OCD atau obsessive compulsive disorder (gangguan obsesif kompulsif) pasti sudah cukup sering terdengar.
OCD masih termasuk dalam jenis gangguan kesehatan mental di mana penderitanya memiliki dorongan tidak diinginkan dan tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu sehingga ketika dengan sengaja menahannya maka penderita akan diliputi rasa cemas berlebihan [1,2].
OCD seringkali dianggap sebagai tindakan atau perilaku perfeksionis, padahal keduanya tidak sama [3].
Berikut ini adalah pemahaman mengenai perbedaan OCD dan perfeksionis yang perlu diketahui.
Daftar isi
OCD merupakan jenis gangguan kesehatan mental di mana timbul desakan maupun pikiran berulang yang sulit dikendalikan walaupun penderita tidak menginginkannya [1,2].
Semakin mencoba mengendalikan atau menahan pikiran dan desakan tersebut, kecemasan yang dirasakan akan semakin besar [1,2].
Oleh sebab itu, penderita OCD cenderung melakukan tindakan kompulsif agar tidak merasa cemas berlebihan [1,2].
Namun karena tindakan tersebut, penderita OCD kerap dianggap sebagai seorang perfeksionis karena kecemasan dan ketakutan mereka tentang suatu hal yang tidak “sempurna” atau tidak sesuai dengan apa yang mereka kehendaki [3].
Padahal, perfeksionis bukan gangguan kesehatan mental, melainkan perfeksionis hanya sifat manusia kebanyakan.
Perfeksionis adalah salah satu sifat biasa manusia yang menginginkan kesempurnaan dan memengaruhi perilaku.
Orang-orang dengan sifat perfeksionis ingin segala sesuatu yang ia hadapi dan kerjakan sesuai dengan apa yang ia rencanakan dan inginkan secara sempurna.
Tak jarang orang-orang perfeksionis akan melakukan segala cara untuk mencapai hasil yang sempurna dalam pekerjaan atau rencananya, termasuk dengan membuat diri sendiri lelah karena harus ekstra bekerja keras.
Karena dari segi pengertian saja OCD dan perfeksionis sudah sangat berbeda, tanda-tandanya pun sebenarnya juga tidak sama jika diperhatikan secara lebih teliti.
Tanda-tanda seseorang dengan OCD biasanya memiliki pikiran dan desakan berulang yang menimbulkan rasa cemas berlebih [1,2,3].
Perilaku penderita OCD bermacam-macam dan tanda-tandanya bervariasi, mulai dari menghitung sesuatu, mengecek sesuatu, dan merapikan barang secara berulang kali [1,2,3].
Walau sudah selesai dilakukan, penderita OCD merasa masih perlu mengeceknya kembali atau melakukannya lagi [1,2,3].
Hal tersebut mereka lakukan karena merasa bahwa ketika mereka tidak menyelesaikan atau melakukannya dengan benar maka terdapat risiko atau konsekuensi yang harus ditanggung, dan mereka enggan akan hal tersebut [1,2,3].
Beberapa contoh tanda atau perilaku penderita OCD antara lain adalah [1,2,3] :
Penderita OCD sendiri seringkali menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dan pikirkan tidak logis serta cenderung ambisius, namun akan sangat sulit bagi mereka untuk mengendalikan apalagi berhenti [3,4,5].
Sementara itu, tanda-tanda seseorang yang perfeksionis terbagi menjadi dua tipe, yakni yang sehat dan yang tidak sehat [3].
Orang-orang perfeksionis mengatur standarnya terlalu tinggi untuk berbagai hal, yang bahkan diri mereka akan sulit untuk mencapainya sehingga menimbulkan kekecewaan dalam diri sendiri [3,4].
Ketika rasa kecewa timbul, orang perfeksionis merasa bahwa diri mereka tidak cukup baik atau kompeten [3,4].
Di dunia ini tidak ada yang sempurna, oleh karena itu, mencoba mencapai “kesempurnaan” oleh orang-orang perfeksionis dalam jangka panjang cenderung menjadi sebuah standar yang tidak realistis dan tidak dapat digapai [3,4,5].
Untuk tanda orang perfeksionis tidak sehat, berikut ini adalah yang perlu diperhatikan [3,4] :
Meski begitu, menjadi perfeksionis tidak selalu buruk, karena dengan menjadi perfeksionis yang sehat, seseorang akan lebih [3,4,6] :
Penanganan OCD memerlukan bantuan profesional seperti psikiater dan psikolog karena berhubungan dengan kesehatan mental [1,2,3].
Bila diperlukan, psikoterapi seperti terapi perilaku akan dikombinasikan dengan konsumsi obat-obatan yang diresepkan [1,2,3].
Sementara itu, penanganan perfeksionisme tidak diperlukan kecuali jika sifat ini membawa pada dampak yang tidak sehat bagi fisik maupun mental [3,4].
Namun umumnya, seorang perfeksionis akan melalui kekecewaannya dengan baik saat keinginan dan targetnya tidak tercapai [3,4].
Demikian tiga perbedaan OCD dan perfeksionis yang perlu diketahui agar tidak lagi menganggap bahwa OCD hanya bagian dari sifat perfeksionis, sebab perfeksionis adalah sifat yang bisa berkembang menjadi OCD.
1. Hannah Brock & Manassa Hany. Obsessive-Compulsive Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2023.
2. Dan J. Stein, Daniel L. C. Costa, Christine Lochner, Euripedes C. Miguel, Y. C. Janardhan Reddy, Roseli G. Shavitt, Odile A. van den Heuvel, & H. Blair Simpson. Obsessive–compulsive disorder. Nature Reviews Disease Primers; 2020.
3. Cleveland Clinic. What’s the Difference Between Perfectionism and OCD?. Cleveland Clinic; 2022.
4. Cleveland Clinic. 5 Signs That You Might Be a Perfectionist — and How To Find Balance. Cleveland Clinic; 2023.
5. John D. Kelly, IV, MD. Your Best Life: Perfectionism—The Bane of Happiness. Clinical Orthopaedics and Related Research; 2015.
6. Andreas. 30 Key Pros & Cons Of Being A Perfectionist. Environmental Conscience; 2023.