Bekam merupakan salah satu bentuk terapi atau pengobatan tradisonal yang sering dilakukan diwilayah Asia hingga Timur Tengah.[1] Dalam praktiknya, bekam dilakukan dengan menempatkan gelas atau cup khusus yang kemudian dipanaskan dengan bantuan akselerator untuk membuat hisap pada kulit. Menurut praktisi, saat udara mendingin, cangkir berkontraksi, membawa darah ke permukaan dan membuang racun.[2]
Masyarakat menggunakan terapi bekam ini untuk berbagai tujuan, seperti untuk mengurangi pegal pada tubuh, peradangan, aliran darah, relaksasi dan kesehatan, dan sebagai jenis pijatan jaringan dalam.[1]
Bekam menjadi salah satu alternatif penyembuhan bagi beberapa penyakit. Namun ternyata bekam juga berpotensi memberikan dampak yang merugikan bagi seseorang.
Daftar isi
Terapi bekam dalam praktiknya melibatkan gelas atau cup yang kadang dipanaskan dengan bantuan akselerator untuk menghisap darah kotor pada kulit. Karena melibatkan panas, luka bakar menjadi konsekuensi yang tidak diinginkan terutama jika bekam tidak dilakukan dengan benar.[2]
Seperti kasus yang menimpa pasien berusia 34 tahun yang mendapatkan luka bakar selama prosedur bekam untuk pengobatan flunya. Sebuah wadah berisi minuman beralkohol telah tumpah ke tungkai kanan atas dan sisi kanan pasien selama prosedur dan terbakar. Hal ini menyebabkan luka bakar total luas permukaan tubuh (TBSA) 5%, yang semuanya merupakan luka bakar ketebalan dermal parsial superfisial.[2] [3]
Lalu kemudian peneliti melakukan studi lanjutan, dimana studi ini meneliti lebih dari 18.700 pasien yang terdaftar di Burns Registry Australia dan Selandia Baru selama periode tujuh tahun (2009-2016).[3] Hasilnya, sebanyak 20 pasien dengan usia rata-rata 48 tahun telah menderita luka bakar terkait bekam, termasuk luka bakar api ketika alkohol atau akselerator lainnya dinyalakan.[3]
Bekam dapat menyebabkan pecahnya kapiler (pembuluh darah kecil) di lapisan papiler dermis kulit, yang kemudian menimbulkan petechia dan purpura.[4] Petechia dan purpura akan memunculkan bintik kecil berwarna merah atau ungu (1–2 mm) pada kulit atau konjungtiva, yang disebabkan oleh pendarahan kecil dari pembuluh darah kapiler yang pecah.[5] [6] Tanda-tanda ini terkadang disalahartikan sebagai bekas dari kekerasan terhadap anak ketika bekam dilakukan pada anak-anak.[4]
Bekam sering menimbulkan bekas pada kulit. Salah satunya yakni timbulnya memar pada saat bekam, akibat darah yang dibawa ke permukaan.[7] Memar disebabkan ketika pembuluh darah kecil rusak atau pecah akibat trauma pada kulit (baik itu menabrak sesuatu atau memukul diri sendiri dengan palu).[8] Area tonjolan atau memar yang menonjol disebabkan oleh kebocoran darah dari pembuluh darah yang terluka ini ke dalam jaringan serta dari respons tubuh terhadap cedera.[8]
Proses terapi bekam yakni melibatkan darah yang dibawa ke permukaan kulit. Hal ini akan mempengaruhi kinerja dan bentuk pembuluh darah.[9] Sehingga, untuk pasien dengan gangguan pendarahan seperti hemofilia atau yang sedang dirawat dengan antikoagulan, bekam mungkin bukan pilihan pengobatan terbaik.[7] Orang dengan kondisi ini harus mendiskusikan pro dan kontra pengobatan dengan ahli akupunktur atau dokter mereka sebelum menerima bekam.[7]
Selain memberikan bekas hingga luka bakar pada kulit, ternyata walaupun jarang terjadi, ada sebuah kasus efek samping bekam yang telah dilaporkan yakni pendarahan di dalam tengkorak. Hal tersebut terjadi setelah pasien melakukan bekam di kulit kepala.[9]
Munculnya pendarahan didalam tengkorak kepala ini dalam dunia medis disebut dengan Hematoma intrakranial.[10] Kondisi ini terjadi dimana adanya kumpulan darah di dalam tengkorak. Hal ini sering disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam otak.[10] Pengumpulan darah bisa terjadi di dalam jaringan otak atau di bawah tengkorak, yang kemudian bisa menekan otak.[10]
