Daftar isi
Languishing adalah sebuah kondisi yang kini tengah populer beberapa waktu terakhir sejak adanya pandemi Covid-19, yakni ketika perasaan bosan, hampa dan tidak bersemangat timbul jadi satu [1,2].
Languishing sendiri bukan sebuah istilah medis, melainkan istilah dalam psikologi yang kini sedang banyak digunakan [1,2].
Rangkaian emosi yang telah disebutkan adalah tanda utama languishing di mana hal ini berkaitan dengan keterbatasan aktivitas selama masa pandemi [1,2].
Languishing atau perasaan kosong dan hampa tanpa adanya motivasi dalam diri sebenarnya mudah disadari oleh seseorang yang mengalaminya [1,2].
Hanya saja, perasaan ini begitu sulit untuk dideskripsikan sehingga meminta bantuan orang lain pun terasa begitu sulit [1,2].
Jika seseorang melakukan sesuatu atau banyak hal karena memiliki semangat dan motivasi besar disertai tujuan yang jelas, hal ini disebut dengan istilah flourishing [2].
Sementara itu, languishing adalah sebaliknya, yakni perasaan tak terkoneksi dengan siapapun ditambah seperti bertahan hidup namun tanpa tujuan dan semangat [2].
Berikut ini adalah beberapa faktor yang perlu diwaspadai dan dikenali sebagai peningkat risiko languishing :
Languishing sebenarnya merupakan kondisi yang sudah ada sebelum pandemi Covid-19, namun kini semakin melanda banyak orang karena keterbatasan aktivitas [1,2].
Menurut penelitian yang dilakukan Keyes, tanda-tanda languishing dijumpai pada sekitar 12,1% orang dewasa pada tahun 2002 [3].
Jumlah penderita languishing diketahui bertambah pada masa pandemi dan orang-orang yang tiba-tiba harus mengubah jam maupun tempat kerja menjadi yang paling terpengaruh [1,2,3].
WFH atau work from home serta sekolah tatap muka (proses belajar mengajar secara daring/online) adalah perubahan kondisi kerja dan belajar yang seringkali menjadi alasan utama dibalik timbulnya languishing [1,2,4].
Bagi pekerja kantoran atau pekerja aktif di luar rumah, WFH dianggap membatasi mobilitas mereka sehingga aktivitas sehari-hari menjadi sangat monoton dan terasa membosankan [4].
Banyak orang tak lagi bisa bepergian secara bebas, maka faktor ini yang kemudian memunculkan kekosongan dalam diri mereka [1,2,4].
Tidak hanya itu, banyak orang pun merasa tidak bahagia karena keterbatasan gerak yang terjadi selama masa pandemi [1,2].
Usaha yang dilakukan untuk meraih target tidak dapat semaksimal sebelum pandemi sehingga dianggap sia-sia [1,2].
Motivasi dalam diri lalu sedikit demi sedikit berkurang karena hari-hari yang dijalani terasa sama saja [1,2].
Seseorang yang memiliki riwayat gangguan mental atau emosional lebih berisiko mengalami languishing [1].
Jika sebelumnya seseorang pernah mengalami languishing, hal ini turut menjadi faktor yang memperbesar peluang seseorang untuk kembali mengalaminya [1].
Tekanan karena adanya perubahan dalam berbagai situasi dan faktor akibat pandemi mampu memunculkan kembali gejala-gejala gangguan emosional dan mental yang dulu pernah dialami [1].
Kecemasan, depresi, dan bentuk gangguan mental lainnya berkaitan dengan languishing [1].
Selain karena pandemi, faktor lain yang meningkatkan risiko languishing adalah kepribadian ekstrovert [1].
Mereka yang memiliki kepribadian ekstrovert memiliki risiko lebih tinggi mengalami languishing daripada mereka yang memiliki kepribadian introvert [1].
Perubahan suasana pandemi dengan segala keterbatasan bersosialisasi menjadi hal yang cukup mengganggu bagi para ekstrovert [1].
