Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Hipospadia adalah kelainan kongenital (bawaan lahir) dimana lubang uretra berada di bagian bawah penis dan bukannya di ujung. Lubang uretra dapat berada di bagian kepala penis, di bagian tengah atau dasar
Daftar isi
Hipospadia merupakan sebuah kondisi kelainan bawaan pada bayi laki-laki di mana letak lubang kencingnya tidak normal [1,2,3,4,5,6].
Jika normalnya, ujung penis merupakan lokasi uretra, bayi laki-laki penderita hipospadia lahir dengan kondisi uretra yang letaknya di bagian bawah penis.
Kelainan bawaan ini akan menyulitkan anak ketika sudah bertumbuh dewasa, khususnya dalam hal berhubungan seksual dan juga setiap melakukan buang air kecil.
Tinjauan Hipospadia adalah sebuah kelainan bawaan di mana letak lubang kencing pada bayi laki-laki baru lahir tidaklah normal.
Penyebab hipospadia hingga kini belum diketahui secara pasti, namun kelainan bawaan ini dapat dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti :
Kelainan bawaan pada bayi selalu terkait erat dengan kondisi faktor genetik [1,2,3].
Variasi gen tertentu dapat menjadi faktor yang meningkatkan risiko gangguan hormon yang mendukung pembentukan alat genital pada bayi laki-laki.
Bayi yang lahir dari keluarga yang memiliki riwayat hipospadia tentu akan memiliki risiko lebih tinggi untuk lahir dengan kondisi yang sama [1].
Terutama jika ayah atau kakek pernah mengalami kelainan bawaan ini, seorang bayi laki-laki berpotensi lebih besar dalam mengalami hipospadia.
Para ibu hamil yang kerap terpapar zat kimia tertentu dalam kadar tinggi dapat meningkatkan risiko gangguan pada janin [1,3].
Salah satu contoh paparan zat kimia yang mampu mengganggu perkembangan janin adalah pestisida, walau memang hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dan proses melahirkan di usia 35 tahun ke atas dapat membahayakan janin [4].
Hal ini dapat berpengaruh pada peningkatan risiko hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir dari wanita dengan usia lebih dari 35 tahun.
Seorang bayi laki-laki dapat mengalami hipospadia karena perkembangan uretra atau saluran lubang kencingnya tidak sempurna selama berada di dalam kandungan.
Tak hanya bagian uretra, kulup penis juga mengalami perkembangan secara tidak sempurna selama kehamilan sang ibu.
Penting juga untuk mengetahui bahwa hipospadia merupakan sebuah kondisi yang dapat terjadi sebagai efek dari hormon pembentuk uretra yang mengalami gangguan.
Dari beberapa faktor risiko yang telah disebutkan, diketahui bahwa tidak hanya faktor genetik namun faktor lingkungan turut berperan dalam memicu hipospadia.
Tinjauan Penyebab hipospadia belum diketahui secara pasti, namun faktor genetik, paparan zat kimia selama hamil, riwayat kesehatan keluarga, dan bersalin di usia 35 tahun lebih dapat meningkatkan risikonya.
Penderita hipospadia tidak selalu mengalami gejala yang sama, namun satu gejala yang pasti dan paling utama adalah letak lubang kencingnya yang abnormal.
Sebagian besar kasus hipospadia menyebabkan letak lubang kencing justru di bagian bawah batang penis atau kepala penis.
Pada sejumlah kasus hipospadia lainnya (sangat langka), lubang kencing justru terletak pada area buah zakar atau skrotum.
Karena posisi lubang kencing yang tak wajar tersebut, sejumlah gejala dapat terjadi, yaitu seperti berikut [1,3] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Para orang tua yang menyadari bahwa sang anak lahir dengan kelainan bawaan hipospadia, sebaiknya segera periksakan.
Jika dari hasil pengamatan orang tua menemukan bahwa letak lubang kencing bayi tidak normal, segera konsultasikan dengan dokter.
Terlebih bila buang air kecil bermasalah, tentu orang tua akan jauh lebih mudah menyadarinya; hal ini sebaiknya segera diperiksa dan ditangani.
Tinjauan Letak lubang kencing yang tidak seperti normalnya menjadi gejala utama hipospadia. Hal ini biasanya disertai dengan kondisi penis melengkung ke bawah, kulup menutupi hanya bagian atas kepala penis, serta percikan tak normal pada urine yang keluar saat buang air kecil.
Untuk memeriksa bayi laki-laki yang diduga mengalami hipospadia, umumnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik [1].
Jika memang diperlukan, dokter kemungkinan besar akan merujukkan ke ahli urologi anak untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Selain pemeriksaan fisik, tentunya dokter perlu menggunakan metode lainnya untuk memeriksa kondisi pasien secara menyeluruh.
Beberapa tes penunjang yang kemungkinan akan dilakukan antara lain adalah tes genetik dan tes pemindaian [5].
Kedua tes tersebut bertujuan mengetahui adalah faktor genetik yang berpengaruh, sekaligus mengetahui kondisi di dalam tubuh pasien.
Tinjauan Pemeriksaan fisik umumnya dilakukan yang diikuti dengan tes genetik atau tes pemindaian untuk memastikan kondisi pasien.
