Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Haphephobia adalah kondisi dimana terjadi ketakutan yang irasional terhadap sentuhan. Orang dengan fobia ini akan merasa sangat cemas dan gelisah terhadap sentuhan orang lain. Penyebab fobia ini dapat... dikarenakan trauma seksual dan trauma lainnya, namun dapat juga oleh penyebab yang tidak diketahui. Jika Anda merasakan bahwa Anda memiliki kecemasan atau ketakutan yang berlebihan terhadap sesuatu yang mengganggu keseharian Anda, maka pertimbangkan untuk berkonsultasi kepada dokter. Dokter akan menilai secara menyeluruh mengenai kondisi fisik dan mental Anda. Terapi fobia secara umum meliputi latihan teknik relaksasi, konseling, terapi kognitif perilaku, yang dikombinasikan dengan obat-obatan. Read more
Daftar isi
Apa Itu Haphephobia?
Haphephobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik di mana seseorang merasakan ketakutan berlebih terhadap sentuhan.
Istilah lain untuk haphephobia adalah chiraptophobia, thixophobia atau aphephobia di mana fobia ini sendiri tergolong sangat langka.
Penderita haphephobia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindarkan diri dari sentuhan orang lain.
Tinjauan Haphephobia adalah ketakutan irasional dan berlebihan terhadap sentuhan sehingga penderita fobia ini akan mengalami kepanikan saat orang lain akan atau sedang menyentuhnya.
Penyebab Haphephobia
Penderita haphephobia akan merasa sangat ketakutan ketika orang lain menyentuhnya.
Penderita merasa tidak suka secara berlebihan apabila disentuh dan akan terlihat sangat tidak nyaman.
Berikut ini merupakan sejumlah faktor yang mampu menyebabkan haphephobia pada seseorang.
- Pengalaman Traumatis
Fobia spesifik umumnya dapat terjadi karena penderita pernah mengalami pengalaman traumatis [1,2,3,5,6,7].
Penderita dapat mengalami kepanikan dan ketakutan berlebih terhadap sentuhan dari orang lain kemungkinan karena pernah mengalami pelecehan seksual [1,8].
Pernah disentuh secara tidak menyenangkan tentu hal ini akan meninggalkan trauma dan memicu reaksi yang negatif.
Selain pelecehan seksual, penganiayaan dan penyerangan juga termasuk dalam pengalaman traumatis yang mampu menyebabkan seseorang mengalami haphephobia [1,8].
Faktor autisme dapat menjadi alasan lainnya mengapa seseorang dapat mengembangkan kondisi haphephobia [9].
Beberapa penderita autisme tidak menyukai sentuhan (baik menyentuh maupun disentuh) orang lain karena penderita merasa bahwa batasan privasinya tengah dilanggar [9].
Mengganggu, memicu ketidaknyamanan hingga reaksi jijik karena ruang privasi penderita yang sangat ketat [9].
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti jenis kondisi fobia spesifik lainnya, faktor riwayat kesehatan keluarga cukup berperan sebagai faktor peningkat risiko seseorang menderita fobia [1,2,5,6,7].
Penderita yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat fobia spesifik ataupun gangguan kecemasan tentu mempunyai risiko lebih tinggi mengembangkan kondisi fobia [2].
- Tanpa Penyebab
Pada beberapa kasus haphephobia, tidak diketahui secara jelas mengapa penderita dapat mengalami haphephobia [2].
Namun jika tidak diketahui sekalipun penyebab haphephobia pada penderitanya, tidak masalah karena kondisi tetap dapat diatasi tanpa harus mengetahui detail penyebab haphephobia.
Tinjauan Pengalaman traumatis, riwayat kesehatan keluarga, dan autisme menjadi faktor yang mampu meningkatkan risiko haphephobia.
Gejala Haphephobia
Haphephobia lebih dari sebuah kondisi di mana seseorang enggan dan merasa tak biasa ketika dipeluk atau disentuh.
Rasa ketakutan yang dialami oleh penderita haphephobia lebih dari ketakutan normal saat disentuh oleh orang lain hingga serasa berada dalam sebuah ancaman.
Beberapa gejala haphephobia yang dapat penderita alami antara lain adalah [1,2,3,4,5,6,7,8] :
- Cemas dan takut secara berlebihan terhadap adanya inisiatif orang lain ketika akan menyentuh.
- Takut ketika harus berinteraksi fisik dengan lawan jenis.
- Menangis, gemetaran, berkeringat, membeku atau justru berlari adalah reaksi utama yang dikeluarkan oleh penderita haphephobia ketika seseorang menyentuhnya.
- Detak jantung lebih cepat dari normalnya (palpitasi).
- Mual
- Serangan panik.
- Hiperventilasi (kondisi yang ditandai dengan nafas cepat karena tidak seimbangnya antara oksigen yang masuk atau terhirup dan karbon dioksida yang diembuskan).
- Kehilangan kesadaran.
- Penghindaran dari situasi yang memicu kontak fisik, seperti menghindari pelukan, jabat tangan, orang-orang yang memiliki ketertarikan romantis dengan penderita, dan interaksi sosial lainnya yang kemungkinan harus melakukan interaksi fisik.
