Memiliki anak usia remaja mungkin terbilang susah-susah gampang bagi orang tua untuk mengaturnya.
Gairah yang bergejolak, perubahan hormon, hingga proses menemukan karakter atau jati diri menjadikan remaja rata-rata sulit dikendalikan.
Anak-anak remaja zaman sekarang pun dengan banyaknya ragam kegiatan dan tempat untuk menongkrong bersama teman-temannya akhirnya menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah.
Namun jika anak lebih suka berada di luar rumah dan justru tidak betah di rumah, berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebabnya.
Daftar isi
Sebagai orang tua seringkali diliputi kekhawatiran terhadap anak yang jarang berada di rumah atau cenderung tidak betah di rumah, seringkali alasan dibaliknya adalah anak yang memiliki karakter aktif [1].
Anak yang aktif memilih beraktivitas di luar rumah karena ia bisa merasa cepat bosan saat tidak ada banyak hal yang bisa dilakukan di rumah [1].
Jika orang tua tahu bahwa anak begitu aktif, maka cukup awasi kegiatan apa saja yang anak lakukan dan siapa saja teman di dalam lingkungan pergaulannya [1,2].
Ketika kegiatan yang ia lakukan di luar rumah sangat positif, hal ini sangat baik untuk pengembangan karakter sekaligus kemampuan atau bakat mereka [1,2].
Orang tua cukup memastikan potensi mereka semakin berkembang ketika mereka lebih banyak berada di luar rumah [1,2].
Hindari mengekang apalagi memaksa anak remaja berada di rumah tanpa adanya aktivitas; hal ini mampu meningkatkan stres mereka nantinya [1,2].
Beberapa remaja memiliki sikap dan sifat pemberontak sehingga apa yang orang tuanya katakan dan minta untuk lakukan, remaja akan melakukan sebaliknya [3].
Ketika orang tua terlalu sering tidak setuju dengan apa yang dilakukan anak, anak yang ingin merasa bebas akan lebih jarang berada di rumah agar tidak terlalu diatur oleh orang tuanya.
Remaja menghabiskan banyak waktu di luar rumah dan cenderung tidak betah di rumah tidak selalu berkaitan dengan kegiatan negatif.
Terkadang remaja hanya ingin bersenang-senang sesekali untuk melepas stres, hanya saja biasanya orang tua akan melarang atau membatasi.
Oleh karena itu, anak cenderung berani untuk menggapai kebebasan mereka dengan misalnya memilih tidak pulang ke rumah terlalu cepat [3].
Ketika seorang remaja tidak memiliki saudara kandung ditambah dengan kedua orang tua yang sama-sama sibuk bekerja, ia akan lebih mudah merasa sendiri dan kesepian karena jarangnya komunikasi [1,4].
Atau, bisa jadi sebenarnya di rumah selalu ada orang, hanya saja sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri sehingga anak merasa kesepian [1,4].
Jika anak merasa tidak ada yang menemaninya di rumah, tentu ia akan lebih senang berada di luar rumah, terutama bila ia memiliki banyak teman [1].
Sebelum orang tua memarahi anak karena tidak betah di rumah apalagi menyalahkannya, coba untuk menengok lebih dulu permasalahan inti yang dihadapi sang anak [1,2].
Anak kesepian karena di rumah bisa jadi tidak ada yang bisa ia ajak untuk berkegiatan bersama [1].
Sebagai orang tua, perlu untuk memerhatikan kebutuhan anak sekecil dan sedetail apapun [1].
Hindari juga pembatasan aktivitas anak di luar rumah karena anak tetap membutuhkan teman dan interaksi sosial [1].
Faktor situasi dan kondisi keluarga yang kurang harmonis bisa menjadi salah satu alasan kuat remaja tidak betah di rumah [1,5].
Keluarga yang lebih sering bertengkar, tidak akur dan memiliki hubungan yang retak seringkali dapat pula menjadi pemicu remaja tidak betah di rumah [5].
