Penyakit & Kelainan

Aphakia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Aphakia?

Aphakia ( img : Science Direct )

Aphakia merupakan sebuah kondisi ketika seseorang tidak memiliki lensa mata di mana hal ini dapat terjadi pada satu atau kedua sisi mata [4,6,7,9].

Aphakia adalah sebuah kondisi yang dapat menjadi sebuah kondisi bawaan lahir atau kongenital, namun juga dapat terjadi karena kecelakaan atau cedera.

Meski aphakia tidak memandang usia, kondisi ini lebih berpotensi terjadi pada orang dewasa penderita katarak.

Tidak menutup kemungkinan pula bahwa bayi dan anak-anak dapat mengalaminya walau kasus ini lebih jarang.

Apa itu lensa mata?

Lensa mata adalah bagian jernih pada mata dengan struktur yang fleksibel untuk membantu mata dapat fokus pada obyek [3].

Lensa mata berada tepat di belakang iris mata (bagian mata yang berwarna).

Tugas atau fungsi utama lensa mata adalah membuat cahaya yang masuk ke retina lebih fokus.

Terdapat otot siliari pada lensa mata yang gerakannya dapat menipis dan menebal supaya pandangan mata terhadap obyek yang dilihat dapat jelas optimal.

Tinjauan
Ketiadaan lensa mata adalah kondisi yang disebut dengan aphakia yang umumnya dialami bayi baru lahir (faktor bawaan/kongenital) maupun orang dewasa (faktor didapat seperti cedera).

Fakta Tentang Aphakia

  1. Di Amerika, diketahui terdapat 17,2% (20,5 juta) kasus katarak pada orang-orang dewasa usia lebih dari 40 tahun, sedangkan 5,1% (6,1 juta) kasus aphakia/pseudophakia [1].
  2. Prevalensi kasus aphakia dan katarak lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki di Amerika [1].
  3. Per tahun 2020, diperkirakan kasus penderita katarak mencapai 30,1 juta dan aphakia 9,5 juta [1].
  4. Angka kasus katarak, operasi katarak, hingga aphakia dapat meningkat drastis 20 tahun ke depan pada populasi di Amerika [1].
  5. Di Indonesia, data prevalensi spesifik aphakia belum diketahui, namun katarak sendiri merupakan penyebab umum kebutaan pada perempuan (81,0%) dan laki-laki (71,7%) [2].

Penyebab Aphakia

Terdapat sejumlah faktor yang mampu menjadi penyebab aphakia terjadi, yaitu faktor genetik, cedera, dan katarak.

1. Genetik

Kasus faktor genetik atau bawaan dapat menjadi alasan dasar seseorang mengalami aphakia, namun hal ini tergolong lebih jarang daripada faktor cedera dan katarak.

Beberapa bayi lahir tanpa memiliki lensa pada matanya dan hal ini dikenal dengan sebutan aphakia kongenital primer dan aphakia kongenital sekunder.

  • Aphakia Kongenital Primer

Pada kasus aphakia kongenital primer, bayi lahir tanpa lensa mata disebabkan oleh mutasi genetik atau gangguan perkembangan selama berada di dalam kandungan [5].

  • Aphakia Kongenital Sekunder

Sementara aphakia kongenital sekunder adalah kondisi bayi lahir yang sebenarnya memiliki lensa mata namun terlepas atau justru terserap sebelum lahir [4,5].

Kondisi lepas atau terserapnya lensa mata dapat pula terjadi pada waktu proses persalinan.

Untuk jenis aphakia kongenital sekunder ini, biasanya paparan virus menjadi penyebab utama, rubella kongenital adalah salah satu contohnya.

2. Katarak

Katarak adalah sebuah kondisi ketika penglihatan mengeruh yang utamanya disebabkan oleh penumpukan protein pada lensa [1,2,3,4,5].

Katarak memang lebih berpotensi terjadi pada orang-orang dewasa yang lebih tua dan membuat lensa penderita sulit untuk membiaskan cahaya pada retina.

Oleh sebab itu, penderita usia dewasa yang memiliki riwayat katarak akan lebih mudah mengalami aphakia.

