Penyakit & Kelainan

Philematophobia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Fobia adalah ketakutan yang irasional terhadap suatu benda atau situasi. Philematophobia adalah fobia terhadap ciuman. Walaupun fobia ini mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari, namun

Apa Itu Philematophobia?

Philematophobia adalah sebuah kondisi fobia spesifik di mana seseorang mengalami ketakutan berlebih yang irasional namun bersifat intens terhadap ciuman [1,2,3,4,8].

Ciuman sendiri adalah bentuk ungkapan kasih sayang yang sebenarnya sangat umum, terutama bila dilakukan dengan orang yang dikasihi.

Tak hanya pasangan, ciuman pun dapat dilakukan dengan anggota keluarga, namun rupanya tak semua orang senang akan hal ini.

Ketakutan berlebih terhadap ciuman dapat didasari oleh berbagai faktor di mana hal ini rupanya tergolong umum di kalangan masyarakat muda [3].

Beberapa orang yang merasa tak berpengalaman dalam berciuman pun berpotensi mengalami philematophobia [3].

Meski demikian, philematophobia dapat dialami oleh siapa saja tanpa memandang usia.

Tinjauan
Philematophobia merupakan sebuah ketakutan berlebih dan cenderung tak rasional terhadap ciuman serta segala situasi yang berhubungan dengan ciuman.

Penyebab Philematophobia

Berbagai faktor mampu meningkatkan risiko seseorang memiliki kondisi rasa takut berlebih terhadap ciuman, mulai dari fobia spesifik lain hingga faktor genetik dan lingkungan.

  • Pola Asuh

Pola asuh atau pola didik orang tua mampu memengaruhi kondisi mental sang anak, termasuk dalam hal menyampaikan bentuk afeksi [4].

Ciuman menjadi hal menakutkan bagi anak apabila sedari kecil orang tua mengatakan kepada anak bahwa kontak fisik itu adalah sesuatu yang “kotor” [4].

Tak hanya itu, beberapa orang tua pun dalam penyampaian mengenai pendidikan seksual kepada anak dilakukan secara keliru [4].

Para orang tua yang sempat mengatakan kepada anak bahwa ciuman mampu menyebabkan kelahiran justru akan membuat anak merasa takut berlebih terhadap ciuman [4].

  • Takut Terhadap Sentuhan

Haphephobia atau ketakutan terhadap sentuhan secara irasional pun mampu menjadi salah satu alasan dibalik seseorang takut melakukan ciuman atau dicium oleh orang lain [3].

Seseorang dengan rasa takut berlebih terhadap sentuhan akan sulit untuk memiliki hubungan yang lebih dalam dan intim dengan pasangannya [3].

Ciuman akan terasa begitu menyiksa daripada terasa menyenangkan bagi penderita haphephobia [3].

  • Takut Terhadap Kuman

Mysophobia atau ketakutan berlebih dan intens terhadap kuman mampu menghalangi seseorang untuk bersentuhan dengan orang lain, terutama berciuman [3].

Tidak semua kasus philematophobia berkaitan dengan mysophobia, namun beberapa penderita philematophobia juga merupakan penderita mysophobia [3].

Ciuman bibir adalah yang paling menakutkan dalam hal ini karena pertukaran air liur di mana terdapat banyak dan berbagai jenis kuman terkandung di dalamnya [3].

Bagi orang-orang yang mengalami mysophobia, ciuman dapat menjadi salah satu penyebab dirinya nanti terpapar penyakit [3].

  • Takut Terhadap Keintiman

Ciuman merupakan salah satu bentuk keintiman hubungan, namun pada beberapa orang yang justru mengalami rasa takut terhadap keintiman dengan pasangan atau anggota keluarga sekalipun, philematophobia dapat terjadi [3].

Meski banyak orang menganggap berciuman adalah hal menyenangkan, seseorang yang takut atau tak menyukai keintiman akan merasa sebaliknya [3].

Agar kecemasan berlebih ini dapat teratasi secara tepat, penderita perlu mengonsultasikannya dengan terapis profesional [3].

  • Takut Terhadap Bau Badan

Bromidrophobia atau ketakutan terhadap bau badan dapat menjadi salah satu alasan dibalik seseorang takut untuk berciuman [3].

Banyak orang mengalami ketidaknyamanan terhadap bau mulut, namun ketika seseorang memiliki kondisi bromidrophobia, ciuman menjadi salah satu hal mengerikan [3].

Meskipun pasangan sudah menggunakan obat kumur, mengunyah permen, atau bahkan penyegar mulut, penderita bromidrophobia tak peduli terhadap hal tersebut karena rasa cemas dan takutnya yang lebih besar [3].

Selain beberapa fobia spesifik lainnya yang telah disebutkan, beberapa penderita philematophobia berkemungkinan memiliki riwayat gangguan obsesif kompulsif [1].

Kondisi tersebut ditandai dengan kecenderungan untuk selalu mencuci wajah atau tangan berulang kali dan menjaga tubuhnya tetap bersih [1].

