Penyakit & Kelainan

Gangguan Makan Pica; Definisi, Penyebab, dan Cara Mengatasi

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pica adalah gangguan makan yang menyebabkan penderitanya memakan benda-benda yang secara umum dianggap bukan makanan dan tidak mengandung nilai gizi, seperti tanah, es batu, rambut, bahkan cat yang terkelupas.

Mengenal Gangguan Makan Pica

Buku acuan diagnostik dan statistik gangguan mental edisi ke-5 (DSM-5) menyebutkan bahwa pica adalah dorongan untuk memakan benda-benda yang bukan makanan dan tidak bergizi yang berlangsung setidaknya selama satu bulan. [3, 4]

Istilah ini diambil dari “pica-pica”, bahasa Latin untuk burung magpie. Burung ini dikenal suka mengumpulkan dan memakan berbagai benda karena keingintahuannya.

Pada penderita gangguan makan pica, benda-benda yang dimakan bisa berbeda-beda, termasuk tanah, tepung kanji, es batu, batu bara, abu, kertas, kapur, kain, bedak bayi, bubuk kopi, dan cangkang telur. Tetapi, ada juga yang memakan potongan logam atau cat yang terkelupas. Pada kasus yang terakhir, gangguan ini bisa mengakibatkan keracunan. [1, 2, 3, 4]

Meskipun pica paling sering tampak pada anak-anak, tetapi gangguan ini juga umum terjadi pada orang dengan keterbelakangan mental. Pada wanita, kondisi ini biasanya terjadi saat hamil. Pada anak-anak dan wanita hamil, gangguan ini biasanya bersifat sementara.

Pica biasanya terjadi sebagai gangguan yang berdiri sendiri, artinya tidak berkaitan dengan penyakit lain. Tetapi ada beberapa kasus dimana pica muncul bersamaan dengan schizoprenia, OCD (obsessive-compulsive disorder), dan trikotilomania (gangguan yang menyebabkan kebiasaan mencabuti rambut). [4]

Pica hanya bisa didiagnosa pada pasien yang usianya diatas 2 tahun, karena dibawah usia ini memakan benda-benda yang bukan makanan bukanlah sesuatu yang secara klinis dianggap tidak wajar. [4]

Gejala-Gejala Gangguan Makan Pica

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengenali gangguan pica adalah sebagai berikut, tetapi gejala-gejala ini harus berlansung selama setidaknya satu bulan untuk bisa dikategorikan sebagai gangguan: [2, 4]

  • Terus menerus makan benda-benda yang bukan makanan dan tidak memberikan nilai gizi.
  • Benda yang dimakan bukanlah bagian dari budaya atau praktek norma sosial (misalnya, beberapa budaya menyarankan konsumsi tanah liat sebagai obat).
  • Benda-benda yang dimakan cenderung berubah seiring pertambahan usia dan ketersediaan. Termasuk kertas, sabun, kain, rambut, benang, tanah, kapur, bedak, cat, karet, logam, kerikil, batu bara, abu, tanah liat, kanji, atau es.
  • Tindakan memakan benda-benda ini secara jelas tidak sesuai dengan perkembangan usia. Pada anak-anak dibawah usia dua tahun, memasukkan benda ke mulut adalah bagian normal dari perkembangan, karena mereka sedang mengeksplorasi indera-inderanya. Diatas usia itu, memakan benda-beda yang bukan makanan bisa dianggap sebagai gangguan.
  • Secara umum, orang yang mengalami gangguan makan pica masih tetap mengonsumsi makanan normal seperti biasa.

Penyebab Gangguan Makan Pica

Kondisi ini biasanya terjadi karena beberapa sebab. Pada beberapa kasus, kekurangan zat besi, zinc, atau nutrisi lain bisa berkaitan dengan terjadinya pica. Misalnya, anemia, yang biasanya diakibatkan oleh kekurangan zat besi, bisa menjadi penyebab timbulnya pica pada wanita hamil.

Keinginan untuk makan sesuatu yang tidak wajar biasanya adalah tanda bahwa tubuh sedang berusaha meningkatkan nutrisi tertentu yang kadarnya dianggap rendah.

Orang-orang dengan gangguan mental tertentu, misalnya schizophrenia dan OCD, biasanya mengalami pica sebagai mekanisme pertahanan diri. [1, 4]

Beberapa orang bahkan mungkin menikmati dan menginginkan tekstur atau rasa tertentu dan benda-benda yang bukan makanan. Pada beberapa kebudayaan, memakan tanah liat adalah hal yang secara sosial dianggap wajar. Pica jenis ini disebut geophagia. [1]

Diet dan kekurangan gizi juga bisa mengakibatkan pica. Pada kasus-kasus seperti ini, makan benda-benda yang bukan makanan bisa membantu menimbulkan rasa kenyang.

