Daftar isi
Transplantasi rahim merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kemandulan pada wanita. Tindakan medis ini didefinisikan sebagai prosedur pembedahan di mana rahim yang sehat ditransplantasikan pada wanita yang rahimnya sakit atau tidak memiliki rahim karena kondisi tertentu.[1]
Kandidat yang cocok untuk melakukan prosedur transplantasi rahim adalah:[2]
Syarat seseorang yang masih hidup dan ingin mendonorkan rahimnya adalah:[2]
Dokter juga akan memeriksa kondisi kesehatan pendonor rahim seperti golongan darah, ukuran organ yang dibutuhkan, waktu dalam daftar tunggu, dan seberapa cocok sistem kekebalan donor dan penerima.[3]
Sebelum prosedur, dokter akan memeriksa pendonor dan penerima rahim untuk menentukan anatomi panggul dan keadaan pembuluh darah.
Selain itu, pasien transplantasi rahim akan diberikan obat kesuburan untuk menghasilkan sel telur agar kemudian dapat dibuahi.[3]
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan kondisi psikologis pasien untuk memastikan kesiapan pasien menerima donor rahim.[4]
Prosedur transplantasi rahim memakan waktu yang lama dan jumlah tenaga medis yang tidak sedikit.
Secara umum rangkaian prosedur transplantasi rahim meliputi:[3,4]
Pasien penerima dan pendonor harus tetap berada di unit perawatan intensif selama beberapa hari setelah transplantasi.
Tim medis akan memantau reaksi pasien penerima ketika diberi obat-obatan penekan sistem imun dan memeriksa keadaan pendonor untuk mencegah adanya infeksi dan meringankan rasa nyeri.[3]
Risiko yang menyertai prosedur transplantasi rahim meliputi:[3,5]
Semua jenis transplantasi organ mengharuskan pasien mengonsumsi obat imunosupresan yang kuat untuk mencegah tubuh menolak organ baru sebagai benda yang asing (seperti virus yang menyerang tubuh).[5]
Efek samping dari obat imunosupresan memiliki risikonya lebih besar dibanding manfaat yang didapat dengan melakukan transplantasi rahim. obat-obatan tersebut dapat menyebabkan berat lahir rendah, kelahiran prematur, dan peningkatan risiko cacat lahir.[5]
Perlu diingat bahwa transplantasi rahim bukan solusi permanen untuk mengatasi kesuburan. Rahim yang ditransplantasikan hanya bisa digunakan untuk satu sampai dua kali kehamilan. Setelahnya pasien perlu melakukan histerektomi atau pengangkatan rahim.[2,3]
Risiko penggunaan obat penekan imun dalam jangka panjang, terutama selama dan sebelum kehamilan, sangat berbahaya dan tidak disarankan.[3]
Transplantasi rahim bukan satu-satunya cara untuk mendapatkan anak. justru tindakan medis ini memiliki risiko besar bagi ibu maupun calon bayinya nanti.[5]
1. Peter Kovacs, MD, PhD. Uterine Transplantation: Success and Failure. medscape; 2019.
2. anonim. Uterus transplant donor and recipient eligiblity. bwshealth; 2020.
3. Brittany Ferri, Scott Sundick, MD. What to Expect From a Uterus Transplant. verywellhealth; 2020.
4. S. Zaami, A. di luca, E. Marinelli. Advancements in uterus transplant: new scenarios and future implications. European Review for Medical and Pharmacological Sciences; 2019.
5. Robyn Horsager-Boehrer, M.D. Uterine transplant: This prospect for pregnancy is not worth the risks. utswmed; 2020.