Daftar isi
Kriptorkismus merupakan sebuah kondisi di mana bayi laki-laki tidak memiliki testis saat lahir; ketiadaan testis bisa salah satu saja atau justru keduanya [1,2,3,4].
Testis sendiri merupakan istilah untuk buah zakar pada kantong skrotum [1,2,3,4].
Undescended testis adalah istilah lain untuk kriptorkismus, yakni kondisi testis tak turun yang lebih berisiko terjadi pada bayi laki-laki yang lahir prematur [1,2,3,4].
Testis pada janin atau calon bayi terbentuk dalam dua fase, yakni fase awal kehamilan dan fase 7 bulan kehamilan [2].
Pada awal kehamilan, pembentukan dan perkembangan testis bayi di dalam kandungan terjadi di rongga perut [2].
Hormon androgen dalam hal ini berperan vital sebagai yang memengaruhi terbentuk sempurnanya testis dan di trimester awal biasanya juga pembentukan testis tidak mengalami masalah [2].
Fase berikutnya adalah saat kehamilan berusia 7 bulan, yakni ketika pembentukan testis sudah jadi dan bertahap turun dari rongga perut [2].
Proses turunnya testis secara perlahan ini terjadi melalui saluran inguinal ke skrotum; saluran tersebut ada pada selangkangan [2].
Kriptorkismus adalah suatu kelainan atau gangguan pembentukan testis yang dapat terjadi pada fase kedua karena terlambat turun [1,2].
Normalnya, testis turun melalui saluran inguinal, namun pada kriptorkismus, testis yang telah terbentuk justru terjebak berada di saluran inguinal [2].
Testis bisa saja sempat turun sebelumnya, namun berpotensi naik lagi ke saluran inguinal, atau bisa jadi keterlambatan penurunan testis dikarenakan testis ada di tempat yang salah [2].
Hanya saja, tidak semua kasus kriptorkismus terjadi pada fase kedua, ada pula yang terjadi pada fase pertama walau sangat jarang [2].
Pada kasus yang terjadi di fase pertama, kelainan pembentukan testis menjadi alasan utama mengapa testis tidak ditemukan di skrotum [2].
Meski demikian, penyebab kriptorkismus belum diketahui secara pasti; namun dugaan kuat mengarah pada faktor lingkungan dan genetik yang mampu meningkatkan risiko kriptorkismus [1,2,3,4].
Berikut ini merupakan sejumlah faktor peningkat risiko kriptorkismus pada kelahiran bayi laki-laki yang perlu diwaspadai [1,2,3,4] :
Pada tubuh pria, salah satu sistem reproduksi yang terpenting adalah sepasang kelenjar testis yang berfungsi sebagai penghasil hormon testosteron dan sperma [1,2,3].
Normalnya, testis akan turun dan dalam kondisi menggantung tepat di bawah perut, berbentuk menyerupai telur yang dilapisi skrotum (kantung kulit) dan bertekstur lembut [1,2,3,4].
Testis berlokasi tepat di belakang penis dan di tengah pangkal paha.
Namun pada kasus kriptorkismus di mana terjadi kelainan pada pembentukan dan perkembangan testis, maka testis baik salah satu atau keduanya tidak ada pada bagian dalam skrotum [1,2,3,4].
Hal ini akan terdeteksi biasanya saat bayi laki-laki baru lahir [1,3,4].
Dokter biasanya langsung mengetahuinya dengan melihat atau meraba bagian skrotum bayi; kriptorkismus bisa terdeteksi saat bayi baru lahir maupun setelah bayi berusia beberapa bulan dan dilakukan pemeriksaan rutin [1,3,4].
Meski salah satu atau kedua testis tidak ada, anak tidak mengalami nyeri maupun masalah berkemih [1].
Selain dari ketiadaan testis di dalam skrotum, tidak ada tanda lain dari kriptorkismus [1].
Namun, kondisi ini tetap memerlukan penanganan secepatnya, sebab semakin anak tumbuh dewasa tanpa ada penanganan bagi kondisi tersebut maka bisa berakibat pada produksi sperma yang terganggu [1].
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Para orang tua khususnya jika dokter pada awal kelahiran anak tidak langsung mendeteksi adanya kelainan testis perlu memerhatikan kondisi perkembangan organ tubuh anak.
Segera bawa anak ke dokter apabila menjumpai anak mengalami ciri kriptorkismus.
Ketika testis tak turun juga sampai anak memasuki usia 6 bulan, maka kondisi ini harus segera mendapat penanganan sebelum komplikasi berkembang.
Untuk mengetahui apakah bayi mengalami kelainan, pemantauan perlu dilakukan dengan membawa anak melakukan pemeriksaan rutin, khususnya jika bayi lahir prematur atau berat badannya saat lahir terlal rendah.
Bayi memasuki usia 3 sampai 5 hari perlu diperiksakan, yang selanjutnya bisa memeriksakan bayi sebulan sekali.
Dalam proses pemeriksaan atau diagnosis, dokter biasanya melakukan beberapa hal sebagai berikut.
Dokter akan bertanya kepada orang tua pasien mengenai gejala apa saja yang dialami oleh anak [1].
Dokter juga akan mengumpulkan informasi seputar kondisi kesehatan pasien dan keluarga pasien [1].
Dokter perlu mengetahui riwayat penyakit apa saja yang mungkin pernah dialami anak maupun sang orang tua [1].
Pemeriksaan fisik akan dilakukan oleh dokter dengan cara mengecek bagian skrotum dan testis, lalu juga merabanya agar mampu memastikan adanya kelainan [1].
Seringkali pemeriksaan fisik dengan melihat dan meraba bagian skrotum dan testis saja belum cukup [1,3].