Remaja dengan latar belakang keluarga tidak rukun, khususnya dengan pertengkaran kedua orang tua atau bahkan sampai tahap perceraian bisa menjadikan anak lebih memilih berada di luar rumah bersama teman-temannya [1,5].
Oleh karena itu, untuk menemukan alasan remaja sering keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar perlu ditanyakan langsung ke sang anak secara baik-baik [1].
Selain ketidakharmonisan keluarga, pola asuh orang tua yang cenderung keras, protektif dan kaku bisa menjadi alasan lain remaja tidak betah di rumah [1,4,6,7,8,9].
Pola asuh keras biasanya dilakukan oleh ayah di mana hal ini seringkali ditunjukkan dalam bentuk hukuman terhadap perilaku anak atau terus-menerus mengritik hal-hal yang dilakukan anak hingga berkata kasar [4,6,7,8].
Hukuman yang diberikan pun bisa menyebabkan anak sakit sehingga tidak lagi nyaman setiap melakukan apapun di dalam rumah [1,7,9].
Selain itu, ada pula pola asuh otoriter di mana orang tua menuntut anak terlalu tinggi [4,6,7,8].
Ketika anak berperilaku buruk, orang tua langsung merespon, entah dengan membentak atau bahkan menghukum secara fisik [6,7,8,9] .
Sementara itu, saat anak berperilaku baik orang tua justru tidak mengapresiasinya sama sekali dan respon tergolong rendah [9].
Hal-hal seperti ini yang kemudian menjadikan anak tidak betah di rumah dan lebih memilih menghabiskan waktu dengan orang lain atau teman-teman yang mereka sukai [1].
Remaja yang merasa cepat bosan dengan rutinitas yang sama setiap hari akan memilih untuk berada di luar rumah [1].
Aktivitas sepulang sekolah yang itu-itu saja bisa menjadi penyebab remaja tidak betah di rumah dan memilih berada di rumah teman atau menongkrong seharian bersama teman [1].
Dalam masa mencari karakter dan jati diri, remaja sangat rentan melakukan hal seperti itu.
Oleh karena itu, orang tua perlu menanyakan kepada anak secara baik-baik alasan dirinya tak betah di rumah [1].
Jika karena suasana rumah yang terlalu membosankan, sudah saatnya orang tua mencari ide untuk membuat suasana tidak lagi membosankan [1].
Mengadakan aktivitas yang bisa dilakukan bersama anggota keluarga setidaknya 3 kali dalam seminggu atau bahkan saat akhir pekan adalah ide yang baik [1].
Walau tidak semua anggota keluarga dapat dilibatkan, orang tua tetap bisa mencoba menjadwalkan beberapa macam kegiatan [1].
Mulai dari memasak bersama, berkebun, menonton film, bermain games, belanja bersama, hingga jalan-jalan dan berwisata (khusus pada akhir pekan) yang membuat anak lebih bersemangat [1].
Anak remaja masa kini memiliki desakan sosial yang tinggi di mana hal ini tergolong normal [1].
Seolah dicap ketinggalan zaman, penggunaan media sosial menjadi hal paling disukai oleh para remaja zaman sekarang [1].
Salah satu sebab remaja tidak betah di rumah bisa saja karena mereka ingin terlihat keren dan up-to-date dengan menongkrong di tempat-tempat hits [1].
Selain itu, mereka tak akan lupa untuk mengunggah foto atau video mereka yang tengah berada di tempat tersebut di media sosial, dalam bentuk status ataupun stories [1].
Karena terlalu senang dengan hal seperti ini, remaja dapat terlalu sering keluar rumah dan bahkan mengalami ketergantungan [1].
Jika sudah dirasa berlebihan, orang tua perlu segera mengingatkan anak agar kebiasaan yang kurang bermanfaat bisa segera dihentikan [1,2].
Anak remaja yang tidak betah di rumah bisa juga disebabkan oleh pengaruh teman-temannya [1,3].
