Daftar isi
Tumbuhan jenis cabai memiliki banyak jenis dan variasi rasa. Mulai yang tidak pedas sampai dengan yang sangat pedas.
Berbagai jenis cabai antara lain cabai merah besar, cabai rawit, cabai merah keriting, cabai hibrida, cabai ricoto dan berbagai jenis cabai lainnya.
Cabai merupakan tanaman jenis parenial yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Utara [1].
Cabai Rawit digunakan di seluruh dunia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu kini tanaman cabai telah tersebar di berbagai penjuru dunia saat ini.
Nama lain dari cabai rawit adalah Capsicum annuum. Cabai rawit merupakan bagian dari keluarga tanaman Solanaceae [3].
Produksi cabai rawit di seluruh dunia sangat meningkat beberapa tahun belakangan. Pada tahun 2007, produksi cabai rawit mencapai 26 milyar ton diseluruh dunia.
Cabai ini populer dikalangan medis untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan juga populer oleh masyarakat luas sebagai bumbu dalam setiap masakan.
Saat mengonsumsi cabai rawit, tubuh kita akan mendapatkan berbagai nutrisi yang terkandung didalamnya. Berikut adalah kandungan gizi dari cabai rawit dalam 100 gram adalah sebagai berikut [7]:
Name | Amount | Unit |
Kalori | 318 | Kcal |
Lemak | 17,27 | g |
Lemak Jenuh | 3,26 | g |
Lemak tak Jenuh Ganda | 8,37 | g |
Lemak tak Jenuh Tunggal | 2,75 | g |
Karbohidrat | 56,63 | g |
Protein | 12,01 | g |
Sodium | 30 | mg |
Kalium | 2014 | mg |
Dari tabel kandungan nutrisi tersebut dapat diketahui bahwa kalori yang terkandung pada cabai rawit sangat tinggi, yaitu 318 Kcal. Kadar lemak pada cabai rawit adalah sebesar 17,27 gram.
Kandungan Karbohidrat pada cabai rawit cukup tinggi, sehingga konsumsi cabai rawit dapat menambah nutrisi bagi tubuh kita.
Kandungan capsaicin pada cabai rawit membuat rasanya sangat pedas. Kandungan ini juga membuat cabai rawit digunakan untuk berbagai pengobatan seperti sindrom metabolik, pengobatan nyeri, inflamasi, dan sakit kepala.
Capsaicin merupakan golongan asam hemovanilic yang tidak larut dalam air. Kandungan inilah yang membuat cabai rawit bermanfaat bagi kesehatan[3].
Cabai Rawit memiliki kandungan capsaicin yang tinggi yang bermanfaat untuk mengobati berbagai penyakit.
Terapi pengobatan fisik dilakukan untuk mengobati berbagai penyakit yang berasal dari tulang belakang seperti nyeri pada punggung. Berbagai jenis cabai yang dapat menimbulkan rasa panas digunakan sebagai pengobatan alami mengobati nyeri.
Semenjak tahun 1830, para peneliti telah menemukan obat berupa analgesik yang berguna untuk mengobati penyakit muskuloskeletal.
Penyakit muskuloskeletal adalah penyakit yang menyerang tubuh yang mengakibatkan kita mengalami gangguan sendi, otot, saraf bahkan tendon. Biasanya penyakit ini menyerang para lansia, namun beberapa tahun belakangan juga menyerang kaum muda bahkan anak-anak.
Untuk mengobati nyeri sendi dan otot, obat yang lumrah digunakan adalah plester pereda rasa nyeri. Plester ini memiliki efek panas pada kulit sehingga memberikan efek kepada bagian tubuh yang sakit.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengobati penyakit ini. Sebuah penelitian dari Italia menyelidiki dampak dari penggunaan cabai rawit untuk pengobatan.
Penelitian ini dilakukan kepada 20 orang masyarakat Italia, yaitu 14 orang wanita dan 6 orang pria dengan rata-rata umur 40 tahun.
Untuk ukuran badan dari peserta penelitian ini adalah tinggi badan 170 centimeter dengan berat badan 75 kg. Indeks masa tubuh dari peserta penelitian ini berkisar antara 30kg/m2.
Dalam penelitian ini pasien diberikan plester cabai rawit pada kulitnya selama 20 menit. Selanjutnya akan dinilai bagaimana reaksi mereka terhadap paparan plester cabai rawit.
Indikator penilaiannya adalah skala nyeri, tekanan darah, suhu tubuh, sensasi sentuhan pada kulit, dan stimulus mekanis ketika sebelum dan setelah diberikan cabai rawit.
Hasil penelitian ini adalah ditemukannya bahwa penggunaan plester cabai rawit dapat digunakan pada pengobatan penyakit yang beruhubungan dengan nyeri pada tulang belakang, karena pada pasien ditemukan bahwa ada perubahan pada nyeri yang dirasakan setelah diberikan plester cabai rawit [2].