  • Faktor Genetik

Seperti pada kondisi fobia spesifik lainnya, peran kondisi mental anggota keluarga dapat berpengaruh [2].

Anggota keluarga yang diketahui memiliki riwayat gangguan mental mampu meningkatkan risiko anggota keluarga lainnya untuk mengalami hal serupa [2].

Tinjauan
Faktor genetik, pola asuh orang tua, gangguan obsesif kompulsif, takut terhadap sentuhan, takut terhadap kuman, takut terhadap keintiman dan takut terhadap bau badan mampu menyebabkan seseorang mengembangkan philematophobia.

Gejala Philematophobia

Philematophobia dapat menimbulkan sejumlah gejala seperti di bawah ini [1,2] :

  • Sulit bernafas atau sesak nafas
  • Nafas lebih cepat
  • Tubuh berkeringat lebih banyak
  • Detak jantung lebih cepat atau bahkan tidak teratur
  • Mulut kering
  • Mual
  • Keinginan untuk menghindari segala situasi yang berhubungan dengan ciuman

Penderita philematophobia akan mengalami gejala-gejala di atas bahkan ketika hanya membayangkan atau memikirkan ciuman.

Kepanikan akan timbul saat terbersit aktivitas ciuman di dalam benak penderita philematophobia.

Penderita philematophobia akan merasa kesulitan juga dalam menjalin hubungan romantis, bahkan cukup sulit untuk memperoleh pasangan kencan atau pasangan hidup karena kondisi ini [1].

Pada penderita philematophobia yang sudah memiliki pasangan, ketakutan irasional ini pun mampu memengaruhi hubungannya.

Meski beberapa penderita menyadari betul bahwa dirinya memiliki kondisi ketakutan berlebih terhadap ciuman, mereka tak mampu mengendalikan kecemasan dan kepanikan yang dirasakan.

Oleh sebab itu, mereka akan cenderung menghindari orang lain, menarik diri, menjadi penyendiri atau bahkan dapat mengembangkan depresi [1,2].

Tinjauan
Pengidap philematophobia akan cenderung menghindari segala situasi yang berhubungan dengan ciuman, baik itu topik pembicaraan, bayangan dan pemikiran tentang ciuman, hingga aksi berciuman itu sendiri. Selain itu, beberapa gejala fisik ketika menghadapi situasi ciuman pun dapat timbul.

Pemeriksaan Philematophobia

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosa philematophobia, sebab untuk mendiagnosa philematophobia, biasanya proses evaluasi psikologis akan didasarkan pada kriteria diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition).

Pasien dengan gejala philematophobia baru dapat dipastikan dan didiagnosa philematophobia apabila memenuhi kriteria diagnosa sebagai berikut [5] :

  • Penderita mengalami rasa takut irasional yang bersifat intens dan persisten terhadap situasi ciuman.
  • Reaksi panik, cemas dan takut cenderung berlebihan ketika dihadapkan dengan situasi ciuman yang padahal sebenarnya tingkat bahaya tidak separah yang pasien bayangkan.
  • Pasien sebisa mungkin menghindari berbagai situasi yang berhubungan dengan ciuman, termasuk topik pembicaraan mengenai hal ini secara berlebihan.
  • Aktivitas pasien sehari-hari menjadi terhambat karena kemudian cenderung menghindari orang-orang yang paling dekat dengannya secara berlebihan di mana hal ini bertujuan menghindari situasi yang berhubungan dengan ciuman.
  • Gejala-gejala philematophobia dialami oleh pasien selama setidaknya 6 bulan.
  • Gejala philematophobia tidak disebabkan oleh gangguan kecemasan atau gangguan mental lainnya yang memiliki kemiripan gejala.
Tinjauan
Evaluasi psikologis adalah bentuk pemeriksaan paling utama untuk mendiagnosa philematophobia, yakni berdasar pada kriteria diagnostik DSM-5 yang akan dilakukan oleh dokter ahli kesehatan mental.

Penanganan Philematophobia

Seperti pada kondisi fobia spesifik lainnya, philematophobia dapat ditangani dengan psikoterapi dan obat-obatan.

Pasien yang telah didiagnosa dengan philematophobia dapat menempuh sejumlah perawatan sebagai berikut.

  • Terapi Perilaku Kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan utama memperbaiki dan mengubah pikiran pasien yang negatif menjadi lebih positif [8].

Tidak hanya segi pemikiran, terapis profesional yang mendampingi pasien juga akan membantu agar emosi dan respon pasien lebih positif.

Terapis akan menggunakan teknik tertentu agar pasien dapat secara terbuka menceritakan pengalaman, mengungkapkan perasaan dan emosinya yang negatif.

Dari penggalian yang dilakukan oleh terapis kepada pasien, terapis dapat mengidentifikasi masalah utama dan pemicunya.