3. Operasi Katarak

 Selain penyakit katarak itu sendiri, operasi katarak pun menjadi salah satu penyebab aphakia [4,6].

Katarak pada anak maupun orang dewasa yang membutuhkan operasi untuk memperbaiki penglihatan.

Biasanya, operasi katarak bertujuan utama menggantikan lensa yang keruh dengan lensa buatan agar penglihatan lebih baik, namun hal ini mampu menjadi alasan aphakia timbul kemudian.

4. Cedera

Mengalami kecelakaan atau cedera pada wajah, khususnya di area sekitar mata dapat berpotensi merusak lensa [6].

Oleh karena itu, cedera pun dapat menjadi penyebab utama aphakia terjadi dengan lepasnya lensa dari mata saat kecelakaan dialami.

Tinjauan
Penyebab aphakia umumnya meliputi faktor genetik, katarak, operasi katarak atau cedera.

Gejala Aphakia

Ketika lensa mata hilang atau tidak ada, beberapa keluhan terkait fungsi penglihatan yang dialami antara lain adalah [7] :

  • Penglihatan kabur
  • Rabun dekat
  • Kesulitan memfokuskan pandangan pada sebuah benda atau obyek ketika terjadi perubahan jarak
  • Perubahan warna pada penglihatan (warna yang ditangkap mata dapat memudar)
  • Gangguan fokus pada obyek benda (terutama bila benda bergerak semakin dekat atau jauh)

Pemeriksaan Aphakia

Aphakia dapat terdiagnosa melalui pemeriksaan mata standar atau pemeriksaan mata pada umumnya [8].

Untuk mengonfirmasi kondisi aphakia sekaligus mengetahui penyebab yang mendasarinya, dokter perlu mengecek retina, kornea dan iris mata pasien juga.

Namun pada kasus bayi yang masih di dalam kandungan, dokter dapat mengidentifikasi kondisi tak normal pada janin melalui USG [9].

Penanganan Aphakia

Untuk mengatasi aphakia, baik pada anak-anak maupun orang dewasa, jalur operasi menjadi satu-satunya jalan yang paling dapat diandalkan.

1. Operasi

Operasi adalah tindakan medis yang umumnya perlu ditempuh oleh pasien aphakia baik bayi, anak yang lebih besar, maupun orang dewasa.

  • Operasi untuk Bayi/Anak

Untuk para bayi penderita aphakia, langkah operasi perlu segera ditempuh karena pada dasarnya mereka masih dalam tahap tumbuh kembang.

Mata mereka masih berkembang sehingga jauh lebih baik bila lensa mata diperbaiki secara lebih dini.

Menurut rekomendasi The American Academy of Pediatrics, bayi yang sudah berusia sekitar 1 bulan boleh menempuh operasi [10].

Dokter juga merekomendasikan penggunaan lensa kontak khusus atau kacamata yang bisa dipakai dalam jangka waktu lama bahkan setelah operasi.

Ada pula dokter yang akan merekomendasikan implan lensa buatan di mana prosedur ini hanya diperuntukkan bagi anak yang sudah mencapai usia 1 tahun [6,11].

  • Operasi untuk Orang Dewasa

Pada penderita aphakia orang dewasa, operasi juga menjadi tindakan medis yang dianjurkan oleh dokter untuk mengangkat lensa yang rusak.

Jika perlu, dokter juga akan merekomendasikan implan lensa buatan pada mata pasien yang disebut dengan lensa intraokular [11].

Prosedur operasi ini dapat ditempuh oleh penderita aphakia karena katarak maupun cedera.

Prosedur ini biasanya bahkan tidak sampai 1 jam dan akan diawali dengan pemberian anestesi lokal.

Tak hanya bayi dan anak-anak, dokter juga akan meresepkan kacamata atau lensa kontak khusus setelah operasi supaya penglihatan menjadi lebih baik.

2. Lensa Korektif

Seperti telah disebutkan sebelumnya, lensa kontak khusus dan kacamata diresepkan oleh dokter baik bagi pasien anak maupun orang dewasa usai operasi.

Berikut ini adalah jenis lensa korektif yang dibutuhkan oleh pasien pasca operasi :

  • Kacamata Aphakia

Jenis lensa korektif yang pertama adalah kacamata khusus untuk penderita aphakia [6,12].

