Hidup Sehat

Penyebab Nafsu Makan Meningkat Saat Stres

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Hampir semua orang pernah mengalami stres karena berbagai sebab, entah itu urusan pekerjaan atau pribadi. Ketika stres menumpuk, nafsu makan kita akan terpengaruh.

Ada kaitan yang pasti antara stres dan nafsu makan, tetapi efeknya tidak sama pada setiap orang. Beberapa orang kehilangan nafsu makan saat menghadapi stres, namun ada yang sebaliknya; makan tidak terkendali.

Pada kasus yang kedua, apa sebenarnya penyebab nafsu makan meningkat saat stres?

Hormon stres dan nafsu makan

Saat stres terjadi, otak akan mengirimkan pesan pada tubuh sebagai respon untuk membantu kita menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi stres tersebut.

Pesan dari otak tadi akan sampai ke kelenjar adrenal yang membuat ginjal menghasilkan hormon epinephrine (juga dikenal dengan sebutan adrenalin). Epinephrine bisa memicu respon tubuh yang salah satu akibatnya adalah nafsu makan terhambat.

Namun, bila stres bertahan, maka respon tubuh akan berubah. Kelenjar adrenal akan melepaskan hormon lain yang disebut kortisol, dan kortisol ini akan meningkatkan nafsu makan serta mendorong timbulnya motivasi – termasuk motivasi untuk makan. [1, 2, 3, 4]

Ketika episode stres selesai, kadar kortisol akan turun. Tapi, jika stres terus ada, atau jika respon stres seseorang terhenti di posisi “menyala”, maka kadar kortisol akan tetap tinggi.

Kadar kortisol yang tinggi akibat stres bisa meningkatkan keinginan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung banyak gula atau lemak.

Hormon dan pilihan makanan

Stres juga tampaknya bisa mempengaruhi jenis makanan yang kita pilih. Berbagai studi menunjukkan bahwa stres fisik maupun emosional bisa meningkatkan asupan makanan yang mengandung banyak lemak, gula, atau keduanya.

Kadar kortisol yang tinggi, digabungkan dengan kadar insulin, bertanggung jawab atas meningkatnya asupan makanan yang tidak sehat ini. Riset lain juga menunjukkan bahwa ghrelin, yaitu hormon pengatur rasa lapar, juga turut berperan. [1, 2, 3, 4]

Begitu dicerna, lemak dan makanan yang tinggi kandungan gula tampaknya memiliki efek timbal balik yang meredakan respon dan emosi yang berhubungan dengan stres. Makanan-makanan jenis ini adalah comfort food atau makanan yang tampaknya bisa mengatasi stres dan menjadi faktor naiknya nafsu makan saat seseorang sedang merasa tertekan.

Makanan yang mengandung banyak lemak dan gula memiliki kualitas adiktif atau membuat ketagihan. Stres adalah faktor penting dalam hal terbentuknya ketagihan, serta bisa berkontribusi dalam peningkatan risiko terjadinya obesitas.

Stres yang tidak terkendali akan mengubah pola konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak dan gula. Lama-kelamaan kondisi ini bisa mengarah pada tingkah laku kompulsif yang akan membuat orang makan tanpa kendali ketika sedang stres. [3]

Kebiasaan sejak kecil

Bagi beberapa orang, makan lebih banyak saat stres adalah tingkah laku yang bersifat kebiasaan. Jika sejak kecil anak terbiasa diberi makanan atau cemilan untuk menenangkan mereka ketika sedang rewel atau menghadapi mood yang tidak baik, maka ada kemungkinan akan terbawa hingga dewasa. [4]

Pada kasus seperti ini, akar permasalahannya lebih dari sekedar stres dan perlu penanganan yang khusus agar kebiasaan tersebut bisa dihentikan.

Stres dan jenis kelamin

Beberapa riset menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin bisa mempengaruhi cara seseorang menghadapi stres. Wanita lebih cenderung mengatasi stres melalui makanan, sementara pria melalui alkohol atau merokok.

Para peneliti dari Harvard melaporkan bahwa stres akibat pekerjaan dan masalah lain memiliki kaitan dengan penambahan berat badan. Sebuah teori mengemukakan bahwa orang yang kelebihan berat badan memiliki kadar insulin yang meningkat, dan penambahan berat badan yang berkaitan dengan stres cenderung menjadi faktor naiknya kadar insulin. [2]

Seberapa banyak kortisol yang dihasilkan seseorang saat mengalami stres juga bisa menjadi faktor naiknya berat badan akibat stres. Pada tahun 2007, para peneliti dari Inggris melakukan sebuah studu yang menunjukkan bahwa orang yang merespon stres dengan kadar kortisol tinggi cenderung mengonsumsi cemilan saat jumlah pekerjaan meningkat dibandingkan mereka yang kadar kortisolnya rendah. [2]

Mengatasi stres tanpa makan berlebih

Saat stres datang, jangan biasakan untuk menumpuk cemilan tidak sehat sebagai amunisi untuk “melarikan diri” atau menekan rasa tertekan yang timbul. Belajar untuk mengatasi stres dengan sehat akan jauh lebih baik bagi tubuh dan mental dalam jangka panjang: [1, 2, 4]

  • Meditasi. Sudah ada berbagai studi yang menunjukkan bahwa meditasi bisa meredakan stres. meditasi juga bisa membantu orang menjadi lebih sadar akan pilihan makanannya. Dengan latihan yang rutin, orang bisa lebih mengendalikan impuls untuk mengonsumsi makanan yang penuh lemak dan gula saat stres.
  • Olahraga. Meskipun kadar kortisol bisa berbeda pada intensitas dan lamanya olahraga yang dilakukan, namun secara keseluruhan berolahraga bisa menumpulkan efek negatif stres. Beberapa aktivitas, misalnya yoga dan tai chi, memiliki elemen gabungan meditasi dan olahraga yang sangat baik untuk kesehatan tubuh dan pikiran.
  • Simpan cemilan yang sehat. Ketika kortisol mendorong tubuh untuk makan lebih banyak, beri asupan yang sehat bagi tubuh. Sehingga nafsu makan yang meningkat bisa dipenuhi namun tubuh tidak diberi makanan yang bisa merugikan kesehatan. Contoh cemilan yang sehat termasuk kacang-kacangan atau buah beku.

1. Harvard Health Team. Why stress causes people to overeat. Harvard Health Publishing; 2012.
2. Cleveland Clinic Team. How Stress Can Make You Eat More — Or Not At All. Cleveland Clinic Health Essentials; 2020.
3. Yvonne H. C. Yau, Marc N. Potenza. Stress and Eating Behaviors. Minerva Endocrinologica, Minerva Medica Journals; 2014.
4. Nicole Galan, RN, Timothy J. Legg, Ph.D., CRNP. How do I stop stress eating? Medical News Today; 2018.

Share