Sindrom metabolik merupakan suatu kondisi pada tubuh yang menyebabkan gangguan pada aktivitas tubuh.
Ciri-ciri dari sindrom metabolik adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes atau kadar gula darah tinggi, dan obesitas atau biasa disebut peningkatan berat badan [3].
Kondisi tubuh yang ditunjukkan oleh penderita sindrom metabolik akan meningkatkan risiko terjangkitnya panyakit jantung koroner. Seperti yang kita ketahui penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian di dunia [4,5].
Untuk itu perlu dilakukannya berbagai tindakan untuk menghindari diri agar tidak terkena sindrom metabolik.
Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mengurangi dampak dari sindrom metabolik dan juga untuk mencegah agar tidak ada lagi masyarakat yang mengalami sindrom metabolik.
Seperti yang kita ketahui sindrom metabolik menjadi pemicu berbagai penyakit berbahaya. Sindrom metabolik juga menyebabkan banyak masyarakat tidak bisa beraktifitas dengan baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Iran yang dipublikasikan oleh Iranian Journal of Basic Medical Science. Para peneliti merangkum berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh seluruh peneliti di dunia dalam bidang klinis untuk mengetahui manfaat penggunaan cabai rawit dalam mengobati sindrom metabolik.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap jurnal terkait manfaat cabai raiwit dari tahun 1981 sampai dengan 2016.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa kandungan capsaicin pada cabai rawit dapat membuat tubuh kita terhindar dari sindrom metabolik [3]. Dengan kata lain rutin mengonsumsi cabai rawit dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner dan dapat menurunkan berat badan.
Kendala rambut rontok selalu menjadi permasalahan bagi masyarakat pada zaman sekarang ini. Kerontokan rambut disebabkan oleh sistem imun tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa cabai rawit dapat menumbuhkan rambut yang mengalami kerontokan.
Kerontokan rambut disebut juga Alopecia Areata dalam istilah medis [3]. Alopecia Areata dapat diindentifikasi berupa kebotakan dengan pola bulat ataupun kebotakan total pda rambut.
Oleh karena itu, beberapa produk shampo menggunakan ekstrak dari cabai rawit kedalam kandungannya karena akan membantu meningkatkan penumbuhan rambut.
Berdasarkan fakta medis ditemukan bahwa kandungan capsaicin pada cabai rawit mampu mencegah penambahan berat badan. Kadar antiobesitas pada cabai rawit dinilai sama dengan obat yang digunakan untuk menurunkan berat badan [3].
Pengaturan pola makan dengan menggunakan cabai rawit dapat dilakukan dengan mengonsumsi cabai rawit bersamaan dengan lauk pauk dan sayuran setiap hari.
Pada saat ini angka penyakit kanker meningkat pada masyarakat. Peneliti dari Department of Nutrition and Food Science, College of Agriculture and Natural Resources, University of Maryland, College Park menemukan bahwa kadar capsaicin pada cabai rawit dapat menjadi senyawa yang melawan pertumbuhan sel kanker dalam tubuh.
Untuk itu disarankan agar penderita kanker dapat mengonsumsi cabai rawit sebagai upaya untuk mencegah berkembangnya kanker dalam tubuh [6].
Manfaat cabai rawit untuk kesehatan adalah mengobati inflamasi, mengobati sindrom metabolik, cocok untuk diet, menumbuhkan rambut dan mencegah kanker.
Konsumsi cabai rawit yang berlebihan akan menimbulkan dampak bagi kesehatan kita. Salah satunya adalah diare.
Banyak masyarakat mengalami diare setelah mengonsumsi cabai wait dalam jumlah yang besar dan tidak diimbangi dengan meminum banyak air putih [8].
Kadar capsaicin pada cabai rawit membuat kerja dari saluran pencernaan menjadi berat, sehingga menimbulkan konstraksi pada usus besar.
Kontraksi pada usus besar inilah yang menjadi penyebab dari diare. Untuk itu disarankan agar tidak berlebihan dalam mengonsumsi cabai rawit.
Efek samping lain dari konsumsi dari cabai rawit adalah dapat meningkatkan risiko sakit gastritis (maag), kerusakan ginjal dan kerusakan hati. Risiko ini terjadi apabila kita memakan cabai rawit dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama [8].
Penelitian pada kelinci percobaan memberikan bukti bahwa apabila pemberian bubuk cabai rawit sebesar 5 mg/kg perhari selama 12 bulan maka akan menyebabkan kerusakan pada hati dan limfa [8].
Konsumsi cabai rawit secara berlebihan dapat mengganggu kinerja usus besar sehingga mengakibatkan diare serta kerusakan hati dan limfa.
Rasa cabai rawit yang sangat pedas membuat pengolahan cabai rawit berbeda dengan cabai lainnya.
