OCD atau obsessive compulsive disorder (gangguan obsesif kompulsif) dikenal sebagai salah satu gangguan kesehatan mental yang memengaruhi pola pikir penderitanya [1,3].
Begitu pula sebenarnya dengan OCPD atau obsessive compulsive personality disorder di mana keduanya sama-sama memengaruhi tekanan emosi, kesadaran, kemunculan gejala, hingga produktivitas penderita [2,3].
Namun walau tampak serupa, keduanya adalah kondisi yang tidak sama dan berikut ini adalah daftar perbedaan OCD dan OCPD yang perlu dipahami.
OCD kerap ditandai dengan penderita yang terobsesi terhadap sesuatu yang tidak masuk akal dan kurang realistis karena pola pikirnya yang terpengaruh [1,3].
Sementara itu, OCPD tergolong sebagai gangguan kepribadian yang membuat penderita memiliki pola pikir perfeksionis [2,3].
Penderita OCPD akan lebih berfokus pada keteraturan, detail-detail sekecil apapun, dan keseragaman suatu hal yang harus “sempurna” di matanya [2,3].
Penyebab OCD secara pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko kondisi ini, seperti [1] :
Sebenarnya, penyebab OCPD sama seperti OCD di mana belum diketahui pasti namun terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risikonya, seperti [ :
OCD masih tergolong sebagai gangguan kecemasan, sebab perilaku dan sikap kompulsif dan obsesif penderita akan muncul saat kecemasan timbul [1,10].
Perilaku atau tindakan tersebut akan muncul untuk menutupi atau mengatasi kecemasan tersebut [1,10].
Gejala OCD meliputi pikiran dan kekhawatiran yang terus berulang di mana meski penderita tahu bahwa hal tersebut tidak masuk akal, tetap akan sulit mengendalikan atau menghentikannya [1,10].
Sementara itu, bentuk kompulsi seorang penderita OCD adalah perilaku yang berulang di mana hal tersebut difaktori oleh adanya dorongan atau hasrat yang semakin kuat dan akan berubah menjadi kecemasan ketika tidak segera melakukan sesuatu [1,10].
Oleh sebab itu, tindakan tertentu yang dilakukan terus-menerus oleh pengidap OCD bertujuan untuk menghindari risiko kecemasan [1,10].
Sedangkan pada gejala OCPD, penderitanya lebih terobsesi dan fokus hanya pada satu tujuan, yaitu kesempurnaan [2,11].
Seseorang dengan OCPD fokus kepada kesempurnaan untuk diri mereka sendiri maupun orang lain, baik dalam hal keteraturan dan keseragaman hampir tentang segala sesuatu [2,11].
Penderita OCPD tanpa disadarinya pasti melakukan hal-hal ini [2,11] :
Pengidap OCPD merasa bahwa kondisi mereka sangat normal dan wajar, hanya saja sisi perfeksionisme mereka tergolong tinggi, namun di mata orang lain aktivitas tersebut dianggap berlebihan [2,3,11].
Kemunculan gejala OCD biasanya terjadi saat penderita khawatir terhadap sesuatu [1,3].
Salah satu contoh adalah ketika khawatir terhadap perkara peralatan di dalam rumah saat harus pergi meninggalkannya dalam keadaan kosong.
Seperti halnya kompor yang jika lupa dimatikan bisa saja berisiko memicu kebakaran.
Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran berlebih di dalam diri penderita OCD untuk kemudian berkali-kali memastikan apakah ia sudah mematikan kompor dengan benar.
Atau, contoh lainnya adalah ketika penderita mencuci tangan berulang kali karena khawatir terkena kuman [3].
Sedangkan pada kasus kemunculan gejala OCPD, biasanya orang lain akan melihat sosok penderita sebagai sosok perfeksionis saja [2,10].
Ini karena penderita menyatu dengan kepribadian dan seperti tidak menimbulkan gejala perilaku tertentu yang harus dikhawatirkan [2,10].
Perfeksionisme adalah gejala dari COPD yang paling utama dan kapan saja bisa muncul tanpa harus ada faktor pemicu [2].
Orang-orang dengan OCD memerlukan terapi perilaku untuk membantunya pulih dari gejala [1,3].
Seringkali terapi perilaku yang juga tergolong sebagai psikoterapi ini bisa dikombinasi dengan konsumsi obat-obatan apabila pasien memerlukannya [1,3].
Dukungan dari orang-orang terdekat juga akan sangat menolong dalam pemulihan yang lebih cepat [1,3].
Sementara itu, penderita OCPD rata-rata tidak menyadari bahwa dirinya mengidap OCPD dan telah memengaruhi orang-orang di sekitarnya [2,3].
Untuk menangani gejala dan kondisi perilaku OCPD, penderita sebaiknya menyadari bahwa dirinya membutuhkan bantuan dan dapat mencari bantuan profesional untuk terapi dan obat-obatan [2,3].
Demikian sedikit perbedaan OCD dan OCPD yang perlu dimengerti karena keduanya adalah kondisi berbeda.
1. Hannah Brock & Manassa Hany. Obsessive-Compulsive Disorder. National Center for Biotechnology Information; 2023.
2. Cleveland Clinic medical professional. Obsessive-Compulsive Personality Disorder (OCPD). Cleveland Clinic; 2022.
3. Michelle C. Brooten-Brooks, LMFT & Stephanie Hartselle, MD. OCD vs. OCPD: What Are the Differences?. Verywell Health; 2022.
4. David L. Pauls. The genetics of obsessive-compulsive disorder: a review. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2010.
5. International OCD Foundation. What Causes OCD?. International OCD Foundation; 2023.
6. Vanessa M. Sinopoli, Christie L. Burton, Sefi Kronenberg, & Paul D. Arnold. A review of the role of serotonin system genes in obsessive-compulsive disorder. Neuroscience & Biobehavioral Reviews; 2017.
7. Raposo-Lima, Catarina MD & Morgado, Pedro MD, PhD. The Role of Stress in Obsessive-Compulsive Disorder: A Narrative Review. Harvard Review of Psychiatry; 2020.
8. Katrina J. Light, Peter R. Joyce, Suzanne E. Luty, Roger T. Mulder, Christropher M.A. Frampton, Laura R.M. Joyce, Allison L. Miller, & Martin A. Kennedy. Preliminary evidence for an association between a dopamine D3 receptor gene variant and obsessive-compulsive personality disorder in patients with major depression. American Journal of Medical Genetics, Part B, Neuropsychiatric Genetics; 2006.
9. Sigmund W. Karterud & Mickey T. Kongerslev. A Temperament-Attachment-Mentalization-Based (TAM) Theory of Personality and Its Disorders. Frontiers in Psychology; 2019.
10. Tobias A. Rowland, Ashok Kumar Jainer & Reena Panchal. Living with obsessional personality. Cambridge University Press; 2018.