Tindakan Medis

Cuci Darah: Fungsi, Jenis, dan Prosedur

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Hadian Widyatmojo, SpPK
Ginjal merupakan organ tubuh yang amat penting. Fungsi utamanya adalah penyaring darah dari zat yang masih dibutuhkan, dan membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Apabila ginjal memiliki gangguan

Ginjal bertugas menyaring darah dengan membuang kotoran dan kelebihan cairan dari tubuh. Kotoran ini kemudian akan dikirim ke kandung kemih untuk dibuang ketika buang air kecil. [3]

Pada penderita gagal ginjal, proses ini tidak bisa lagi dilakukan secara alami oleh tubuh, sehingga harus dibantu oleh alat. Inilah yang dinamakan cuci darah.

Fungsi Cuci Darah

Ginjal yang berfungsi baik akan mencegah terjadinya penumpukan cairan, kotoran, dan limbah di dalam tubuh. Ginjal juga membantu mengendalikan tekanan darah dan mengatur kadar zat kimia dalam darah, termasuk sodium dan potassium selain mengaktifkan vitamin D untuk meningkatkan penyerapan kalsium. [2, 3]

Bila ginjal tidak bisa melakukan fungsi-fungsi tersebut akibat penyakit atau cedera, maka harus dilakukan perawatan untuk menggantikan kerja ginjal ini agar tubuh tetap bisa bekerja senormal mungkin. Tanpa cuci darah, garam dan limbah akan menumpuk dalam darah, meracuni tubuh, kemudian merusak organ-organ lainnya. [2, 3]

Bila pasien tidak melakukan transplantasi ginjal, maka proses penyaringan darah harus dibantu oleh mesin yang dikenal dengan istilah cuci darah atau dialysis. [2, 3]

Cuci darah bisa membuat pasien merasa lebih baik dan hidup lebih lama, namun proses ini tidak bisa menyembuhkan gagal ginjal. [1, 3]

Siapa yang Membutuhkan Cuci Darah?

Cuci darah dibutuhkan jika ginjal tidak lagi mampu membuang limbah dan cairan dalam jumlah yang cukup dari darah agar tubuh bisa tetap sehat. Hal ini biasanya terjadi jika fungsi ginjal yang tersisa hanya 10 hingga 15 persen saja. [5]

Pasien gagal ginjal biasanya mengalami gejala seperti mual, muntah, hilang selera makan, timbul rasa logam di lidah, berat badan naik dan pembengkakan dari penumpukan cairan, kelelahan, gatal-gatal dan kesulitan bernafas. Namun, walaupun gejala-gejala ini belum muncul, bisa saja jumlah limbah dalam darah sudah tinggi dan meracuni tubuh. [4, 5]

Ini sebabnya pemeriksaan rutin perlu dilakukan, dan dokter akan menentukan apakah pasien perlu segera melakukan cuci darah.

Jenis-Jenis Cuci Darah (Dialysis)

Ada tiga jenis metode cuci darah: [1, 2, 3]

Hemodialysis

Ini adalah jenis cuci darah yang paling umum. Prosesnya menggunakan ginjal buatan (hemodialyzer) untuk membuang limbah dan kelebihan cairan dari darah. Darah akan dikeluarkan dari tubuh menuju hemodialyzer untuk disaring, kemudian dikembalikan ke dalam tubuh dengan bantuan mesin.

Untuk mengalirkan darah ke ginjal buatan, dokter akan melakukan pembedahan kecil untuk membuat jalan masuk ke pembuluh darah, biasanya di lengan. Kemudian dua jarum akan dimasukkan; satu untuk mengalirkan darah keluar dari tubuh menuju mesin, yang lainnya untuk mengalirkan darah yang sudah dicuci kembali ke tubuh. Kedua jarum ini tersambung ke selang yang terpasang di mesin.

Mesin hemodialysis terdiri dari komputer, pompa, filter, dan larutan dialysis.