Pada sebagian kasus, cara ini tak dapat mendeteksi adanya kondisi kriptorkismus [1,3].
Oleh sebab itu, laparoskopi akan dokter lakukan sebagai tes penunjang, yakni dengan memasukkan selang yang sudah dilengkapi kamera pada ujungnya [1,3].
Setelah membuat sayatan kecil pada perut si kecil, baru dokter memasukkan selang tersebut supaya letak testis terdeteksi [1,3].
Tes penunjang lain yang kemungkinan diperlukan adalah tes darah, yakni untuk mengetahui kadar hormon yang berhubungan dengan ketiadaan testis pada bagian dalam skrotum [1].
Pemeriksaan MRI atau USG merupakan tes pemindaian yang dokter akan terapkan agar mampu melihat gambaran testis dalam tubuh bayi [1,3].
Selain gambaran testis lebih detail, dokter melalui kedua tes pemindaian ini dapat mendeteksi posisi testis secara pasti [1,3].
Kriptorkismus pada dasarnya merupakan sebuah kondisi kelainan testis yang bisa ditangani, terutama jika terdeteksi sedini mungkin.
Testis pada bayi sebelum menginjak usia 6 bulan sebenarnya masih berpeluang untuk turun tanpa bantuan medis.
Maka biasanya, pemantauan harus dilakukan dengan meminta orang tua bayi memeriksakan bayi mereka secara rutin sebulan sekali.
Namun jika masuk usia 6 bulan atau lebih tidak ada tanda-tanda testis turun, dokter akan memutuskan mengambil tindakan medis [1,3].
Berikut ini adalah metode pengobatan untuk anak usia 6-18 bulan penderita kriptorkismus [1,3] :
Cara penanganan ini bukan solusi wajib untuk setiap kasus kriptorkismus, hanya saja dokter akan merekomendasikannya bila memang diperlukan [1,2,5].
Pada sebagian kecil penderita kriptorkismus, terapi suntik hormon hCG (human chorionic gonadotropin) diberikan dengan tujuan sebagai perangsang testis agar bisa turun ke dalam skrotum [1,2,5].
Metode penanganan kriptorkismus satu ini jauh lebih umum digunakan, yakni sebuah tindakan bedah agar dokter bisa membuat testis pindah ke dalam skrotum [1,2,3,4,5,6].
Dokter pada prosedur ini akan membuat sayatan di area perut atau selangkangan anak [1,2,3,4,5,6].
Melalui sayatan tersebut, dokter akan memindahkan testis lalu memosisikannya tepat di dalam skrotum [1,2,3,4,5,6].
Terkadang laparoskopi juga dibutuhkan sebagai langkah pemindahan testis ketika testis lebih tinggi atau mencapai area perut [1,2,3,4,5,6].
Dokter masih harus melakukan tes hormon dan menerapkan USG setelah bayi menempuh operasi.
Pemantauan dengan pemeriksaan tersebut perlu dilakukan berkalan supaya testis dipastikan dalam posisi dan fungsi yang normal.
Bagaimana prognosis kriptorkismus?
Prognosis kriptorkismus pada dasarnya sangat baik, terutama ketika bayi laki-laki yang baru lahir dan mengalami kondisi ini segera terdeteksi [1].
Ketika terdeteksi sangat dini dan penanganan langsung dokter berikan, maka hal ini akan meningkatkan peluang prognosis baik [1].
Hanya saja, tetap terdapat beberapa risiko yang bisa terjadi pada penderita kriptorkismus, seperti fungsi sel Leydig yang berkurang, konsentrasi sperma yang berkurang sebanyak 28% daripada pria normal, hipofungsi testis, dan volume testis yang lebih kecil [1].
Beberapa kondisi tersebut berpotensi terjadi pada anak laki-laki penderita kriptorkismus saat dewasa menurut penelitian Denmark terhadap 6.000 orang laki-laki dewasa [1].
Walau merupakan kondisi bawaan, kriptorkismus dapat meningkatkan risiko komplikasi berbahaya bagi penderitanya.
Biasanya, kriptorkismus berhubungan dengan terjadinya kondisi atrofi dan kenaikan testis [1,2,5].
Selain itu, terdapat beberapa risiko liannya, seperti torsi testis yang terjadi ketika korda spermatika mengalami kebengkokan [3,6].
Pada beberapa kasus lain, risiko komplikasi kriptorkismus adalah [1] :
Belum diketahui cara pasti dalam mencegah supaya bayi laki-laki lahir tanpa kondisi kriptorkismus.
Namun setidaknya, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh para ibu hamil demi meminimalisir risiko janin mengalami kegagalan pembentukan dan perkembangan testis seperti berikut [1].
1. Stephen W. Leslie; Hussain Sajjad; & Carlos A. Villanueva. Cryptorchidism. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. Luis H. Braga, MD, PhD & Armando J. Lorenzo, MD, MSc. Cryptorchidism: A practical review for all community healthcare providers. Canadian Urological Association Journal; 2018.
3. Adam Felman. What is cryptorchidism, or an undescended testicle?. Medical News Today; 2018.
4. Jennifer Wider & Rachel Nall, MSN, CRNA. Undescended Testicle. Healthline; 2019.
5. Jerzy K. Niedzielski, Elżbieta Oszukowska, & Jolanta Słowikowska-Hilczer. Undescended testis – current trends and guidelines: a review of the literature. Archives of Medical Science; 2016.
6. Sahbi Naouar, Salem Braiek, & Rafik El Kamel. Testicular torsion in undescended testis: A persistent challenge. Asian Journal of Urology; 2017.