Daftar isi
Bronkospasme merupakan sebuah kondisi ketika otot-otot lapisan saluran udara atau bronkus di organ paru mengalami kejang atau kontraksi sehingga mengencang [2,4,5].
Penyempitan saluran udara akan terjadi seketika otot-otot tersebut mengencang dan jumlah oksigen yang memasuki tubuh pun menjadi lebih sedikit, begitu pula dengan jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan.
Seperti halnya laringospasme, bronkospasme umumnya dialami oleh para penderita penyakit asma.
Penderita alergi juga berpotensi lebih besar mengalami bronkospasme di mana hal ini ditandai dengan sesak nafas dan mengi.
Tinjauan Bronkospasme adalah sebuah kondisi kejang pada otot-otot yang melapisi bronkus sehingga terasa kencang dan membuat penderitanya susah bernafas.
Bronkospasme pada dasarnya merupakan sebuah gejala dari sejumlah kondisi medis.
Ketika saluran udara mengalami iritasi atau pembengkakan karena kondisi medis tertentu, bronkospasme kemudian terjadi.
Walau penyakit asma menjadi kondisi yang umumnya menjadi penyebab timbulnya bronkospasme, terdapat faktor lain yang dapat memicu bronkospasme, yaitu [1,2,3,4,5] :
Tinjauan Pembengkakan maupun iritasi oleh sejumlah kondisi medis dapat menyebabkan bronkospasme terjadi.
Bronkospasme dapat menimbulkan sejumlah gejala di mana keluhan tamanya adalah dada yang terasa tertekan.
Hal ini mampu menyebabkan penderitanya sulit bernafas.
Selain itu, sejumlah gejala lain dapat dialami oleh penderita bronkospasme [2,4] :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika beberapa kondisi berikut mulai dialami, penderita perlu segera ke dokter dan memeriksakan diri [2,4,6].
Tinjauan Selain tekanan pada dada dan sulit bernafas, penderita bronkospasme dapat mengalami gejala-gejala berupa kelelahan, batuk, nyeri dada, mengi, dan pusing.
Untuk memastikan apakah gejala-gejala yang dialami penderita mengarah pada bronkospasme dan untuk mengetahui penyebabnya, beberapa metode diagnosa dapat ditempuh oleh pasien.
Metode-metode pemeriksaan yang umumnya diterapkan oleh dokter antara lain adalah :
Pemeriksaan ini umumnya digunakan sebagai pengukur kadar oksigen dalam tubuh pasien.
Tes ini dilakukan untuk mengetahui seberapa normal dan banyak oksigen yang bisa masuk serta ditahan oleh paru.
Spirometri merupakan metode diagnosa di mana pasien diminta bernafas melalui sebuah selang yang telah dihubungkan ke sebuah mesin.
Mesin inilah yang disebut dengan spirometer dan spirometer ini akan digunakan oleh dokter untuk mengukur tekanan udara yang dihirup dan diembuskan oleh pasien.
Jika diperlukan, dokter akan menggunakan metode pemeriksaan ini melalui sebuah alat yang dijepitkan pada jari pasien.
Tujuan pemeriksaan ini utamanya adalah untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah pasien.
Pasien diminta untuk menggunakan tabung sebagai alat bantu bernafas di mana dari alat tersebut mengukur seberapa baik oksigen yang memasuki darah.
Melalui pemeriksaan ini juga, dokter dapat melakukan pengujian kadar hemoglobin dalam tubuh pasien.
Penggunaan metode pemeriksaan ini biasanya dilakukann oleh dokter untuk mengetahui dan memastikan apakah olahraga menjadi penyebab utama bronkospasme pada pasien.
Pada prosedur tes ini, pasien akan diminta untuk menghirup campuran antara oksigen dan karbon dioksida supaya pernafasan dapat disimulasikan ketika melakukan olahraga.
Usai pasien menghirup campuran tersebut, dokter kemudian memeriksa apakah fungsi paru pasien terpengaruh.
Tes pemindaian berupa CT scan dapat menjadi tes penunjang bila dokter masih perlu menegakkan diagnosa.