Kesendirian, kehampaan, dan ketidakbahagiaan pun mulai melanda diri mereka secara perlahan [1].
Apa itu ekstrovert?
Ekstrovert dikenal sebagai sebuah pribadi yang senang dengan kebebasan dan bergerak aktif [5].
Orang-orang berkepribadian ekstrovert senang bergaul atau bersosialisasi dengan orang banyak [5].
Interaksi dengan orang lain menjadi sebuah kebutuhan bagi mereka yang ekstrovert karena ekstrovert suka bicara [5].
Beberapa tanda bahwa seseorang merupakan pribadi ekstrovert antara lain adalah [5] :
Karena hal tersebut, orang-orang berkepribadian ekstrovert berpeluang lebih besar menderita languishing [1,5].
Jika sebelumnya memiliki banyak waktu untuk berkumpul dengan teman-teman dan bahkan bertemu orang-orang baru, di masa pandemi para ekstrovert kesulitan untuk bersosialisasi seperti itu.
Karena waktu sendiri kerap menjadikan energi para ekstrovert terkuras, lama-kelamaan situasi pandemi mengganggu kesehatan emosional mereka.
Meski rasa hampa dan kosong tanpa motivasi dan semangat adalah tanda dari kondisi languishing, languishing pada setiap penderitanya bisa memiliki ciri berbeda.
Beberapa kondisi lain yang menandakan bahwa seseorang tengah berada dalam kondisi languishing meliputi [1,2,6] :
Languishing berkriteria utama pada masalah mental yang tidak dalam kondisi baik maupun buruk. Hanya saja, penderita languishing merasa penurunan daya konsentrasi dan motivasi [1].
Walaupun di masa pandemi memiliki tugas atau pekerjaan yang sama, proses pengerjaan dan penyelesaiannya akan terasa lebih menguras tenaga daripada sebelum pandemi [1].
Selain itu, seseorang yang mudah bersemangat di awal melakukan suatu hal baru namun tak lama kemudian kehilangan motivasi juga menjadi bagian dari kriteria languishing [1].
Mereka yang cepat lelah, bosan dan tak ada semangat sambil mempertanyakan apa tujuan dan apa alasan harus melakukan ini dan itu tergolong sebagai penderita languishing [1].
Kondisi stagnan membuat seseorang menjadi tidak maksimal dalam melakukan suatu hal dan malas untuk melanjutkan apa yang sudah dikerjakan [1].
Ketika menyadari bahwa gejala-gejala languishing terjadi pada diri sendiri, segera cari tahu bagaimana cara menghilangkan perasaan negatif tersebut agar tidak berkepanjangan [1].
Apabila dibiarkan terlalu lama atau bahkan diabaikan, produktivitas akan menurun, begitu pula dengan kualitas hidup [1].
Begini cara mengatasi languishing yang bisa coba dilakukan ketika tanda-tandanya sudah mulai disadari.
Jika merasa terbatas karena sulit untuk bepergian, memperoleh vaksin adalah salah satu cara agar dapat lebih leluasa berjalan-jalan [1].
Vaksinasi adalah sebuah harapan di masa pandemi yang belum diketahui ujungnya [1].
Setidaknya, vaksin mampu melindungi tubuh walau tak sepenuhnya mampu mencegah infeksi Covid-19.
Kegiatan di luar rumah dapat sesekali dilakukan ketika merasa bosan dan penat; hal ini bisa tercapai ketika sudah memperoleh vaksin.
Bila berkaitan dengan WFH selama pandemi, ubah lingkungan atau setidaknya suasana ruang kerja dengan memodifikasinya [6].
Perubahan bisa dimulai dengan mengganti warna cat dinding atau wallpaper-nya.
Sebagai alternatif, coba untuk mengubah posisi dan letak meja kerja dan dekorasi ulang ruang kerja di rumah.
Ketika tidak bersemangat dan merasa segalanya monoton, hal ini berpengaruh terhadap performa aktivitas yang tengah dikerjakan [1].