Dalam kasus cedera kepala yang ringan, hematoma intrakranial ini hanya menyebabkan hilangnya kesadaran sebentar. Akan tetapi, kondisi ini juga bisa berpotensi mengancam jiwa.[10]
Bekam menimbulkan berbagai efek samping yang tidak dapat dicegah. Efek samping tersebut diantaranya meliputi sakit kepala, pusing, kelelahan, mual, hingga mengalami serangan vasvogal.[11] Serangan vasvogal ini merupakan penyebab paling umum seseorang mengalami pingsan.[12] Ini terjadi ketika pembuluh darah terbuka terlalu lebar dan/atau detak jantung melambat, menyebabkan kurangnya aliran darah ke otak untuk sementara.[12]
Pada sebuah penelitian yakni mengenai hijamah atau bekam basah yang sering dilakukan di banyak negara Muslim, menunjukkan bahwa praktik terapi ini membawa risiko yang signifikan terhadap infeksi yang ditularkan melalui darah, termasuk HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.[13]
Hal ini bisa terjadi jika bekas alat-alat bekam yang telah digunakan sebelumnya oleh penderita penyakit tersebut tidak dibersihkan hingga steril. Sehingga kemungkinan alat bekam tersebut akan membawa virus penyakit ke pengguna lain.[13]
Terapi bekam ternyata juga dapat menyebabkan stroke hemoragik.[14] Stroke hemoragik ialah terjadi karena pendarahan ke otak akibat pecahnya pembuluh darah.[15] Adanya penemuan ini didasarkan pada studi kasus seorang pasien yang mengalami stroke hemoragik setelah menjalani bekam di daerah serviks.[14]
Hal tersebut terjadi dengan adanya peningkatan tekanan darah yang akut. Tegangan radial tarik yang dihasilkan oleh bekam berpotensi memfasilitasi pengembangan diseksi dengan adanya robekan intima. Selain itu, kemungkinan adanya inklusi mikro dapat mengintensifkan konsentrasi tegangan lokal untuk lapisan tipis.[14]
Langkah untuk menghindari terjadinya efek samping terapi bekam
Perlu bagi kita untuk melakukan langkah pengendalian untuk mencegah infeksi dari terapi bekam. Salah satunya dengan mencuci tangan dan memakai peralatan pelindung yang sesuai (sarung tangan, kacamata pelindung, masker, dll) untuk mencegah penyebaran infeksi. Selain itu juga memastikan kebersihan tempat dan alat yang digunakan selama perawatan terapi bekam agar tetap steril.[11]
Bagi ibu hamil atau penderita penyakit tertentu, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum melakukan terapi bekam. Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan untuk mengevaluasi apakah pasien memiliki kelainan lain yang akan menghambat atau bertentangan dengan pengobatan.[11]
[1] Melinda Ratini. Webmd.com. Cupping Therapy. 2015
[2] Anonim. alfredhealth.org.au. New research reveals dangers of cupping. 2017
[3] Marc A Seifman, K Skaria Alexander, Cheng H Lo and Heather Cleland. Cupping: the risk of burns. The Medical Journal of Australia; 2017
[4] Evelyn Lily and Roopal V Kundu. Dermatoses secondary to Asian cultural practices. International journal of dermatology vol. 51,4; 2012
[5] Vinay Kumar, Abul K Abbas, Jon C Aster, James A Perkins. Robbins Basic Pathology. Philadelphia, PA; 2017
[6] Anonim. dermatology.ucsf.edu. Purpura Modul. 2013.
[7] Anonim. medicinenet.com. Cupping Therapy. 2019
[8] Anonim. my.clevelandclinic.org. Bruises. 2020
[9] Anonim. nccih.nih.gov. Cupping. 2018
[10] Anonim. Mayoclinic.org. Intracranial hematoma. 2020
[11] Shabi Furhad and Abdullah A. Bukhari. Cupping Therapy. StatPearls Publishing; 2021
[12] Steven Kang MD & Lu Cunningham. cedars-sinai.org. Vasovagal Syncope. 2021
[13] Abdul Rehman, Noor Ul-Ain Baloch & Muhammad Awais. American Journal of Infection Control. Practice of cupping (Hijama) and the risk of bloodborne infections. 2014
[14] Stavia B Blunt. Heow Pueh Lee. Can traditional "cupping" treatment cause a stroke?. Medical hypotheses; 2010
[15] Ajaya Kumar A. Unnithan & Parth Mehta. Hemorrhagic Stroke. StatPearls Publishing. 2021