami hal tersebut [7].
Reaksi seperti ini bisa menjadikan anak semakin emosional alih-alih menjadi tenang dalam menghadapi masalahnya [7].
Remaja sedang memiliki keingintahuan yang besar tentang dunia dan berbagai informasi bisa ia dapatkan dengan mudah di zaman sekarang.
Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya membekali anak dengan pendidikan agama, moral maupun hal-hal berkaitan dengan reproduksi [8,9].
Anak pun akan berintegritas dan lebih mudah mengerti sekaligus memraktekkan apa yang baik dan menjauhi yang tidak baik [8].
Memberi kebebasan dalam memilih adalah salah satu bentuk rasa percaya yang orang tua taruh kepada anak-anak remaja puber mereka [10,11].
Selama yang anak pilih adalah hal positif dan berpotensi membuatnya berkembang, peran orang tua cukup mendukung, terlebih bila anak memilih untuk hal-hal berkaitan dengan masa depannya [10,11].
Meski bebas memilih, orang tua harus memastikan pilihan anak membawanya ke arah yang lebih baik dan anak pun bisa bertanggung jawab dengan pilihannya. [10,11].
Remaja yang memasuki masa puber berupaya untuk menjalani semuanya sendiri sesuai pilihannya [12].
Oleh karena itu, selain memberi kebebasan memilih, orang tua dapat menghargai pilihan anak [12].
Perhatikan apakah hal yang dipilih anak itu baik atau tidak; dukung apabila itu baik dan beri penjelasan maupun arahan apabila tidak baik [12].
Selebihnya, orang tua sebaiknya tidak terlalu mengatur apalagi menyetir setiap keputusan dan pilihan anak [12].
Remaja puber sudah mengenal apa itu privasi dan untuk itu mereka biasanya lebih suka menjauhkan diri dari orang tuanya [13].
Memantau anak adalah tugas orang tua, namun sebaiknya tidak sampai dianggap terlalu “kepo” oleh anak [13].
Orang tua seringkali ingin terlalu tahu segala hal yang anak lakukan dan bahkan setiap detailnya.
Alih-alih menjadi dekat dengan anak, anak justru akan merasa risih dan tidak dihargai.
Maka dari itu, memberi ruang sendiri atau privasi kepada anak adalah salah satu cara menghadapi remaja puber dan tetap menjaga hubungan baik dengan anak [13].
Salah satu contoh adalah mengetuk pintu kamar anak lebih dulu daripada langsung masuk begitu saja.
Sekalipun anak remaja yang sedang puber sering memilih menyendiri, bukan berarti orang tua kemudian berhak marah atau bahkan sengaja meninggalkan anak tanpa memerhatikannya lagi [14].
Tetap luangkan waktu melakukan banyak hal bersama anak, terutama jika anak kesulitan terbuka dengan orang tuanya [14].
Baik itu menonton film, memasak, berkebun, maupun kegiatan lainnya tetap diperlukan agar hubungan antar anak dan orang tua semakin dekat.
Ada waktunya anak ingin privasi, namun mereka umumnya tetap memerlukan perhatian dan waktu orang tua mereka [14].
Orang tua memang sebaiknya memberi kebebasan memilih dan menghargai pilihan anak, tapi juga tetap perlu mendisiplinkannya.
Beri pujian hingga hadiah kepada anak apabila anak melakukan hal yang baik dan benar (rajin belajar, mendapat nilai bagus, rajin membantu orang tua, bersikap sopan, dan lainnya) [15].
Namun saat anak melakukan kesalahan, beri konsekuensi yang tepat tanpa kekerasan secara fisik maupun verbal agar mereka tidak mengulanginya lagi [15].
Cara menghadapi remaja puber tidak mudah, namun orang tua tetap selalu bisa mengusahakan yang terbaik.
1. Logen Breehl & Omar Caban. Physiology, Puberty. National Center for Biotechnology Information; 2022.
2. Kids Helpline. Mood Swings and Puberty. Kids Helpline; 2022.
3. Health Hub. Help Your Child Cope With Puberty and Self-esteem. Health Hub; 2022.
4. Raising Children. Help Your Child Cope With Puberty and Self-esteem. Raising Children Network; 2021.
5. Mayra Vargas, ACS Intern. Positive Communication between Teens and Parents. Adolescent Counseling Services; 2022.
6. Boys & Girls Clubs of America. Ways to Build Trust Between Parents and Teens. Boys & Girls Clubs of America; 2022.
7. Dale DePalatis. What Happens When You Overreact to Your Teen. Your Global Family; 2019.
8. Joseph Fay & Sol Gordon. Moral Sexuality Education and Democratic Values. Semantic Scholar; 1989.
9. Zahra Rouhparvar, Mojgan Javadnoori & Shadab Shahali. Parents’ approaches to sexuality education of their adolescent boys: a qualitative study in Ahvaz, Iran. Reproductive Health volume; 2022.
10. Forest Bluff School. Freedom and Responsibility: How Choices and Limits Help Children Develop Character. Forest Bluff School; 2017.
11. Kirrilie Smout. Giving teenagers more freedom is good for mental health. ABC News; 2019.
12. Focus on the Family. Respecting Your Teenager. Focus on the Family; 1999.
13. Raising Children Network. Privacy, monitoring and trust: pre-teens and teenagers. Raising Children Network; 2021.
14. Population Reference Bureau. Time with Parents Key for Adolescents Population Reference Bureau; 2015.
15. Raising Children Network. Discipline strategies for pre-teens and teenagers. Raising Children Network; 2021.