Dalam prosedur CT scan ini, dokter akan memanfaatkan sinar-X untuk mengetahui kondisi bagian dalam paru-paru.
Berbagai gangguan, kerusakan atau kelainan pada paru dapat diketahui ketika hasil gambar sudah keluar.
Dokter dapat menggunakan metode pemeriksaan ini untuk mengetahui sekaligus mendeteksi keberadaan kondisi pneumonia pada pasien.
Melalui rontgen dada, dokter juga dapat mendeteksi adanya infeksi yang terjadi pada saluran nafas maupun paru-paru pasien.
Tinjauan Beberapa metode diagnosa yang digunakan untuk memastikan penyebab dan menentukan pengobatan bronkospasme adalah tes volume paru, spirometri, oksimetri, kapasitas difusi paru, CT scan, rontgen dada, dan hiperventilasi voluntari eucapnic.
Ketika hasil diagnosa menyatakan bahwa pasien positif menderita bronkospasme, dokter baru dapat menentukan metode perawatan yang sesuai.
Dokter perlu mengetahui lebih dulu penyebab bronkospasme sebelum memberikan pengobatan.
Beberapa jenis pengobatan yang umumnya diberikan pada pasien bronkospasme antara lain adalah :
1. Long-Acting Bronchodilators [4]
Pada pasien bronkospasme yang disebabkan oleh penyakit asma, long-acting bronchodilators atau bronkodilator jangka panjang umumnya diberikan dokter sebagai pengobatan utama.
Obat ini bertujuan utama menjaga agar saluran udara yang menyempit dapat lebih terbuka.
Hanya saja, efek obat ini hanya bertahan sampai 12 jam yang dapat dikonsultasikan lebih dulu dengan dokter sebelum benar-benar mulai menggunakannya.
2. Short-Acting Bronchodilators [2,4]
Obat-obatan short-acting bronchodilators atau bronkodilator kerja pendek ini diresepkan oleh dokter sebagai pereda gejala bronkospasme.
Meski mampu meredakan gejala dengan lebih cepat daripada bronkodilator kerja panjang, manfaatnya hanya bisa sampai 4 jam.
Obat ini memiliki fungsi sama dengan long-acting bronchidilators, yaitu membuat saluran udara yang menyempit menjadi lebih lebar sehingga proses pernafasan berjalan normal kembali.
Beberapa jenis short-acting bronchodilators yang umumnya diresepkan antara lain adalah :
Penderita yang mengalami bronkospasme karena aktivitas fisik seperti olahraga, pastikan menggunakan obat ini sebelum melakukan olahraga apapun.
Penggunaan 15 menit sebelum berolahraga lebih dianjurkan.
3. Antibiotik [12]
Bila dokter mendeteksi adanya infeksi bakteri pada tubuh pasien, maka obat antibiotik akan diresepkan.
Pasien perlu mengonsumsi antibiotik untuk mengatasi infeksi tersebut.
4. Steroid Intravena atau Oral [2,4]
Jenis obat steroid baik digunakan secara oral atau intravena dapat diresepkan oleh dokter pada kasus gejala yang sudah sangat serius.
Dokter hanya akan memberikan jenis obat ini bila obat lainnya kurang efektif dalam meredakan gejala.
5. Steroid Inhalasi [2,4]
Jika saluran pernafasan mengalami pembengkakan, maka obat-obat ini mampu meredakan bengkak tersebut.
Penggunaan obat ini tergolong aman bila dilakukan jangka panjang, walau tetap perlu mengonsultasikannya dengan dokter secara lebih detail.
Hanya saja, manfaat atau efek obat ini timbul lebih lama daripada short-acting bronchodilators.
6. Kombinasi Kortikosteroid dan Long-Acting Bronchodilators [4]
Pada beberapa kasus bronkospasme, dokter akan memberikan resep kombinasi antara long-acting bronchodilators dan kortikosteroid.
Tak hanya mengatasi gejala, diharapkan kombinasi obat ini mampu mencegah agar kejang tidak timbul kembali.