Tingkat keparahan gejala yang dialami penderita haphephobia bervariasi dan hal ini ditentukan oleh seberapa besar rasa takut yang dialami.
Haphephobia pun kemudian menjadi sebuah kondisi yang dikaitkan dengan fobia sosial atau gangguan kecemasan sosial [1].
Karena ketika seseorang memiliki kondisi haphephobia, ia kemudian cenderung menghindari interaksi dengan orang lain agar menurunkan risiko bersentuhan.
Pada beberapa penderita, haphephobia kemudian akan merasa atau melakukan hal-hal di bawah ini [1,3,4,8] :
- Tidak nyaman apapun bentuk sentuhan yang diterima.
- Kesulitan dalam membangun kepercayaan terhadap beberapa orang tertentu dan akan membutuhkan waktu sangat lama hingga akhirnya dapat menjadi sedikit lebih nyaman dengan 1 atau 2 orang saja.
- Dapat menyentuh sesuai dengan inisiatif penderita atau memberikan izin bagi orang lain untuk berinisiatif menyentuh (biasanya hanya kepada orang-orang tertentu yang sudah menjadi lebih dekat dan dipercaya).
Tidak hanya fobia sosial, ada kalanya haphephobia dengan gejala yang intens dan berkembang semakin buruk kemudian menjadi pemicu timbulnya agoraphobia [10].
Agoraphobia sendiri merupakan kecemasan berlebih seseorang terhadap situasi maupun tempat yang memicu ketidakberdayaan, rasa malu, kepanikan, atau rasa terjebak [10].
Penderita agoraphobia akan sebisa mungkin menghindari situasi dan tempat-tempat yang membuatnya mengalami kecemasan [10].
Dalam hal haphephobia, penderita akan menghindari berbagai situasi yang meningkatkan peluang interaksi fisik [10].
Tinjauan Ketakutan disertai serangan panik, kecemasan, ketidaknyamanan, dan penghindaran dari interaksi fisik secara berlebihan merupakan tanda utama seseorang mengalami haphephobia.
Pemeriksaan Haphephobia
Tidak terdapat metode pemeriksaan khusus untuk mendeteksi haphephobia, namun seperti pemeriksaan fobia spesifik lainnya, dokter akan menggunakan kriteria diagnostik DSM-5 saat melakukan evaluasi psikologis usai menanyai pasien mengenai riwayat medis dan riwayat kesehatan keluarga.
Berikut ini adalah beberapa kriteria yang termasuk di dalam DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition) dan digunakan untuk memastikan kondisi fobia spesifik apapun [11].
- Rasa takut dan kecemasan pasien terlampau berlebihan dan bersifat intens, persisten, serta irasional. Hal ini biasanya terpicu oleh situasi yang berhubungan dengan interaksi fisik, seperti disentuh atau dipeluk oleh orang lain.
- Reaksi panik, takut dan cemas pasien melebihi proporsi rasa takut terhadap sebuah bahaya yang mengancam. Padahal, sentuhan fisik yang dilakukan orang lain belum tentu membahayakan pasien.
- Menghindari situasi yang berkemungkinan besar memicu sentuhan fisik; jika pun harus bertahan pada situasi ini, penderita akan merasa sangat tidak nyaman dan mengalami gejala fisik haphephobia (mual, sesak nafas, berkeringat, hingga pingsan).
- Gejala yang dialami dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa setidaknya selama 6 bulan.
- Mengalami hambatan di kehidupan sehari-hari karena terus-menerus menghindari banyak orang; baik sekolah, pekerjaan, atau hubungan sosial dengan orang lain akan terganggu karena haphephobia.
- Gejala-gejala yang pasien alami tidak disebabkan oleh gangguan kecemasan lainnya yang memiliki gejala serupa.
Tinjauan Dalam mendiagnosa haphephobia, seperti fobia spesifik lainnya, kriteria diagnostik DSM-5 menjadi panduan utama yang digunakan oleh tenaga medis.
Penanganan Haphephobia
Haphephobia tidak dapat disembuhkan, namun setidaknya, penderita dapat pulih dari gejala-gejala tak menyenangkan dengan bantuan beberapa penanganan seperti berikut.
Pada kasus fobia spesifik, umumnya penderita perlu menjalani terapi eksposur yang didampingi oleh terapis profesional [2,5,6,7].
Terapi ini tergolong efektif untuk meredakan gejala, meskipun pasien harus bersabar karena dirinya diekspos kepada situasi yang memicu ketakutannya secara bertahap [2].
Terapis terpercaya akan membantu pasien untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk kemudian berdamai dengan rasa takut yang semula terasa berlebihan [2].
Eksposur akan dilakukan secukupnya pada setiap sesi untuk mengubah emosi dan reaksi negatif pasien terhadap sentuhan [2].
Dengan lingkungan positif dan pengalaman yang lebih baik melalui terapi ini, diharapkan pasien dapat terbiasa dengan interaksi fisik seperti sentuhan [2].
- Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif adalah jenis psikoterapi selain terapi eksposur yang dipercaya memiliki efektivitas sama besar untuk mengatasi fobia spesifik pada pasien usia berapapun [1,2,8].
Pada terapi perilaku kognitif, terapis akan membantu pasien dalam menggali pengalaman, emosi dan perasaan pasien yang biasanya enggan diekspresikan [2].
Meski demikian, terapi yang setiap sesinya bisa berlangsung selama 30-60 menit ini akan membantu agar masalah, ketakutan dan reaksi negatif pasien dapat teratasi secara tepat [2].
Pasien tidak perlu khawatir karena terapis profesional dan terpercaya akan membuat lingkungan yang nyaman selama prosedur terapi dilakukan [2].
Terapis perlu mengetahui riwayat medis, masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh pasien, serta berbagai kejadian traumatis yang mungkin pernah pasien alami [2].
Setelah terapis mengetahui pemicunya, maka akan lebih mudah dan terarah untuk membantu pasien dalam mengubah reaksi, perilaku dan pikiran negatifnya mengenai interaksi fisik [2].
Walau terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur kemungkinan besar sudah lebih dari cukup dan memiliki efektivitas tinggi, terkadang hipnosis tetap diperlukan oleh pasien [7].
Dalam hal ini, pasien akan dibantu oleh hipnoterapis profesional dan bersertifikat untuk menjalani prosedur secara benar.
Terapis akan membuat pasien fokus namun dalam kondisi rileks sebelum memberikan sugesti [12].
Sugesti yang terapis berikan tentunya disesuaikan dengan tujuan pasien dalam menempuh terapi ini.
Pemberian sugesti dilakukan pada saat pasien sadar di mana dalam hal ini segala reaksi dan pemikiran negatif pasien akan diubah [12].
Sugesti dari terapis yang disampaikan diharapkan mampu menjadi pengubah pikiran dan perilaku pasien sehingga menjadi lebih baik dalam menghadapi sentuhan [12].
Usai hipnosis, pasien berpotensi tak lagi takut terhadap interaksi fisik.
- Obat-obatan
Selain psikoterapi, dokter kemungkinan perlu memberikan beberapa jenis obat-obatan untuk membantu meredakan gejala fisik dan emosional pasien [5,7].
Benzodiazepine atau antidepresan akan mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan serangan panik dan gangguan kecemasan karena haphephobia [5,7].
Namun supaya aman, pastikan penggunaan obat berdasarkan resep dan anjuran dokter.
- Perubahan Gaya Hidup
Untuk memaksimalkan masa-masa pemulihan pasien, beberapa kebiasaan hidup sehat dapat ditempuh.
Berolahraga rutin setidaknya seminggu 3 kali adalah salah satu cara mengendalikan stres yang paling baik serta mencegah depresi [2,13].
Latihan Yoga, meditasi, dan latihan pernapasan pun sangat dianjurkan bagi pasien fobia spesifik, tak terkecuali penderita haphephobia agar fisik, mental dan emosional jauh lebih baik [2,14].
Bagi penderita haphephobia pengonsumsi kafein, selama pemulihan sangat dianjurkan untuk tidak mengonsumsinya dulu [2,15].
Kafein mampu memicu tekanan darah tinggi, meningkatkan kecepatan detak jantung, dan bahkan menyebabkan lebih mudahnya kecemasan untuk timbul [2].
Tak hanya kopi dan teh, minuman berenergi hingga cokelat dapat dihindari agar gejala-gejala haphephobia tidak mudah muncul kembali [2].
Tinjauan Penanganan haphephobia meliputi psikoterapi (terapi eksposur dan terapi perilaku kognitif), hipnosis, penggunaan obat resep dokter, dan perubahan gaya hidup.
Komplikasi Haphephobia
Haphephobia yang tak segera ditangani akan mengakibatkan perburukan gejala. Beberapa risiko komplikasi yang berpotensi dialami oleh penderitanya adalah [1,2,4,5,6,7,11] :
- Agoraphobia
- Gangguan kecemasan sosial (fobia sosial)
- Isolasi diri
- Terhambatnya kelangsungan hidup
- Depresi
Karena menghindari interaksi fisik, maka penderita cenderung menarik diri dari pergaulan dan pertemuan dengan orang lain.
Bila terus berlanjut, kondisi ini akan merugikan kualitas hidup penderita sehari-hari.
Tinjauan Penderita dengan gejala haphephobia yang semakin parah akan semakin menghindari orang lain sehingga kualitas hidup dapat terpengaruh.
Pencegahan Haphephobia
Belum diketahui cara mencegah haphephobia karena fobia spesifik rata-rata terjadi karena peristiwa tak menyenangkan yang dialami penderitanya.
Namun dengan memeriksakan diri ketika gejala-gejala haphephobia mulai disadari, penanganan dini dapat dijalani oleh penderita.
Tujuan pemeriksaan dan penanganan dini adalah untuk mencegah bertambah seriusnya gejala serta meminimalisir risiko komplikasi.
Tinjauan Tidak ada pencegahan untuk haphephobia, namun sedini mungkin gejala ditangani, maka risiko komplikasi akan semakin kecil.