Hipospadia merupakan kondisi yang sebenarnya pada kebanyakan kasus tidaklah terlalu serius atau berbahaya.
Bahkan dengan kelainan dan letak lubang kencing abnormal, hipospadia tidak perlu diatasi dengan prosedur bedah pada beberapa kasus.
Hanya saja, bila dokter merasa bahwa kondisi pasien memerlukannya, dokter akan merekomendasikannya.
Prosedur operasi hanya akan dianjurkan oleh dokter ketika bayi sudah memasuki usia 6 hingga 12 bulan untuk dikatakan aman [1,2,3,4,5].
Operasi biasanya hanya dilakukan sekali, namun pada beberapa kasus prosedur bedah harus dijalani pasien beberapa kali.
Operasi beberapa kali hanya dianjurkan ketika kelainan benar-benar serius dan tujuan operasi ini adalah untuk memperbaiki kecacatan.
Seberapa efektifkah operasi dalam menangani hipospadia?
Tingkat keberhasilan operasi untuk menangani hipospadia tergolong tinggi.
Ini karena terbukti bahwa penis pasien kembali normal usai menjalani operasi.
Bayi laki-laki yang telah menempuh operasi akan tumbuh dewasa tanpa ada masalah lagi karena proses reproduksi dan bahkan buang air kecil dapat dilakukan dengan normal.
Adakah efek samping dari operasi untuk hipospadia?
Karena tingkat keberhasilan operasi hipospadia sangat tinggi, maka sangat jarang efek samping yang terjadi pada pasien.
Meski begitu, bukan berarti bahwa operasi ini dijamin selalu aman sepenuhnya bagi pasien.
Beberapa kondisi dapat terjadi sebagai dampaknya, seperti luka operasi yang sulit sembuh atau terdapat bekas luka akibat operasi.
Pada beberapa kasus operasi hipospadia lainnya, sebuah lubang atau fistula dapat berkembang pasca operasi, tepatnya di bagian bawah penis.
Hal ini dapat mengakibatkan kebocoran urine karena lubang tersebut justru berada di saluran kencing yang baru dibentuk.
Jika terjadi beberapa bentuk komplikasi seperti hal tersebut, maka biasanya dokter akan merekomendasikan prosedur bedah kembali.
Prosedur bedah kali ini adalah untuk memperbaiki dan mengatasi kondisi komplikasi yang dialami pasien.
Usai menjalani prosedur operasi, tentu saja para orang tua masih harus membawa anaknya ke dokter ahli urologi anak untuk pengecekan kesehatan rutin.
Pemeriksaan rutin dapat dilakukan saat anak sudah latihan buang air kecil dan pada masa pubertas.
Pengecekan kondisi pasca operasi ini dilakukan untuk benar-benar dapat memastikan bahwa pasien sembuh dengan baik serta meminimalisir kemungkinan-kemungkinan komplikasi.
Tinjauan Prosedur operasi dan pemantauan pasca operasi menjadi metode pengobatan yang umumnya diperlukan oleh pasien hipospadia.
Hipospadia yang tidak segera mendapat penanganan dapat menimbulkan sejumlah komplikasi saat anak semakin tumbuh besar.
Beberapa hal yang para orang tua perlu perhatikan dapat menjadi bahaya komplikasi bagi anak di kemudian hari adalah [1] :
Hipospadia dapat dicegah khususnya pada sebelum dan masa kehamilan dengan pemeriksaan genetik maupun gaya hidup yang sehat [6].
Untuk mengurangi risiko bahaya pada perkembangan janin selama di dalam kandungan, bumil perlu memerhatikan beberapa hal berikut :
Tinjauan Pencegahan hipospadia dapat dilakukan ketika seorang wanita sedang dalam masa kehamilan. Untuk menurunkan risiko gangguan perkembangan janin (seperti hipospadia), ibu hamil perlu menghindari aktivitas merokok, konsumsi alkohol, dan paparan zat kimia apapun. Memeriksa kondisi kehamilan rutin dan makan makanan bergizi juga sangat membantu.
1. Alvaro E. Donaire & Magda D. Mendez. Hypospadias. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Bambang S. Noegroho, Safendra Siregar, dan Irfan Firmansyah. Karakteristik Pasien Hipospadia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Tahun 2015-2018. Jurnal Universitas Padjajaran; 2017.
3. H. J. R. van der Horst & L. L. de Wall. Hypospadias, all there is to know. European Journal of Pediatrics; 2017.
4. Juan Carlos Jorge, PhD, Marcos Raymond Pérez-Brayfield, MD, Camille M. Torres, BS, Coriness Piñeyro-Ruiz, MS, & Naillil Torres. Age of the mother as a risk factor and timing of hypospadias repair according to severity. HHS Public Access; 2016.
5. Aurore Bouty, Katie L. Ayers, Andrew Pask, Yves Heloury, & Andrew H. Sinclair. The Genetic and Environmental Factors Underlying Hypospadias. HHS Public Access; 2016.
6. Laurence S Baskin, M.D. “Can We Prevent Hypospadias?” HHS Public Access; 2009.