  • Mesin bertugas memonitor aliran darah, tekanan darah, serta seberapa banyak cairan yang dibuang dari tubuh selama prosedur berlangsung.
  • Pompa akan menggerakkan darah dari tubuh, menuju mesin, kemudian kembali lagi ke tubuh.
  • Filter berfungsi sebagai pengganti ginjal ketika prosedur berjalan, berbentuk tabung plastik yang terdiri dari banyak saringan kecil.
  • Membran yang mirip dengan spons memisahkan darah dari larutan dialysis. Larutan ini kemudian akan menarik limbah dan kotoran dari darah.
  • Larutan yang sudah berisi racun dan kelebihan air akan dibuang melalui selang, sementara darah yang sudah bersih dikembalikan ke tubuh.

Prosedur hemodialysis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, dan berlangsung selama 3 hingga 5 jam per prosedur. Namun, bila dibutuhkan, hemodialysis bisa dilakukan lebih serang dengan durasi yang lebih singkat.

Durasi cuci darah bisa berbeda tergantung dari ukuran tubuh pasien, jumlah limbah dalam tubuh, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan.

Hemodialysis biasanya dilakukan di rumah sakit, ruang praktek dokter, atau pusat cuci darah. Namun, bila pasien membutuhkan perawatan ini dalam jangka panjang, setelah beberapa waktu, dokter akan menyarankan cuci darah dilakukan di rumah setelah pasien dan keluarganya diberi pengarahan dan pelatihan.

Peritoneal Dialysis

Prosedur ini membutuhkan pembedahan untuk menanam (implan) kateter peritoneal dialysis (PD) di bagian abdomen. Kateter ini bertugas membantu menyaring darah melalui peritoneum, yaitu suatu membran di bagian abdomen.

Selama prosedur berlangsung, cairan khusus yang disebut dialysate akan dialirkan ke peritoneum. Cairan ini akan menyerap limbah. Begitu dialysate menarik limbah keluar dari aliran darah, kotoran akan dibuang dari abdomen.

Proses ini membutuhkan waktu beberapa jam dan harus diulang empat hingga enam kali setiap hari. Penggantian cairan dialysate bisa dilakukan saat pasien dalam keadaan tidur maupun terjaga.

Ada beberapa jenis peritoneal dialysis. Yang paling utama adalah:

  • Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Pada CAPD, abdomen pasien akan diisi kemudian dikuras beberapa kali sehari. Metode ini tidak membutuhkan mesin dan harus dilakukan saat pasien terjaga.
  • Continuous cycling peritoneal dialysis (CCPD). Metode ini menggunakan mesin untuk memutar cairan masuk dan keluar dari abdomen, biasanya dilakukan pada malam hari saat pasien tertidur.
  • Intermittent peritoneal dialysis (IPD). Prosedur ini biasanya dilakukan di rumah sakit, meskipun bisa dilakukan di rumah. IPD menggunakan mesin yang sama dengan CCPD, namun prosesnya membutuhkan waktu lebih lama.

Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)

Terapi ini umumnya digunakan di UGD untuk pasien dengan gagal ginjal akut. CRRT juga dikenal dengan istilah hemofiltration. Sebuah mesin akan mengalirkan darah melalui selang, kemudian filter akan mengeluarkan limbah dan air dari darah.

Darah akan dikembalikan ke tubuh, bersama dengan cairan pengganti. Prosedur ini berlangsung selama 12 hingga 24 jam, dan umumnya dilakukan setiap hari.

Risiko Cuci Darah

Beberapa risiko bisa dialami pasien saat terapi berlangsung, termasuk: [1, 3, 4]

Pasien terapi cuci darah bisa mengalami masalah dengan jalan keluar masuknya darah (vascular access), seperti:

  • Infeksi
  • Aliran darah tidak lancar karena ada penyumbatan dari gumpalan darah

Ini sebabnya cuci darah sebaiknya dilakukan di rumah sakit oleh petugas yang sudah terlatih

Jika hal-hal diatas terjadi, maka terapi tidak akan berlangsung dengan baik. Untuk itu, dokter perlu melakukan prosedur tambahan untuk mengganti atau memperbaiki jalan keluar dan masuknya darah.

