Penyakit & Kelainan

Torus Palatinus : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Torus Palatinus?

Torus Palatinus ( img : Health Jade )

Torus palatinus merupakan sebuah kondisi pertumbuhan tulang pada langit-langit mulut sehingga menimbulkan tonjolan pada area tersebut.

Benjolan tulang disebut dengan istilah eksostosis, sedangkan palatum adalah istilah untuk langit-langit mulut.

Kondisi ini tidak tergolong sebagai kondisi berbahaya karena merupakan variasi normal yang lebih berpotensi dialami oleh wanita.

Tonjolan tulang ini memiliki bentuk dan ukuran yang beragam dan timbul atau tumbuh pada bagian tengah langit-langit mulut yang keras.

Tonjolan tersebut juga biasanya tertutup oleh sedikit pembuluh darah serta mukosa tipis.

Tinjauan
Torus palatinus merupakan sebuah kondisi pertumbuhan tulang pada langit-langit mulut dalam bentuk tonjolan atau benjolan keras yang bervariasi ukurannya namun rata-rata tidak membahayakan.

Fakta Tentang Torus Palatinus

  1. Prevalensi torus palatinus diketahui beragam dan belum tersedia data spesifik di Indonesia.
  2. Namun menurut sebuah hasil penelitian pada tahun 2014 pada 274 orang mahasiswa baru Universitas Indonesia khususnya pada populasi Indonesia Barat, ditemukan bahwa 77,4% adalah prevalensi torus palatinus pada pria yang diketahui lebih tinggi dari wanita dilihat melalui palpasi dan inspeksi [11].
  3. Pada penelitian tersebut, terdapat kasus torus palatinus ukuran kecil atau <3 mm pada laki-laki sebanyak 67,9% dan torus palatinus ukuran 3-6 mm (sedang) pada wanita adalah 50,9% [11].
  4. Kasus torus palatinus di Indonesia memang sudah ada, namun prevalensi dan distribusi karakteristiknya berbeda antara perempuan dan laki-laki di Indonesia Barat [11].

Penyebab Torus Palatinus

Belum diketahui secara jelas apa faktor penyebab torus palatinus, namun diduga kuat bahwa faktor genetik memengaruhi dan menimbulkan kondisi ini.

Terdapat dugaan bahwa seseorang dengan kondisi torus palatinus dapat menurunkan kondisi yang dimilikinya pada anak-anaknya kelak.

Namun selain faktor genetik, terdapat sejumlah faktor risiko yang juga dapat meningkatkan potensi seseorang mengalami torus palatinus, seperti :

  • Peningkatan Kepadatan Tulang

Faktor satu ini masih belum diketahui apakah jelas memengaruhi timbulnya kondisi torus palatinus [3].

Meski masih membutuhkan studi atau penelitian lebih lanjut, para peneliti menemukan bahwa wanita kulit putih pasca menopause dengan torus palatinus sedang hingga besar memiliki kepadatan tulang yang normal hingga tinggi.

Padahal seperti diketahui, wanita pasca menopause memiliki tingkat kepadatan tulang yang rendah karena terus menurun.

Namun pada kondisi wanita pasca menopause dengan torus palatinus, dijumpai bahwa kepadatan tulang justru normal atau tinggi.

Maka sebagai kesimpulannya, tingkat kepadatan tulang yang tinggi berkaitan dengan torus palatinus.

Kebiasaan mengerat atau menggeretakkan gigi diyakini sebagai sebuah faktor yang mampu menjadi penyebab dari kondisi torus palatinus [4].

Tekanan pada struktur tulang di dalam mulut saat menggeretakkan atau mengerat gigi memengaruhi pembentukan tulang pada langit-langit mulut.

Meski demikian, hal ini masih menjadi kontroversi karena banyak pihak yang tidak menyetujuinya dan masih diperlukan penelitian lebih dalam dan jauh mengenai faktor ini.