Biasanya, kacamata khusus ini diberikan hanya bagi penderita aphakia yang kedua matanya terpengaruh.

Anak-anak biasanya tidak mudah terbiasa dan merasa nyaman karena lensa kacamata ini berat dan tebal.

  • Lensa Kontak Aphakia

Lensa kontak dapat diberikan pada penderita aphakia anak-anak maupun orang dewasa [4,6,12].

Tujuan pemberian lensa kontak adalah untuk membantu mata mereka fokus pada obyek yang dilihat.

Untuk anak-anak yang cenderung masih berusia sangat muda (usia bayi), lensa kontak dapat digunakan, terutama usai menempuh operasi lensa intraokular.

Namun seiring penggunaan yang semakin lama, pasien perlu berkonsultasi dengan dokter apabila terjadi perubahan pada penglihatan.

Baik itu memburuk maupun membaik, segera konsultasikan dengan dokter mengenai perkembangan penglihatan.

Tinjauan
Penanganan aphakia umumnya adalah dengan metode operasi di mana setelahnya dokter dapat meresepkan lensa korektif berupa kacamata atau lensa kontak, sesuai dengan kondisi pasien.

Komplikasi Aphakia

Meski umumnya penderita aphakia yang sudah menempuh operasi akan baik-baik saja dan pulih dengan mudah, sebagian lainnya tidak demikian.

Beberapa risiko komplikasi di bawah ini tetap tinggi bagi sejumlah pasien.

Glaukoma dapat terjadi pada siapa saja yang menjalani operasi mata.

Glaukoma timbul ketika saraf optik rusak karena tekanan di dalam mata pada prosedur operasi [13].

Jika terjadi glaukoma, maka sebaiknya segera mendapatkan penanganan atau jika sampai terabaikan maka kehilangan penglihatan permanen adalah risiko paling fatalnya.

Oleh sebab itu, sangat dianjurkan untuk para pasien operasi mata, sebaiknya tetap rutin memeriksakan kondisi mata untuk mewaspadai timbulnya glaukoma sebagai efek samping.

  • Detasemen Vitreous

Pada bola mata manusia, di dalamnya terdapat gel yang mengisi ruang antara retina dan lensa mata yang disebut dengan badan bening atau vitreous humor [14].

Perubahan dapat terjadi pada gel tersebut seiring bertambah tuanya usia.

Namun, perubahan juga dapat terjadi dipicu oleh operasi mata yang kemudian menyebabkan vitreous humor tertarik menjauh dari retina.

Bila dibiarkan, maka hal ini semakin lama mampu mengakibatkan detasemen atau lepasnya vitreous humor tersebut.

Meski detasemen vitreous pada umumnya tidak menyebabkan masalah atau gangguan yang berarti, pada beberapa kasus ablasi retina dapat terjadi karenanya.

Ablasi retina hanya akan terjadi ketika tertariknya vitreous humor sangat keras sampai menimbulkan lubang.

Tanda bahwa seseorang mengalami detasemen vitreous adalah ketika pada penglihatan tepi terdapat kilatan cahaya.

Tidak hanya itu, bintik-bintik menyerupai sarang laba-laba juga dapat timbul pada penglihatan sehingga cukup mengganggu.

Bila berlanjut, konsultasikan segera dengan dokter agar tidak semakin memburuk.

  • Ablasi Retina

Ablasi retina adalah salah satu komplikasi dari operasi maupun cedera mata [15].

Beberapa gejala yang menandakan bahwa seseorang mengalami ablasi retina adalah ketika penglihatan buram, kehilangan penglihatan tepi, buta warna, dan bintik-bintik pada penglihatan.

Segera konsultasikan keluhan-keluhan yang timbul bila mengalaminya, sebab terlambatnya penanganan dapat mengakibatkan kebutaan total permanen.

Tinjauan
Komplikasi aphakia dan penanganan aphakia yang perlu diwaspadai antara lain adalah glaukoma afaki, detasemen vitreous, dan ablasi retina.

Pencegahan Aphakia

Belum diketahui jelas hingga kini bagaimana cara mencegah aphakia.