Dengan demikian, terapis akan lebih memahami kondisi pasien dan mampu menentukan cara untuk mengendalikan dan mengatasi gejala-gejala yang pasien alami selama ini.

Bahkan ketika pasien sudah menempuh seluruh sesi terapi, sangat dianjurkan untuk pasien tetap secara konsisten menerapkan hal-hal baik yang sudah diperoleh dari terapi.

  • Terapi Eksposur

Terapi lainnya yang juga bermanfaat dalam membantu penderita philematophobia mengatasi gejalanya adalah terapi eksposur [2,3,8].

Terapis akan membantu pasien dalam mengatasi gangguan kecemasan maupun ketakutan tertentunya dengan mengekspos pasien kepada sumber penyebab rasa takutnya secara bertahap.

Terapi pemaparan atau eksposur ini dapat dilakukan melalui pembuatan skenario kehidupan nyata oleh terapis.

Atau, pasien dapat menempuh terapi bicara supaya  mampu mengingat kembali kejadian yang memicunya mengalami gejala philematophobia.

Penggunaan gambar maupun video kerap dimanfaatkan oleh terapis untuk membantu pasien menghadapi rasa takutnya sekaligus menjadikan pasien terbiasa dengan situasi yang berkaitan dengan ciuman.

Pemaparan terhadap segala hal dan situasi berkaitan dengan ciuman pun akan dilakukan dengan kadar secukupnya.

Eksposur berlebihan pun berpotensi memperburuk kondisi kecemasan dan ketakutan yang pasien alami.

Sangat diharapkan dengan menghadapi langsung akar penyebab rasa takut, pasien dapat pulih secara perlahan.

  • Obat-obatan

Selain psikoterapi, biasanya dokter atau terapis akan memberikan obat pereda gejala fisik. Benzodiazepine adalah salah satu contohnya, yakni obat pereda kecemasan [6,7,8].

Jika pasien philematophobia pun diketahui mengalami tekanan darah tinggi dan palpitasi, dokter kemungkinan meresepkan beta blockers.

Beta blockers dapat membantu menstabilkan tekanan darah serta menormalkan kembali detak jantung pasien.

Tinjauan
Philematophobia dapat diatasi dengan psikoterapi, yakni meliputi terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur. Apabila dibutuhkan oleh pasien, maka dokter pun akan meresepkan beberapa jenis obat seperti beta blockers dan benzodiazepine sebagai penetral tekanan darah dan pereda kecemasan.

Komplikasi Philematophobia

Philematophobia yang dibiarkan semakin lama tanpa adanya penanganan tepat mampu menimbulkan risiko komplikasi seperti kerusakan hubungan dengan sahabat, keluarga atau pasangan [1].

Penderita juga dapat menjadi lebih sulit untuk mendapatkan teman kencan maupun pasangan hidup [1].

Kecenderungan untuk menyendiri dan menjadi lebih depresi dapat terjadi karena kondisi yang tak kunjung diobati.

Tinjauan
Kesulitan dalam memiliki hubungan intim dan bahkan memiliki masalah dalam hubungan dengan pasangan kemungkinan dapat menjadi komplikasi philematophobia. Menyendiri dan depresi pun perlu diwaspadai sebagai risiko komplikasi lainnya.

Pencegahan Philematophobia

Belum diketahui bagaimana cara mencegah philematophobia.

Namun agar philematophobia tidak semakin buruk dan penderita tidak mengalami hambatan dalam kehidupan sehari-hari, deteksi dan penanganan gejala secara dini sangat dianjurkan.

Ketika semakin diabaikan, gejala dapat semakin serius dan risiko komplikasi semakin tinggi, maka segera mendatangi psikiater atau psikolog adalah langkah paling tepat.

Tinjauan
Belum diketahui adanya cara mencegah philematophobia, namun pemeriksaan dan penanganan dini akan sangat membantu agar gejala yang dialami penderita tidak semakin serius dan tidak mengarah pada komplikasi.

1. Jacob Olesen. Fear of Kissing Phobia – Philemaphobia or Philematophobia. Fear Of; 2021
2. Anonim. Philematophobia -- Fear of Kissing --. Common-Phobias; 2021.
3. Lisa Fritscher & Steven Gans, MD. Factors Involved in the Fear of Kissing. Verywell Mind; 2020.
4. Marintan Widi Lestari. Apa Itu Philemaphobia?. Fimela; 2014.
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM–5). American Psychiatric Association; 2021.
6. Serge A Steenen, Arjen J van Wijk, Geert JMG van der Heijden, Roos van Westrhenen, Jan de Lange, & Ad de Jongh. Propranolol for the treatment of anxiety disorders: Systematic review and meta-analysis. Journal of Psychopharmacology; 2016.
7. P Tyrer. Anxiolytics not acting at the benzodiazepine receptor: beta blockers. Progress in Neuropsychopharmacology & Biological Psychiatry; 1992.
8. Anonim. Fear of kissing. Philemaphobia or Philematophobia. Fearof; 2021.

Share