  • Tekanan Kunyah

Serupa dengan kondisi mengerat atau menggeretakkan gigi, tekanan dalam mengunyah memengaruhi kondisi tulang mulut.

Walau demikian, hal ini juga belum dapat dipastikan dan masih perlu diteliti lebih lanjut.

  • Diet

Pertumbuhan tulang pada langit-langit mulut juga dikaitkan dengan diet tinggi lemak tak jenuh tunggal.

Para peneliti menemukan dan mempelajari tentang torus palatinus yang kebanyakan dialami oleh orang-orang dengan asupan ikan air laut tinggi [5,6].

Pada beberapa negara, terdapat orang-orang yang sangat menyukai konsumsi ikan laut.

Negara-negara yang dimaksud meliputi Norwegia, Kroasia, dan Jepang.

Sedangkan ikan air laut sendiri mengandung lemak tak jenuh tunggal serta vitamin D tinggi yang mendukung pertumbuhan tulang.

Bila dikonsumsi jangka panjang dalam jumlah terlampau banyak, risiko torus palatinus pun semakin tinggi.

Tinjauan
Belum diketahui pasti faktor penyebab torus palatinus, namun faktor genetik diduga kuat menjadi alasan dasarnya. Selain itu, beberapa dugaan faktor risikonya meliputi diet tinggi lemak tak jenuh tunggal, kebiasaan mengerat gigi, tekanan dalam mengunyah, dan meningkatnya kepadatan tulang. 

Gejala Torus Palatinus

Walau tumbuh tulang pada langit-langit mulut, kondisi torus palatinus ini umumnya tidak menyebabkan rasa nyeri.

Penderita juga tidak mengalami gejala fisik apapun kecuali benjolan atau tonjolan pada langit-langit mulut tersebut.

Beberapa tanda torus palatinus lainnya terkait tonjolan yang ada di langit-langit mulut antara lain adalah [5,7] :

  • Tumbuhnya tulang biasanya tepat di bagian tengah langit-langit mulut.
  • Benjolan atau tonjolan tulang memiliki ukuran yang bervariasi; ada yang lebih besar dari 6 mm, ada pula yang lebih kecil dari 2 mm.
  • Tumbuhnya tulang tergolong lambat dan dimulai pada saat usia remaja (pubertas). Meski demikian, tonjolan baru akan lebih terlihat saat penderita menginjak usia paruh baya.
  • Bentuk tonjolan tulang juga bervariasi, ada yang nodular, spindel, datar, atau bahkan seperti berkelompok yang terhubung satu sama lain.

Umumnya, torus palatinus akan terus tumbuh di masa pertumbuhan (usia tumbuh kembang) dan pada beberapa kasus pertumbuhan tulang ini akan berhenti ketika usia semakin dewasa.

Terdapat pula kasus torus palatinus di mana tulang menyusut yang terjadi karena resorpsi alami tulang.

Usia yang semakin bertambah dewasa dan tua memengaruhi resorpsi alami tulang dan pada beberapa penderita torus palatinus, tulang yang tumbuh tidak menjadi masalah lagi.

Pemeriksaan Torus Palatinus

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa ukuran torus palatinus beragam, mulai dari ukuran kecil hingga besar.

Dan jika ukuran tulang yang tumbuh cukup besar, maka penderita akan langsung dapat merasakannya.

Namun jika ukurannya tergolong kecil, biasanya penderita tidak akan merasakan apapun; bahkan kondisi torus palatinus ini sendiri tidak memiliki gejala apabila tumbuhnya tulang tergolong kecil dengan kondisi bersifat ringan.

Namun saat menemui dokter dan memeriksakan diri, dokter akan tetap menerapkan sejumlah metode diagnosa untuk memastikan kondisi torus palatinus.

Dokter perlu memeriksa apakah tonjolan yang dialami pasien merupakan kondisi torus palatinus yang tidak berbahaya, atau justru mengarah pada kondisi kanker.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Pemeriksaan fisik harus diterapkan dengan mengecek langsung bagian langit-langit mulut pasien untuk melihat serta memeriksa tonjolannya [5,8].