Meskipun penyebab pasti dari terjadinya Pica masih belum diketahui, tetapi beberapa faktor risiko berikut bisa meningkatkan kemungkinan berkembangnya gangguan makan ini:

  • Stress
  • Faktor-faktor budaya
  • Mencontoh tindakan orang lain (learned behavior)
  • Status sosioekonomi yang rendah
  • Gangguan kesehatan mental
  • Kekurangan gizi
  • Penelantaran pada anak
  • Kehamilan
  • Epilepsi

Komplikasi yang Bisa Terjadi

Ada banyak potensi komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh pica, seperti: [1, 3, 4]

  • Beberapa benda, misalnya cat yang terkelupas, mengandung timah atau zat beracun lainnya. Bila dimakan, akan mengakibatkan keracunan, pada anak-anak bisa meningkatkan risiko terjadinya kesulitan belajar dan kerusakan otak. Ini adalah efek samping dari pica yang paling mengkhawatirkan dan berpotensi menyebabkan kematian.
  • Memakan benda-benda yang bukan makanan bisa menganggu pola makan sehat, yang kemudian akan menyebabkan kekurangan gizi.
  • Memakan benda-benda yang tidak bisa dicerna, misalnya batu, bisa menyebabkan sembelit atau penyumbatan saluran cerna, termasuk usus. Selain itu, benda-benda yang keras atau tajam (misalnya paperclip atau potongan logam)bisa menyebabkan robeknya dinding esofagus atau usus.
  • Bakteri atau parasit dari tanah atau benda-benda lain bisa menyebabkan infeksi serius. Beberapa jenis infeksi bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal atau hati.

Diagnosa

Hingga saat ini belum ada tes khusus untuk pica. Dokter akan mendiagnosa kondisi ini berdasarkan riwayat kesehatan dan beberapa faktor lainnya.
Pasien juga baru bisa didiagnosa bila kebiasaan makan yang tidak wajar ini sudah berlangsung selama setidaknya satu bulan. [1, 4]

Jika seseorang diduga mengalami gangguan makan pica, maka evaluasi medis perlu dilakukan untuk mencari tahu apakah ia menderita anemia, penyumbatan usus, atau potensi keracunan dari benda-benda yang sudah dimakannya.

Jika gejala-gejalanya ada, maka dokter akan melakukan evaluasi melalui pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Dokter juga mungkin akan menggunakan beberapa jenis tes, seperti X-ray dan tes darah. [1, 4]

Dokter juga akan memeriksa apakah terjadi infeksi akibat memakan benda-benda yang terkontaminasi bakteri atau organisme lainnya.

Sebelum menegakkan diagnosa pica, dokter akan mengevaluasi ada tidaknya gangguan lain, seperti keterbelakangan mental, gangguan perkembangan, atau OCD yang bisa menjadi penyebab dari kebiasaan makan yang tidak wajar. [1, 4]

Perawatan dan Pengobatan

Pengobatan yang paling awal untuk pica adalah memperbaiki kekurangan mineral atau gizi, jika terjadi. Pada kebanyakan kasus, kebiasaan makan yang mengkhawatirkan akan hilang bersamaan dengan membaiknya kadar mineral dan gizi dalam tubuh.

Jika gangguan makan bukan disebabkan oleh kekurangan gizi atau tidak berhenti bahkan setelah perbaikan gizi, maka perawatan lanjutan akan dibutuhkan.

Para ahli di bidang autisme telah mengembangkan beberapa intervensi yang efektif, termasuk membelokkan perhatian pasien dari benda-benda yang ingin dimakannya serta memberi reward atau hadiah bila mereka berhasil membuang atau meninggalkan benda-benda tersebut. [2, 4]

Selain itu, karena risiko komplikasi medis (seperti keracunan) juga berhubungan dengan pica, maka pengawasan medis secara intensif penting untuk dilakukan sepanjang masa perawatan.

Selain itu, dokter juga harus bekerja sama dengan tim ahli kesehatan mental untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kasus perawatan kasus-kasus yang kompleks. [3]

Tidak ada obat-obatan yang secara spesifik ditujukan untuk perawatan pica. Meskipun ada beberapa laporan kecil mengenai penggunaan antipsikotik untuk meredakan tindakan pica, namun obat-obatan ini juga bisa menyebabkan sembelit dan efek samping lainnya. [4]

Bisakah Gangguan Makan Pica Dicegah?

Tidak ada cara tertentu untuk mencegah terjadinya pica. Namun, perhatian yang hati-hati atas kebiasaan makan seseorang serta pendampingan atas anak yang diketahui suka memasukkan benda-benda ke mulut bisa membantu pengenalan atas kelainan ini sebelum ia menimbulkan komplikasi. [3]

1. Gretchen Holm, Karen Gill, M.D. Everything You Need to Know About Pica. Healthline; 2019.
2. National Eating Disorder Association. PICA. National Eating Disorders.
3. Smitha Bhandari, MD. Mental Health and Pica. Web MD; 2019.
4. Yasser Al Nasser, Erind Muco, Ali J. Alsaad. Pica. Stat Pearls; 2020.

Share