Namun untuk meminimalisir risiko komplikasi dan perburukan gejala, pemeriksaan mata rutin dapat dilakukan.

Untuk kasus ablasi retina afaki, circumferential cryotherapy dapat ditempuh oleh penderita [16]

Tinjauan
Pencegahan aphakia belum diketahui dan cenderung tidak memungkinkan, namun pemeriksaan mata teratur sangat dianjurkan.

1. Nathan Congdon, Johannes R Vingerling, Barbara E K Klein, Sheila West, David S Friedman, John Kempen, Benita O'Colmain, Suh-Yuh Wu, Hugh R Taylor, Eye Diseases Prevalence Research Group. Prevalence of cataract and pseudophakia/aphakia among adults in the United States. Archives of Ophthalmology; 2004.
2. Didik Budijanto, Rudy Kurniawan, Nuning Kurniasih, Fetty Ismandari Direktorat Pencegahan, Rohani Simanjuntak, Lutfah Rif’ati, Yeni Dwi Lestari & Rizqitha Maula. Situasi Gangguan Penglihatan. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2018.
3. J. Fielding Hejtmancik & Alan Shiels. Overview of the Lens. HHS Public Access; 2017.
4. Catalina Ionescu, Dana Dascalescu, Miruna Cristea, Speranta Schmitzer, Miruna Cioboata, Raluca Iancu, & Catalina Corbu. Secondary congenital aphakia. Romanian Journal of Ophthalmology; 2016.
5. C Vermeif-Keers. Primary congenital aphakia and the rubella syndrome. Teratology; 1975.
6. Kagmeni Giles, Moukouri Ernest, Domngang Christelle, Nguefack-Tsague Georges, Cheuteu Raoul, Ebana Mvogo Come, & Peter Wiedemann. Aphakia Correction by Injection of Foldable Intra Ocular Lens in The Anterior Chamber. Ophthalmology and Eye Diseases; 2013.
7. Soumyadeep Majumdar & Koushik Tripathy. Hyperopia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. Buddy Russell, Michael A Ward, Michael Lynn, Lindreth Dubois, Scott R Lambert, Infant Aphakia Treatment Study Group.
The infant aphakia treatment study contact lens experience: one-year outcomes. Eye & Contact Lens; 2012.
9. Filippo Di Meglio, Carmine Vascone, Letizia Di Meglio, Luigi Carlo Lo Turco, Salvatore Giovanni Vitale, Pietro Cignini, Gaetano Valenti, Ferdinando Antonio Gulino, Agnese Maria Chiara Rapisarda, & Stefano Cianci. Ultrasound prenatal diagnosis of congenital primary aphakia: case report. Journal of Prenatal Medicine; 2015.
10. Koo EB, Deborah K VanderVeen, & Lambert SR. Global Practice Patterns in the Management of Infantile Cataracts. Europe PMC; 2018.
11. Marilita M Moschos & Eirini Nitoda. The Correction of Aphakia Using Anterior Chamber Intraocular Lens. In Vivo; 2016.
12. Alireza Baradaran-Rafii, MD, Ebrahim Shirzadeh, MD, Medi Eslani, MD, & Mitra Akbari, MD. Optical Correction of Aphakia in Children. Journal of Ophthalmic & Vision Research; 2014.
13. Ümit Ekşioğlu, Mehmet Yakın, Özgür Balta, Evin Şingar-Özdemir, Hande Hüsniye Telek, Firdevs Örnek, & Ilgaz Yalvaç. The Profile and Management of Glaucoma in Adult Aphakic Patients Following Complicated Cataract Surgery. Turkish Journal of Ophthalmology; 2018.
14. R N Shaffer. The role of vitreous detachment in aphakic and malignant glaucoma. Transactions - American Academy of Ophthalmology and Otolaryngology; 1954.
15. R Le Mesurier, S Vickers, S Booth-Mason, & A H Chignell. Aphakic retinal detachment. British Journal of Ophthalmology; 1985.
16. Hudson JR & Kanski JJ. Prevention of aphakic retinal detachment by circumferential cryotherapy. Modern Problems in Ophthalmology; 1977.

Share