Selain itu, dokter pasti akan menanyakan kepada pasien mengenai riwayat gejala sekaligus riwayat medis.

Ada kemungkinan dokter juga perlu tahu gaya hidup pasien, seperti halnya diet yang selama ini dilakukan dan jenis makanan apa saja yang sering atau sehari-hari diasup.

Pemeriksaan fisik dan pengajuan sejumlah pertanyaan terkait gejala dan riwayat kesehatan pasien biasanya belumlah cukup [3].

Maka dari itu, pemeriksaan penunjang tentu diperlukan untuk mengetahui lebih detail kondisi pasien, seperti rontgen.

Rontgen adalah prosedur pemeriksaan yang akan membantu dokter mengetahui kondisi bagian dalam mulut pasien dan mengonfirmasi kondisi yang menjadi kecurigaan dokter.

Adakah kemungkinan tonjolan pada langit-langit mulut adalah kanker?

Kanker mulut mungkin merupakan kondisi yang menjadi kecurigaan awal ketika timbul tonjolan abnormal pada langit-langit mulut.

Namun, kanker mulut cenderung langka dan kasusnya pada pria hanya 0,11% dan wanita 0,07%.

Jika kanker mulut terjadi, tonjolan abnormal biasanya akan timbul justru pada jaringan lunak mulut, seperti lidah atau pipi.

Untuk memastikannya, pasien perlu menempuh CT atau MRI scan supaya dokter dapat benar-benar mengetahui apakah benjolan merupakan kanker atau pertumbuhan tulang [8,9].

Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan dan rontgen adalah metode diagnosa untuk kasus torus palatinus. Untuk memastikan apakah tonjolan berupa kanker, maka dokter akan menggunakan CT scan sebagai cara mendeteksinya.

Pengobatan Torus Palatinus

Jika torus palatinus tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan gejala berarti, maka biasanya kondisi ini tidak memerlukan penanganan khusus.

Namun bila tonjolan berukuran besar dan mengganggu aktivitas sehari-hari penderita, maka dokter biasanya akan merekomendasikan prosedur bedah.

Prosedur operasi atau bedah hanya akan dianjurkan dokter apabila kondisi pasien sebagai berikut [8,10] :

  • Tonjolan sangat besar sehingga pasien sulit makan, minum, membersihkan gigi dan mulut, serta sulit untuk bicara.
  • Kesulitan dalam menikmati makanan-makanan bertekstur keras seperti misalnya keripik. Pada bagian torus palatinus tidak terdapat pembuluh darah sehingga ketika makanan kontak dengan tonjolan, hal ini dapat menimbulkan luka gores atau semacamnya.
  • Sulit untuk merapatkan gigi atas dan bawah karena adanya tonjolan yang besar dan membuat tidak nyaman.

Ketika terjadi luka pada area torus palatinus, maka hal ini akan menyebabkan masa penyembuhan yang cukup lama.

Oleh karena itu, pilihan prosedur bedah dapat ditempuh oleh pasien untuk mengangkat tonjolan tersebut [1,8].

Jika pun pasien memilih untuk menjalani prosedur bedah, maka pasien harus ditangani oleh dokter bedah maksilofasial.

Dokter bedah maksilofasial adalah spesialis dalam tindakan operasi khususnya pada rahang, wajah dan leher, sehingga pasien penderita torus palatinus harus ditangani dengan tepat oleh dokter ahli.

Tinjauan
Tidak terdapat penanganan khusus bagi torus palatinus tanpa gejala atau yang tidak terlalu mengganggu. Namun bila bentuk dan ukuran tonjolan menghambat aktivitas, prosedur operasi akan direkomendasikan oleh dokter.

Komplikasi Torus Palatinus

Umumnya, risiko komplikasi dari prosedur operasi cenderung rendah dan kebanyakan kasus sangat aman bagi pasien.