Beberapa obat kortikosteroid inhalasi dan long-acting bronchodilators yang diberikan kepada pasien bronkospasme adalah :
Tinjauan Pengobatan bronkospasme umumnya meliputi pemberian obat short-acting bronchodilators, long-acting bronchidilators, steroid oral dan injeksi, steroid inhalasi, antibiotik, serta long-acting bronchidilators kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi,
Bronkospasme mampu menyebabkan hambatan pada saluran nafas penderitanya.
Udara akan terjebak di saluran nafas dan hanya akan meningkatkan risiko pneumomediastinum atau pneumotoraks [2].
Pada kasus bronkospasme yang lebih serius, hal ini menjadikan penderita lebih mudah mengalami gagal nafas akut yang disertai dengan hiperkapnia maupun hipoksia.
Bronkospasme dapat dicegah lebih mudah ketika mengetahui faktor yang menyebabkannya.
Berikut ini adalah sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko bronkospasme [1,4,13,14,15].
Tinjauan Menjaga kesehatan dengan pola hidup yang baik tentu merupakan langkah pencegahan bronkospasme terbaik, seperti berolahraga di tempat yang jauh dari alergen, tidak merokok, minum banyak air putih, serta pemanasan dan pendinginan setiap berolahraga.
1. Jeffrey J Fredberg. Bronchospasm and its biophysical basis in airway smooth muscle. Respiratory Research; 2004.
2. Lauren R. Edwards & Judith Borger. Pediatric Bronchospasm. National Center for Biotechnology Information; 2020.
3. Roy A Pleasants. Review of guidelines and the literature in the treatment of acute bronchospasm in chronic obstructive pulmonary disease. Pharmacotherapy; 2006.
4. Marc A. Molis, MD, FAAFP & Whitney E. Molis, MD, FAAAAI, FACAAI, FAAP. Exercise-Induced Bronchospasm. Sports Health; 2010.
5. Maria D’Amato, Antonio Molino, Giovanna Calabrese, Lorenzo Cecchi, Isabella Annesi-Maesano, & Gennaro D’Amato. The impact of cold on the respiratory tract and its consequences to respiratory health. Clinical and Translational Allergy; 2018.
6. K M Kuczkowski, T Moeller-Bertram, & J L Benumof. Differential diagnosis of shortness of breath and bronchospasm following eclamptic seizures: aspiration vs. asthma? Annales Francaises D'Anasthesie Et De Reanimation; 2004.
7. J R Hedges, J T Amsterdam, & D J Cionni, S Embry. Oxygen saturation as a marker for admission or relapse with acute bronchospasm. The American Journal of Emergency Medicine; 1987.
8. Kyle A. Powers & Amit S. Dhamoon. Physiology, Pulmonary, Ventilation and Perfusion. National Center for Biotechnology Information; 2020.
9. Nathan E Brummel 1, John G Mastronarde, David Rittinger, Gary Philips, & Jonathan P Parsons. The clinical utility of eucapnic voluntary hyperventilation testing for the diagnosis of exercise-induced bronchospasm. The Journal of Asthma; 2009.
10. Hayet Amalou & Bradford J Wood. Acute bronchospasm and resolution captured on dynamic CT. Journal of Asthma and Allergy; 2012.
11. E M Wafula & F J Muruka. Chest x-rays in children with acute respiratory infections or bronchospasm at Kenyatta National Hospital. East African Medical Journal, 1984.
12. Diego J. Maselli, Holly Keyt, & Marcos I. Restrepo. Inhaled Antibiotic Therapy in Chronic Respiratory Diseases. International Journal of Molecular Sciences; 2017.
13. Marie Gerow & Paul J. Bruner. Exercise Induced Asthma. National Center for Biotechnology Information; 2020.
14. Christopher J Cates & Brian H Rowe. Vaccines for preventing influenza in people with asthma. Cochrane Library; 2013.
15. Kambiz Masoumi, Maryam Haddadzadeh Shoushtari, Arash Forouzan, Ali Asgari Darian, Maryam Dastoorpoor, Pegah Ebrahimzadeh, & Hamidreza Aghababaeian. Rainfall-Associated Bronchospasm Epidemics: The Epidemiological Effects of Air Pollutants and Weather Variables. Canadian Respiratory Journal; 2017.