Bengang adalah salah satu jenis tanaman herbal yang umum ditemui di Kepulauan Nusantara. Kayu tanaman bengang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku barang-barang berbahan kayu. Tanaman ini juga umum digunakan sebagai bahan baku obat-obatan tradisional yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit [1].
Daftar isi
Bengang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku ramuan herbal sejak dahulu kala. Khasiatnya yang beragam, terbukti ampuh menyembuhkan berbagai penyakit secara turun-temurun [1].
Riwayat penggunaan tanaman bengang sebagai ramuan herbal pertama kali ditemukan di Kepulauan Nusantara. Khasiatnya sangat beragam, bahkan racikan ramuan herbal berbahan tanaman bengang yang diwariskan secara turun-temurun masih dipakai hingga sekarang.
Penelitian menunjukkan bahwa kandungan beragam senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman bengang berkhasiat dalam menyembuhkan bermacam-macam penyakit. Tidak hanya itu, tanaman bengang juga dimanfaatkan sebagai bahan baku barang-barang yang terbuat dari kayu, seperti perahu, papan kayu, dan peti jenazah.
Berikut adalah komposisi senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak tanaman bengang:
Tanaman bengang memiliki beberapa kandungan senyawa kimia yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Senyawa-senyawa tersebut di antaranya [2,3,4,5,6,7,8,9,10]:
Senyawa alkaloid dan flavonoid yang terkandung dalam tanaman bengang memiliki fungsi antioksidan. Antioksidan ketika dikonsumsi berfungsi untuk mencegah proses oksidasi pada tubuh.
Proses ini dapat menghasilkan radikal bebas, yang kemudian memicu reaksi berantai yang merusak sel tubuh. Senyawa ini menjaga kesehatan sel tubuh dari kerusakan akibat proses oksidasi.
Antioksidan berperan dalam menjaga kesehatan dan mencegah beberapa penyakit. Khasiat antioksidan yaitu memperbaiki sistem saraf, mencegah penyakit degeneratif (Alzheimer dan Parkinson), mengurangi risiko kanker dan tumor, serta merawat kesehatan sel tubuh [3,4,5,6].
Di beberapa daerah, tanaman bengang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit diare. Khasiat obat tradisional ini terbukti ampuh secara turun-temurun, dan racikannya masih dipakai hingga sekarang.
Penelitian menunjukkan bahwa khasiat ini disebabkan oleh kandungan tanin pada tanaman bengang yang memiliki sifat antidiare, sehingga dapat membantu menyembuhkan penyakit diare dan gejala-gejalanya [2,9].
Selain itu, kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin pada daun tanaman bengang yang memiliki sifat antimikroba, sehingga dapat mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri yang menyebabkan penyakit diare pada tubuh [2,3,4,7].
Tanaman bengang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan ramuan herbal yang digunakan sebagai pencahar.
Pencahar adalah golongan obat-obatan yang dikonsumsi untuk membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus.
Penelitian menunjukkan bahwa zat-zat kimia yang memiliki sifat antikolinergik memiliki efek pencahar yang cukup efektif untuk mengatasi penyakit seperti sembelit atau konstipasi. Dapat disimpulkan bahwa khasiat ini disebabakan oleh adanya kandungan senyawa terpenoid pada tanaman bengang yang juga memiliki sifat antikolinergik [10].
Di beberapa daerah di Nusantara, tanaman bengang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan ramuan herbal untuk mengobati disentri. Ramuan ini telah terbukti ampuh secara turun-temurun, dan racikannya masih dipakai hingga sekarang.
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah atau lendir. Penyakit ini umumnya berlangsung 3 sampai dengan 7 hari, serta ditandai dengan gejala kram pada bagian perut, mual, muntah, serta demam.
Penelitian membuktikan bahwa khasiat ini disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid, dan saponin pada tanaman bengang. Ketiga senyawa ini memiliki sifat antimikroba dan antibakteri, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba dan membantu tubuh dalam memerangi bakteri penyebab disentri [3,4,5,7].
Sebagai tanaman herbal, tanaman bengang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisonal untuk membantu menyembuhkan penyakit gonore.
Gonore adalah salah satu jenis penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kemandulan. Penyakit ini ditandai dengan gejala keluarnya cairan nanah dari organ kelamin pria atau wanita serta rasa nyeri di area organ vital.
Penelitian membuktikan bahwa khasiat ini disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid, dan saponin pada tanaman bengang. Ketiga senyawa ini memiliki sifat antimikroba dan antibakteri, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba dan membantu tubuh dalam memerangi bakteri penyebab gonore [3,4,5,7].
Selain itu, tanaman bengang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ramuan herbal untuk membantu menyembuhkan penyakit sifilis. Di daerah-daerah pedalaman yang minim akses layanan kesehatan, obat-obatan tradisional menjadi pilihan utama untuk menyembuhkan penyakit yang diidap.
Sifilis atau raja singa adalah salah satu jenis penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Penyakit ini awalnya menimbulkan luka pada are organ vital, mulut, atau dubur. Jika tidak segera diobati, penyakit ini dapat menimbulkan gejala ruam berwarna merah di sekujur tubuh penderita.
Melalui penelitian, ditunjukkan bahwa khasiat ini disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid, dan saponin pada tanaman bengang. Ketiga senyawa ini memiliki sifat antimikroba dan antibakteri, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba dan membantu tubuh dalam memerangi bakteri penyebab sifilis [3,4,5,7].
Dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku obat-obatan tradisional, tanaman bengang berdampak positif dalam membantu tubuh memerangi mikroba atau bakteri yang menyebabkan infeksi dalam tubuh.
Penelitian menunjukkan bahwa bagian dalam tanaman bengang menjadi tempat perkembangbiakan bagi bakteri-bakteri endofit, atau bakteri yang secara khas memiliki habitat di dalam tanaman-tanaman tertentu, salah satunya yaitu tanaman bengang.
Di dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa spesies-spesies bakteri dari jenis Streptomyces sp. menghasilkan zat kimia bioaktif yang memiliki sifat antibiotik. Zat tersebut teridentifikasi sebagai zat 4-((3S,4R,5S)-3,4,5-trihydroxy-6-(hydroxymethyl) tetrahydro-2H-pyran-2-yloxy) phenazine-1-carboxylic acid [11].
Jika dilakukan penelitian lebih lanjut, zat tersebut berpotensi dijadikan sumber baru untuk pembuatan obat-obatan yang bersifat antibiotik. Obat-obatan tentunya akan dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada tubuh.
Di beberapa wilayah di Indonesia, tanaman bengang juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengatasi gigitan ular. Hal ini dapat kita temui di pedalaman Kalimantan tempat tinggal suku Dayak, di mana terdapat banyak sekali spesies ular berbisa yang mematikan di daerah yang minim akses layanan kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa khasiat ini disebabkan oleh kandungan senyawa tanin pada tanaman bengang yang memiliki sifat antihemorrhagic, sehingga dapat membantu menghentikan pendarahan yang disebabkan oleh gigitan ular [2,9].
Selain itu, kandungan senyawa terpenoid pada tanaman bengang memiliki sifat antispasmodik dan antikonvulsan, sehingga dapat mencegah munculnya gejala kontraksi atau kejang-kejang pada otot akibat gigitan ular. Senyawa ini juga memiliki sifat antikolinergik, sehingga berpotensi dapat membantu meredakan efek yang ditimbulkan oleh bisa ular terhadap sistem saraf tubuh [2,10].
Di dalam negeri, belum banyak produk ramuan herbal atau obat-obatan tradisional dari bahan baku bengang yang sudah tersertifikasi oleh Badan POM. Untuk itu, diharapkan kita lebih berhati-hati dalam memilih produk kesehatan dari bahan bengang yang aman untuk dikonsumsi.
Tanaman-tanaman yang memiliki kandungan zat kimia dengan sifat anti inflamasi dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan terhadap sistem pencernaan jika dikonsumsi.
Efek-efek tersebut meliputi rasa tidak nyaman pada perut, muntah, ataupun rasa nyeri pada bagian perut. Disarankan untuk mengonsumsi tanaman bengang yang sudah diolah dengan metode yang aman dan dalam dosis yang tepat. Jika muncul gejala diatas, stop mengonsumsi ramuan tersebut dan konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan.
Berikut ini langkah-langkah dalam mengolah tanaman bengang menjadi ramuan herbal yang berkhasiat bagi kesehatan:
Sebagai Pencahar
Mengatasi Gigitan Ular
1. SOEPADMO. A MONOGRAPH OP THE GENUS NEESIA * Blume (Bombacaceae). Herbarium Bogoriense; 1960.
2. Nasir Mahmood, Ruqia Nazir, Muslim Khan, Abdul Khaliq, Mohammad Adnan, Mohib Ullah, and Hongyi Yang. Antibacterial Activities, Phytochemical Screening and Metal Analysis of Medicinal Plants: Traditional Recipes Used against Diarrhea. Antibiotics; 2019.
3. Rajinder Pal Mittal, Vikas Jaitak. Plant-Derived Natural Alkaloids as New Antimicrobial and Adjuvant Agents in Existing Antimicrobial Therapy. Current drug targets; 2019.
4. Yixi Xie, Weijie Yang, Fen Tang, Xiaoqing Chen, Licheng Ren. Antibacterial Activities of Flavonoids: Structure-Activity Relationship and Mechanism. Current Medicinal Chemistry; 2015.
5. A. N. Panche, A. D. Diwan, and S. R. Chandra. Flavonoids: an overview. Journal of Nutritional Science; 2016.
6. Mark L Wahlqvist. Antioxidant Relevance to Human Health. Asian Pacific Journal of Clinical Nutrition; 2013.
7. Sapna Desai, D.G. Desai, Harmeet Kaur. Saponins and their biological activities. Pharma Times; 2019.
8. Joi A. Nichols and Santosh K. Katiyar. Skin photoprotection by natural polyphenols: Anti-inflammatory, anti-oxidant and DNA repair mechanisms. Archives of Dermatological Research; 2010.
9. Praveen Kumar Ashok, Kumud Upadhyaya. Tannins are Astringent. Volume 1 Issue 3. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry; 2012.
10. Simona Codruta Heghes, Oliviu Vostinaru, Lucia Maria Rus, Cristina Mogosan, Cristina Adela Iuga, and Lorena Filip. Antispasmodic Effect of Essential Oils and Their Constituents: A Review. Molecules. 2019.
11. Rina Hidayati Pratiwi, Iman Hidayat, Muhammad Hanafi, and Wibowo Mangunwardoyo. Isolation and structure elucidation of phenazine derivative from Streptomyces sp. strain UICC B-92 isolated from Neesia altissima (Malvaceae). Iranian Journal of Microbiology; 2020.