Beberapa anak lebih nyaman dan suka menghabiskan waktu bersama teman.
Remaja mungkin merasa bahwa teman-temannya jauh lebih menyenangkan daripada anggota keluarganya, atau bisa jadi teman-temannya yang mendesak agar dirinya lebih banyak menghabiskan waktu bersama [3].
Jika lingkungan pergaulan anak menjauhkannya dari orang tua dan keluarga, sudah saatnya orang tua untuk menasehatinya.
Orang tua di zaman sekarang perlu mengobrol lebih banyak dengan anak, terutama di masa-masa remaja mereka [1].
Memosisikan diri sebagai teman akan membuat anak remaja lebih nyaman untuk terbuka menceritakan apa saja [1].
Ketika anak sudah mulai nyaman dengan orang tuanya, sedikit demi sedikit anak pasti bisa memprioritaskan kualitas waktu bersama keluarga di luar sekolah daripada bersama teman-temannya [1].
Remaja perlu melepaskan stres dengan kegiatan positif, namun ketika tidak ada kegiatan lain di luar sekolah yang bisa dilakukan, remaja bisa saja menghabiskan waktu di luar rumah .
Beberapa anak remaja yang sudah penat di sekolah tidak akan menghabiskan waktunya berada di rumah. Mereka akan memilih bersenang-senang di rumah temannya, di mal, atau kafe [1,10].
Kegiatan seperti itu bukan hal yang salah karena selama memiliki lingkungan pergaulan yang positif, anak bisa melepas stres dengan pergi ke mal, menikmati tongkrongan kafe, atau menginap di rumah temannya [1,10].
Hanya saja, orang tua perlu bertugas untuk memantau sang anak agar tidak terus-menerus melakukan hal itu [1,2].
Jika anak melakukannya hampir setiap hari, maka sudah saatnya orang tua menegur dan mengingatkan [1,2].
Orang tua juga perlu mengarahkan anak ke kegiatan lain yang positif, berguna namun tetap menyenangkan bagi anak [1].
Orang tua juga perlu memberi tahu bahwa bersosialisasi dengan berkumpul bersama teman di luar bukan hal yang salah, namun prioritas utama tetap belajar [1].
Anak juga dapat mencoba kegiatan seru di rumah, baik itu belajar membuat kue, menonton film, membaca, atau menghabiskan waktu bersama anggota keluarga lainnya [1].
Orang tua mulai saat ini perlu lebih memerhatikan apa saja faktor penyebab remaja tidak betah di rumah supaya bisa lebih cepat memperbaikinya.
1. PopMama. Ternyata, Ini 7 Alasan Anak Mama Tidak Betah Di Rumah!. PopMama; 2018.
2. Online Parenting Coach. When Teens Refuse To Come Home. Online Parenting Coach; 2022.
3. iMom. 5 Facts About Teenage Freedom. iMom; 2022.
4. King University Online. Defining the Traits of Dysfunctional Families. King University Online; 2017.
5. Amy Morin, LCSW & Carly Snyder, MD. How Parents Fighting Affects a Child's Mental Health. Verywell Family; 2019.
6. Nicola Oakley. What are the most psychologically damaging things a parent can say to their child?. Mirror; 2016.
7. Kendra Cherry & Amy Morin, LCSW. Authoritative Parenting Characteristics and Effects. Verywell Mind; 2020.
8. American Psychological Association. Parenting Styles. American Psychological Association; 2017.
9. Maria Erista Tea, Friandry Windisany Thoomaszen, Beatriks Novianti Kiling-Bunga, & Indra Yohanes Kiling. Pola Asuh Keras pada Ayah dari Anak Usia Dini: Studi Deskriptif. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah; 2016.
10. Windi Chusniah Rachmawati, Fitri Khalimiah & Endang Sri Redjeki. Efforts to Minimize Stress in Adolescents through Going for Coffee "Ngopi" in Malang City. The Indonesian Journal pf Public Health; 2021.