Bila memungkinkan, mengambil cuti kerja barang beberapa hari mampu mengembalikan kesegaran pikiran dan hati [1].
Cuti tidak harus diisi dengan kegiatan berwisata, bisa dengan staycation yang tergolong lebih aman [7].
Atau, mengisi waktu dengan bersantai dengan membuat kue, memasak, melukis, merajut, membaca buku, menonton film, atau fokus pada hobi lainnya yang tak sempat dilakukan sewaktu bekerja [1].
Di sela-sela waktu kerja atau bahkan di saat sudah berhasil mengambil cuti, mempelajari hal-hal baru adalah salah satu cara mengatasi languishing [8].
Selain meningkatkan daya konsentrasi, belajar hal baru tentu menambah wawasan karena membantu otak tetap bekerja secara positif [8].
Belajar hal baru dengan mengikuti satu atau beberapa kelas online mungkin mengasyikkan [8].
Untuk kesehatan mental yang lebih baik, menulis buku atau jurnal adalah solusi lain demi menghindarkan diri dari languishing [8].
Tuangkan segala hal yang ada dalam pikiran dan hati ke atas kertas, baik itu negatif maupun positif [8].
Pasti akan timbul perasaan lega dan tenang walaupun sedikit setelah melakukannya [8].
Ketika segala cara mandiri sudah coba dilakukan namun hasilnya kurang efektif dalam menekan gejala languishing, segera cari terapis profesional seperti psikiater atau psikolog [1,2,6,7,8].
Memeriksakan diri bertujuan untuk mengidentifikasi gejala apakah benar merupakan kondisi languishing.
Untuk menangani gejala, pasien biasanya dianjurkan menempuh terapi perilaku kognitif agar mampu mengubah dan memperbaiki pola pikir negatif menjadi positif [1].
Languishing walau diketahui sebagai istilah populer dalam psikologi, kondisi ini belum dimasukkan ke dalam jenis penyakit/gangguan mental.
Meski demikian, mengalami keluhan atau gejala languishing dalam jangka panjang adalah kondisi berbahaya [1,7,9].
Tanpa adanya kesadaran untuk menangani berbagai gejala languishing segera, beberapa risiko komplikasi ini bisa mudah terjadi [1,7,9] :
Belum diketahui bagaimana cara mencegah languishing, sebab kondisi ini bisa timbul dan berkembang tanpa disadari penderitanya.
Languishing berkembang perlahan hingga pada akhirnya produktivitas mengalami penurunan atau gangguan.
Untuk meminimalisir risiko komplikasi, kenali dan pelajari gejala languishing agar dapat segera menanganinya.
1. Sarah Fielding, Daniel B. Block, MD & Nicholas Blackmer. Languishing Is the Mood of 2021. How to Identify It and How to Cope. Verywell Mind; 2021.
2. Adam Grant. There’s a Name for the Blah You’re Feeling: It’s Called Languishing. The New York Times; 2021.
3. Corey L M Keyes. The mental health continuum: from languishing to flourishing in life. Journal of Health and Social Behavior; 2022.
4. JLL. White collar workers are languishing. Can office design help?. Atlanta Business Chronicle; 2021.
5. Timothy J. Legg, PhD, PsyD & Kimberly Holland. Are You an Extrovert? Here’s How to Tell. Healthline; 2018.
6. Newport Institute. 7 Signs of Languishing, and How Young Adults Can Move Toward Flourishing. Newport Institute; 2021.
7. Kristina Hallett, Ph.D., ABPP & Sarah Regan. Languishing Is A Rising Mental Health Issue: 7 Signs You're Experiencing It. Mind Body Green; 2021.
8. Marilyn K. Ranney, MS & Kim Engelbrect, MS, CHWC. Languishing: How We Can Overcome This Mental Health Struggle and Learn To Thrive. The Froedtert & the Medical College of Wisconsin; 2021.
9. Psych Central. Are You Languishing? These Are the Signs and What to Do. Psych Central; 2021.