Kadar air dan keseimbangan kimia dalam tubuh bisa mengalami perubahan mendadak saat terapi berlangsung, dan hal ini bisa menyebabkan beberapa masalah seperti:

  • Kram otot
  • Tekanan darah turun mendadak (hipotensi), yang bisa menyebabkan lemas, pusing, atau mual

Dokter bisa mengganti cairan dialysis untuk mencegah terjadinya masalah-masalah ini. Semakin lama dan semakin sering dilakukannya cuci darah, semakin berkurang juga kemungkinan terjadinya kram atau perubahan mendadak pada tekanan darah.

Pasien bisa kehilangan darah jika jarum lepas dari jalan keluar-masuknya darah atau jika selang lepas dari mesin cuci darah. Untuk mencegah terjadinya hal ini, mesin dialysis dilengkapi detektor kebocoran darah yang akan berbunyi jika terjadi masalah.

Apakah Cuci Darah Dilakukan Seumur Hidup?

Tidak semua kelainan ginjal bersifat permanen. Pada beberapa kasus gagal ginjal mendadak atau akut, cuci darah mungkin hanya dibutuhkan dalam waktu singkat hingga kondisi ginjal membaik.

Namun, jika sakit ginjal kronis berprogres menjadi gagal ginjal setelah beberapa waktu, maka itu artinya ginjal tidak akan membaik dan cuci darah akan dibutuhkan seumur hidup kecuali pasien mendapatkan cangkok ginjal. [3, 4]

Perubahan pola hidup juga harus dilakukan oleh penderita gagal ginjal, terutama asupan makanan. Bila melakukan terapi cuci darah, pasien harus membatasi asupan potassium, fosfor, dan sodium – termasuk dari jus buah dan minuman kesehatan.

Pasien juga harus mencatat asupan cairan karena terlalu banyak air bisa menyebabkan masalah bagi penderita gagal gunjal. Kandungan air yang tersembunyi bisa terdapat dalam buat dan sayur.

Terapi cuci darah membutuhkan komitmen besar dari pasien. Namun, bila dilakukan secara konsisten, bisa mengurangi kemungkinan dibutuhkannya cangkok ginjal. [4]

Pasien juga tidak perlu kuatir, karena terapi cuci darah selalu dilakukan oleh tim kesehatan yang akan selalu siap memberi dukungan, edukasi, pelatihan, dan perawatan khusus.

Bagaimana Bila Menghentikan Cuci Darah?

Jika pasien memutuskan atau mempertimbangkan untuk berhenti melakukan terapi cuci darah, maka ia harus lebih dulu berkonsultasi dengan dokter yang menanganinya. Meskipun mengentikan terapi adalah hak pasien, namun dokter tetap harus melakukan evaluasi.

Jika kondisi yang menyebabkan gagal ginjal masih belum membaik, maka menghentikan terapi cuci darah akan berujung pada kematian. [1, 2]

Jika pasien tetap ingin berhenti setelah mengetahui semua risiko yang mungkin terjadi, maka ia akan tetap mendapatkan perawatan pendukung. Tim dialysis bisa membantu pasien untuk mengembangkan rencana perawatan menjelang kondisi ginjal yang paling buruk (end-of-life care plan). [1]

1) Gayle Romancito, RN. 2018. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). Hemodialysis
2) U.S. Department of Health and Human Services. 2018. Medline Plus. Dialysis
3) Brian Krans, Ana Gotter, Carissa Stephens, RN, CCRN, CPN. 2019. Healthline. Dialysis
4) David Scott. 2016. American Association of Kidney Patients. What is Hemodialysis and How Does it Work?
5) NKF Team. 2015. National Kidney Foundation. Hemodialysis

Share