Hanya saja, para pasien tetap perlu mengetahui kemungkinan masalah apa saja yang dapat timbul dari efek operasi, seperti [2,10] :

  • Perdarahan
  • Pembengkakan pada area yang dioperasi
  • Infeksi
  • Reaksi alergi terhadap anestesi / obat bius yang diberikan sebelum prosedur operasi dimulai

Bila pun terjadi efek samping, umumnya kondisi-kondisi tersebut dapat pulih hanya dalam waktu kurang lebih 1 bulan.

Namun, dokter bedah akan memberikan solusi perawatan yang akan meredakan ketidaknyamanan, seperti :

  • Menggunakan air garam untuk berkumur.
  • Menggunakan antiseptik oral untuk berkumur dan membersihkan bagian dalam mulut agar mengurangi risiko infeksi.
  • Mengonsumsi makanan-makanan bertekstur lunak dan lembut agar tidak memengaruhi bekas operasi.
  • Menggunakan obat resep dokter untuk meredakan rasa nyeri dan efek samping lainnya secara teratur.

Pencegahan Torus Palatinus

Tidak terdapat cara khusus untuk mencegah agar torus palatinus sama sekali tidak terjadi.

Ini karena belum diketahui secara jelas apa yang menjadi dasar penyebab tulang tumbuh pada langit-langit mulut.

Namun menghindari diet tinggi lemak tak jenuh tunggal serta menghindari kebiasaan mengerat gigi dapat dilakukan untuk meminimalisir risikonya.

Tinjauan
Upaya meminimalisir risiko torus palatinus terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari tekanan pada kunyahan atau tidak mengerat gigi serta tidak berdiet tinggi lemak tak jenuh tunggal.

1. Muthiah Vaduganathan, MD, MPH, Ariel E. Marciscano, MD, & Kristian R. Olson, MD, MPH. Torus palatinus. Baylor University Medical Center Proceedings; 2014.
2. Jesse Aron, MD, Stephen J Raithel, BA, & Andrew J Mannes, MD. Torus Palatinus and Airway Management. HHS Public Access; 2017.
3. Joseph L Belsky, Josephine S Hamer, Janet E Hubert, Karl Insogna, & William Johns. Torus palatinus: a new anatomical correlation with bone density in postmenopausal women. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism; 2003.
4. Koji Morita, Takahiro Mori, Mariko Maruyama, Aya Hiraoka, Chiaki Higa, Azusa Kuroki, Mitsuyoshi Yoshida, & Kazuhiro Tsuga. Association between buccal mucosa ridging and oral or occlusal status among older people. Oral Diseases; 2018.
5. Bader K AlZarea. Prevalence and pattern of torus palatinus and torus mandibularis among edentulous patients of Saudi Arabia. Clinical Interventions in Aging; 2016.
6. Yildiray Sisman, Elif Tarim Ertas, Cumali Gokce, & Faruk Akgunlu. Prevalence of Torus Palatinus in Cappadocia Region Population of Turkey. European Journal of Dentistry; 2008.
7. V. K. Hiremath, A. Husein, & N. Mishra. Prevalence of torus palatinus and torus mandibularis among Malay population. Journal of International Society of Preventive & Community Dentistry.
8. Amir Hanafi & Richard Alweis. Images in medicine: torus palatinus. Journal of Community Hospital Internal Medicine Perspectives; 2019.
9. Vivian Narana Ribeiro El Achkar, Sérgio Lucio Pereira de Castro Lopes, Antonione Santos Bezerra Pinto, Renata Falchete do Prado, & Estela Kaminagakura. Imaging Aspects of Palatal Torus in Cone Beam Computed Tomography and Magnetic Resonance: Case Report. Acta Stomatologica Croatica; 2016.
10. NH Che Ibrahim & N Md Shukri. Is it as dangerous as it looks? Malaysian Family Physician; 2017.
11. Raka Aldy Nugraha. Prevalensi dan karakteristik torus palatinus pada laki-laki dan perempuan pada populasi Indonesia Barat. Universitas Indonesia Library; 2020.

Share