Krisis identitas dapat terjadi pada siapa saja dan pertanyaan mengenai siapa diri kita sendiri, tujuan hidup, serta nilai-nilai hidup dapat menjadi berbahaya [1,3].
Ketika pertanyaan begitu banyak dan mendalam tanpa bisa menemukan jawabannya, krisis identitas bisa berujung pada depresi [1,3].
Beberapa faktor seringkali menjadi penyebab krisis identitas, seperti [1,2,3] :
Sejumlah gejala krisis identitas yang perlu mulai diwaspadai adalah ketika diri sendiri mulai mempertanyakan [1,2,3] :
Saat krisis identitas tak lagi dalam tahap ringan, hal ini dapat memengaruhi kualitas hidup sehari-hari secara negatif [1,2,3].
Untuk itu, segera cari cara mengatasi krisis identitas agar gejala-gejala menuju depresi dapat diminimalisir [1,3].
Berikut ini adalah sejumlah opsi penanganan yang umumnya direkomendasikan oleh dokter atau terapis.
Daftar isi
Krisis identitas masih tergolong sebagai kondisi psikologis yang terganggu, oleh sebab itu penanganan terbaik adalah dengan menjalani psikoterapi [1,3,4].
Terapis dapat membantu pasien dalam mengidentifikasi masalah yang menjadi pemicu atau penyebab utama krisis identitas [1].
Setelah teridentifikasi, terapis dapat menentukan metode pendekatan apa yang terbaik untuk terapi pasien [1].
Salah satu terapi efektif adalah terapi perilaku kognitif yang bisa mengubah pikiran negatif terhadap diri sendiri menjadi lebih positif [1].
Citra diri akan lebih baik ketika dibantu oleh tenaga profesional selama proses psikoterapi [1].
Selain psikoterapi, biasanya terapis juga akan memberi obat antidepresan dan obat anticemas [1].
Tujuan meresepkan obat ini adalah agar pasien dapat meredakan kecemasan dan gejala depresi karena krisis identitas [1,5].
Mendengar kata-kata orang lain tentang diri sendiri seringkali menjadi efek besar dalam timbulnya krisis identitas [1].
Orang lain seringkali cenderung menaruh ekspektasi tinggi terhadap kita, menghakimi ketika jalan yang kita ambil tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, atau menerapkan standar mereka ke dalam diri kita.
Standar masyarakat adalah faktor eksternal yang mampu memberikan tekanan dan memicu krisis identitas seseorang [1].
Untuk itu, abaikan kata dan ekspektasi orang lain apabila hal tersebut menjadi beban bagi diri sendiri.
Percayai apa yang ingin diri kita sendiri percaya, terutama ketika menyangkut persepsi terhadap diri sendiri [1].
Ketika krisis identitas terjadi karena faktor stres dari luar seperti ini, memikirkannya terus-menerus tidak akan mengubah apapu [1]n.
Menjadi diri sendiri dengan apa yang diyakini akan membuat diri sendiri mudah merasa lebih bahagia [1].
Ketika krisis identitas terjadi, kita perlu mengambil waktu untuk mencoba menjawab sejumlah pertanyaan berikut [1].
Daripada berfokus pada ekspektasi dan kesukaan orang lain, diri kita dapat mulai mencoba mengeksplor hal-hal yang menjadi ketertarikan kita [1,3].
Pertama-tama, ketahui lebih dulu apa yang menarik minat kita selama ini; lalu, apa saja hal-hal yang tak lagi kita sukai [1,3].
Mencari hobi atau kesenangan baru akan memperjelas mengenai siapa diri kita dan apa yang paling kita cintai [1,3].
Ketika segala hal yang disukai sudah ditemukan, akan lebih mudah selanjutnya untuk memikirkan apa tujuan yang hendak dicapai [3].
Seringkali cita-cita dan tujuan tidak jauh dari ketertarikan kita tentang suatu hal [3].
Ketahui apa hal-hal yang paling membuat diri kita bahagia dan puas, sebab pada dasarnya krisis identitas juga bisa terjadi karena kita tak sadar bahwa diri sendiri tengah stres dengan hal-hal yang belum terpenuhi dalam hidup [3].
Dukungan sosial akan berdampak baik bagi seseorang yang mengalami krisis identitas [1,3].
Dukungan sosial tidak hanya bisa berasal dari anggota keluarga, teman dan pasangan [1].
Mencari dukungan dari sebuah komunitas positif, kelompok kesehatan mental, maupun kelompok yang selama ini kita kenal secara online bisa dilakukan [1,3].
Ketika diri sendiri mengalami kesulitan untuk menghadapi atau mengatasi sebuah perubahan besar, pertanyaan-pertanyaan yang meragukan diri sendiri, serta berbagai tekanan, dukungan sosial akan menjadi kekuatan [1].
Bahkan ketika faktor-faktor pemicu sudah sampai tahap berlebihan dan kita kesulitan untuk menghadapinya, tenaga kesehatan mental profesional dapat diandalkan [1,3].
Mengatasi krisis identitas artinya menemukan dan memiliki identitas diri yang kuat dan berkomitmen padanya; hal ini terbukti menjadikan seseorang lebih sehat dan bahagia [6].
Oleh sebab itu, jika gejala krisis identitas terjadi, jangan ragu untuk meminta tolong langsung kepada ahli kesehatan mental profesional sekalipun.
1. Dillon Browne, Ph.D. & Jamie Elmer. What’s an Identity Crisis and Could You Be Having One?. Healthline; 2019.
2. Sheri Jacobson. Help! Who Am I? 7 Signs That You Suffer From an Identity Crisis. Harley Therapy; 2014.
3. Kendra Cherry & Daniel B. Block, MD. What Is an Identity Crisis?. Verywell Mind; 2021.
4. H Poettgen. Clinical contribution to female identity crisis after loss of the uterus. psychotherapie psychosomatik medizinische psychologie; 1993.
5. F Cuhadaroğlu. Identity confusion and depression in groups of adolescents having psychiatric and physical symptoms. The Turkish Journal of Pediatrics; 1999.
6. Dominika Karaś, Jan Cieciuch, Oana Negru & Elisabetta Crocetti. Relationships Between Identity and Well-Being in Italian, Polish, and Romanian Emerging Adults. Social Indicators Research; 2015.