Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Telur merupakan salah satu makanan yang paling sering menyebabkan alergi pada anak-anak. Gejala alergi ini biasanya muncul beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan telur atau produk yang mengandung
Telur merupakan salah satu alergen paling penting dalam menu makanan anak. Alergi telur dapat menimbulkan masalah kualitas hidup[1].
Daftar isi
Alergi disebabkan ketika sistem kekebalan tubuh/sistem imun seseorang dengan salah menyerang substansi tidak berbahaya, seperti protein dalam makanan.
Tubuh menghasilkan antibodi untuk menyerang jenis makanan tersebut. Sehingga saat konsumsi makanan dilakukan, tubuh akan melepaskan zat kimia seperti histamin untuk perlindungan[2].
Pada alergi telur, sistem kekebalan tubuh menjadi lebih peka/sensitif dan bereaksi berlebihan terhadap protein dalam putih atau kuning telur.
Tubuh menganggap protein ini sebagai materi asing dan sistem kekebalan tubuh melakukan pertahanan. Hal inilah yang menyebabkan gejala reaksi alergi[3].
Alergi telur merupakan jenis alergi paling umum kedua pada bayi dan anak kecil, setelah alergi susu sapi. Alergi telur diperkirakan mempengaruhi 0,5-2% dari anak kecil.
Studi menunjukkan bahwa sekitar 70% dari anak-anak dengan alergi telur akan mengatasi kondisi tersebut menjelang usia 16 tahun[1, 3].
Alergi telur dapat didefinisikan sebagai reaksi negatif dari sifat imunologis terinduksi oleh protein telur.
Respon alergi biasanya termediasi oleh adanya imunoglobin E (IgE) dan proses pengikatan IgE pada sel mast dan basofil disebut sebagai sensitisasi[1, 4].
Proses sensitisasi mempersiapkan sel mast dan basofil untuk aktivasi antigen spesifik. Dalam fase aktivasi, pemaparan kembali dengan protein alergen telur menginisiasi degranulasi sel mast dan basofil dengan dilanjutkan pelepasan zat kimiawi tertentu, seperti histamine, heparin, dan leukotriene. Pelepasan zat-zat tersebut menimbulkan gejala alergi telur[4].
Gejala dari alergi telur menyerupai gejala alergi jenis lain, antara lain yaitu[2, 3, 5]:
Terkadang reaksi alergi dapat berubah berat dan membahayakan nyawa, misalnya kasus anafilaksis. Anafilaksis merupakan kondisi darurat yang harus ditangani dengan cepat dengan suntikan epinefrin darurat. Pasien juga perlu dibawa ke UGD rumah sakit[5].
Anafilaksis dapat meliputi gejala berikut[5]:
Alergi telur merupakan alergi makanan paling umum pada anak-anak. Alergi telur biasanya terjadi pada usia muda, dengan reaksi terberat terjadi antara usia 6-15 bulan[2].
Umumnya alergi telur akan berangsur membaik sebelum usia sekolah. Hampir semua reaksi alergi akibat telur terjadi pada anak dengan eksim infantil[2].
Gejala alergi telur pada anak-anak umumnya meliputi[2]:
Studi menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak dengan alergi telur mengembangkan toleransi terhadap telur dengan resolusi mencapai 50% menjelang usia 3 tahun dan 66% menjelang usia 5 tahun[1].
Alergi telur sangat jarang terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis hampir selalu dimulai pada usia anak-anak atau remaja awal. Meski demikian, terdapat kasus yang terdokumentasi terjadinya onset alergi telur pada usia dewasa[2].
Gejala alergi telur pada orang dewasa meliputi[2]:
Respon alergi telur dapat bervariasi dan menimbulkan komplikasi seperti[4]:
Opsi pertolongan pertama untuk reaksi alergi telur yaitu[5, 6]:
Antihistamin dapat diberikan untuk meringankan tanda dan gejala alergi. Perlu diingat bahwa antihistamin tidak ditujukan untuk mencegah reaksi alergi atau untuk mengendalikan reaksi berat.
Pasien sebaiknya dalam posisi berbaring, jangan diperbolehkan untuk berdiri atau berjalan. Kemudian pasien diberikan suntikan epinefrin darurat dengan autoinjector. Setelah disuntikkan, pasien harus segera dibawa ke UGD.
Untuk mendiagnosis alergi telur, dokter dapat melakukan skin prick test (uji tusuk kulit) dan/atau tes darah. Uji tusuk kulit dilakukan dengan menempatkan sejumlah kecil cairan yang mengandung protein telur pada punggung atau lengan bawah.
Kemudian cairan ditusuk dengan sebuah probe steril kecil untuk membuatnya meresap ke dalam kulit. Jika terbentuk bintik kemerahan dalam 15 hingga 20 menit, hal tersebut mengindikasikan alergi[3].
Tes ini dapat menentukan jenis alergi terhadap kuning telur atau putih telur, bergantung pada protein di dalam cairan. Alergi terhadap protein putih telur merupakan yang paling umum[3].
Tes darah dilakukan dengan pengambilan sejumlah sampel darah untuk diperiksa di laboratorium. Tes ini bertujuan untuk memeriksa ada tidaknya antibodi IgE terhadap protein telur[3].
Jika tes tidak menunjukkan hasil yang jelas, dokter dapat menyarankan tantangan makanan oral. Dalam tantangan makanan oral, pasien diminta memakan sejumlah kecil telur untuk memastikan ada tidaknya reaksi alergi[3].
Karena terdapat kemungkinan reaksi alergi berat, tantangan makanan oral dilakukan di ruang dokter dengan pengawasan staf medis dan peralatan darurat serta obat-obatan yang memadai[3].
Menghindari konsumsi telur atau produk yang mengandung telur merupakan cara mengatasi alergi paling efektif. Meski demikian, menghindari telur sepenuhnya dapat menjadi hal yang sulit dilakukan karena telur termasuk bahan yang sangat umum digunakan pada berbagai produk makanan[4, 5].
Saat ini belum terdapat perawatan yang dapat mengobati atau memberikan remisi jangka panjang dari alergi telur. Namun, beberapa strategi perawatan tengah dikembangkan[1].
Salah satunya ialah oral immunotherapy (OIT) yang meliputi pemberian putih telur alergenik secara oral dengan sarana edible dalam dosis yang ditingkatkan secara bertahap.
OIT telah menunjukkan keberhasilan desensitisasi pada pasien dengan alergi telur. Namun, metode ini memerlukan waktu yang lama dan sering memerlukan terapi perawatan jangka panjang[4].
Alergi telur bukan merupakan kondisi yang dapat dicegah. Namun pasien dapat melakukan beberapa tindakan untuk mengantisipasi reaksi alergi berat, meliputi[6]:
1. Jean-Chistoph Caubet, MD and Julie Wang, MD. Current Understanding of Egg Allergy. Pediatric Clinic North America; 2012.
2. Michael Kerr, reviewed by Deborah Weatherspoon, Ph.D., R.N., CRNA. Egg Allergies. Healthline; 2017.
3. Anonim. Egg Allergy. American College of Allergy, Asthma, & Immunology; 2019.
4. Philip Mathew and Jennifer L. Pfleghaar. Egg Allergy. StatPearl Publishing; 2020.
5. Ibrar. First Aid Treatment for Egg Allergy. CPR Training Courses; 2013.
6. Anonim. Allergic Reactions Emergency First Aid. Better Health Channel; 2020.