Bagi yang tidak terlalu menyukai cabai rawit yang terlalu pedas, maka dapat memperlama waktu penggorengan saat memasak cabai rawit goreng. Hal ini akan membuat kadar pedas dalam cabai rawit menjadi berkurang
Semua masyarakat Indonesia menyukai cita rasa makanan yang penuh akan rempah dan tentunya juga pedas. Makanan yang paling digemari masyarakat dari semua kalangan adalah pecel ayam dengan sambal terasi.
Sambal terasi pada pecel ayam ini menggunakan cabai rawit. Cabai rawit diolah dengan cara digiling bersamaan dengan bawang serta bumbu lainnya seperti terasi dan gula jawa.
Cara lain mengonsumsi cabai rawit adalah ketika memakan gorengan. Meskipun terlalu sering memakan gorengan kurang sehat dan akan meningkatkan kadar kolesterol.
Faktanya gorengan tetap menjadi makanan favorit seluruh masyarakat Indonesia. Cabai rawit dimakan bersamaan dengan gorengan untuk menambah cita rasa dari gorengan tersebut.
Penyimpanan cabai rawit dapat dilakukan dengan cara menggunakan kulkas. Cara menyimpannya adalah yang pertama membersihkan cabai rawit yang baru dibeli dengan air.
Selanjutnya cabai rawit yang telah dicuci kemudian dikeringkan menggunakan tisu makanan sampai tidak ada air yag tersisa pada cabai rawit.
Kemudian cabai rawit disimpan di dalam wadah penyimpanan. Penyimpanan cabai rawit adalah pada suhu 8 °C dengan suhu ruangan yang terkontrol [9].
Sebaiknya wadah penyimpanan dialas menggunakan tisu atau kertas koran dibagian bawahnya, agar air yang ada pada cabai rawit dapat meresap. Cara Lain untuk menyimpan cabai rawit adalah dengan melapisi cabai dengan plastik wrapping [9].
Penggunaan plastik ini meningkatkan waktu penyimpanan cabai rawit dan mengurangi penyusutan pada cabai rawit. Karena seperti yang kita ketahui semakin lama disimpan, cabai rawit lama kelamaan akan menyusut, karena kadar airnya semakin berkurang [9].
1). Robert L. Jarret, Irvin J. Levy b, Thomas L. Potter, Steven C. Cermak. 2013. Journal of Food Composition and Analysis 30 (2013) 102–108. Seed oil and fatty acid composition in Capsicum spp.
2). Nejc Sarabon, Stefan Löfler, Jan Cvecka, Wolfgang Hübl, Sandra Zampieri. 2018. Eur J Transl Myol 28 (1): 105-116, 2018. Acute effect of different concentrations of cayenne pepper cataplasm on sensory-motor functions and serum levels of inflammation-related biomarkers in healthy subjects.
3). Setareh Sanati, Bibi Marjan Razavi, Hossein Hosseinzadeh. 2018. Iranian Journal of Basic Medical Science. May; 21(5): 439–448. A review of the effects of Capsicum annuum L. and its constituent, capsaicin, in metabolic syndrome.
4). Carrie K. Shapiro-Mendoza, PhD, MPH, Sharyn E. Parks, PhD, MPH, Jennifer Brustrom, PhD, Tom Andrew, MD, Lena Camperlengo, DrPH, John Fudenberg, D-ABMDI,d Betsy Payn, MA,b,e and Dale Rhoda, MSPH. 2018. Pediatrics. Jul; 140(1): e20170087. Variations in Cause-of-Death Determination for Sudden Unexpected Infant Deaths.
5). Junaida Osman, Shing Cheng Tan, Pey Yee Lee, Teck Yew Low, Rahman Jamal. 2019. Journal of Biomedical Science volume 26, number: 39. Sudden Cardiac Death (SCD) – risk stratification and prediction with molecular biomarkers
6). Clark R, Lee SH. Dr John G. Delinassios. 2016. Anticancer Res. Mar; 36(3):837-43. Anticancer Properties of Capsaicin Against Human Cancer.
7). Professor Etienne Dako PhD. 2014. Conference: 3rd International Conference and Exhibition on Food Processing & Technology, At Las Vegas, USA. July 2014. Antimicrobial effects of Capsaicinoids and Lecithin on the Growth of Food-Borne Pathogenic Bacteria.
8). Ali Esmail Al-Snafi.2015. Journal of Pharmaceutical Biology, 5(3), 2015, 124-142. The Pharmacological Importance of Capsicum Species ( Capsicum Annum and Capsicum Frutescens) Grow in Iraq.
9). P A Hughes, A K Thompson, RA Plumbley, GB Seymour. 1981. Journal of Horticultural Science. Volume 56, 1981 - Issue 3. Storage of Capsicums (Capsicum Annuum (L.) Sendt.) Under Controlled Atmosphere, Modified Atmosphere and Hypobaric Conditions