Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Cibophobia adalah istilah untuk ketakutan atau obsesi terhadap makanan. Orang dengan fobia ini kadang disalahartikan dengan anoreksia. Penderita cibophobia akan menghindari jenis makanan tertentu, sangat
Daftar isi
Cibophobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik di mana penderitanya mengalami ketakutan berlebih dan irasional terhadap makanan tertentu [1,3,9].
Karena rasa takutnya yang persisten, penderita akan menghindari makanan tertentu yang membuatnya takut.
Tidak hanya makanan, penderita juga dapat menghindari minuman-minuman tertentu dan makanan maupun minuman yang ditakuti pun bisa lebih dari satu atau justru sangat banyak [1,3,9].
Apa perbedaan antara cibophobia dan anorexia?
Jika cibophobia merupakan salah satu jenis fobia, maka anoreksia adalah salah satu dari jenis gangguan makan walaupun keduanya sama-sama ditandai dengan penghindaran terhadap makanan [2].
Penderita anoreksia cenderung menghindari makanan karena mereka takut terhadap efek dari makanan tersebut yang menambah berat badan mereka [2].
Ada kemungkinan bahwa penderita anoreksia kemudian mengalami cibophobia di mana cibophobia dapat menjadi salah satu gejala atau dampak dari anoreksia [3].
Namun, cibophobia sendiri pada dasarnya adalah kondisi yang sama sekali berbeda dari anoreksia dan penderita tidak menjauhi makanan karena takut akan kenaikan berat badannya [2].
Tinjauan Cibophobia adalah ketakutan berlebih yang dirasakan seseorang terhadap makanan dan minuman tertentu.
Cibophobia adalah sebuah kondisi yang serupa dengan beberapa fobia spesifik lainnya ketika bicara tentang penyebab.
Faktor internal hingga eksternal mampu menjadi faktor yang meningkatkan risiko cibophobia seperti berikut [4,5].
1. Faktor Keturunan
Risiko seseorang dalam mengidap sebuah fobia menjadi lebih tinggi apabila anggota keluarga (terutama ayah atau ibu) memiliki riwayat fobia spesifik (tidak harus sama) maupun gangguan kecemasan [4,5].
2. Faktor Pengalaman Traumatis
Walaupun cibophobia memungkinkan untuk terjadi pada seseorang karena faktor genetik, rata-rata orang dengan fobia spesifik justru dipicu oleh beberapa pengalaman traumatis [1,3,4,5].
Berikut ini adalah beberapa faktor berkaitan dengan pengalaman tak mengenakkan yang mampu memicu seseorang mengalami cibophobia :
Pernah mengonsumsi makanan kadaluwarsa yang bisa saja menguarkan aroma tak sedap hingga memicu penyakit mampu meningkatkan risiko seseorang takut terhadap makanan tertentu secara berlebihan [1,3].
Makanan sisa semalam atau kemarin mungkin bagi beberapa orang tidak terlalu masalah.
Namun terdapat beberapa orang yang mungkin pernah mengonsumsi makanan sisa lalu jatuh sakit karenanya [1,3].
Hal ini memicu trauma sehingga seringkali walaupun makanan sisa masih bisa dimakan, mereka akan menghindarinya karena takut kejadian yang sama pada diri mereka akan terulang.
Makanan-makanan yang mudah basi, seperti sayur, buah, produk olahan susu, serta daging dapat menjadi salah satu pemicu cibophobia [1,3].
Ketika memiliki pengalaman mengonsumsi makanan-makanan basi mampu meningkatkan risiko seseorang takut terhadap makanan tertentu yang membuatnya trauma tersebut secara berlebihan.
Makanan setengah matang mampu menjadi salah satu alasan mengapa seseorang memiliki cibophobia.
Makanan yang setengah atau tidak matang dapat membahayakan kesehatan dan memicu berbagai penyakit serius terkait infeksi bakteri, jamur dan virus [1,3].
Ketika seseorang pernah sakit karena mengonsumsi makanan seperti ini, risiko cibophobia dapat meningkat.
Beberapa orang yang pernah keracunan makanan atau mengonsumsi makanan yang sama sekali tak enak menurutnya, khususnya saat makan di luar atau di rumah teman, maka hal ini akan membuat orang tersebut takut secara berlebihan terhadap makanan yang ada di luar rumahnya [3].
Tingkat ketakutan semakin tinggi karena seseorang yang pernah mengalami pengalaman tak menyenangkan ini tak dapat melihat maupun mengontrol persiapan makanan ketika makan di luar.
Hal ini juga dapat berkaitan dengan pengalaman makan di tempat umum di mana penderita cibophobia pernah tersedak, muntah atau mengalami hal memalukan lainnya saat mengonsumsi makanan tertentu [1].
Tinjauan Cibophobia dapat disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan maupun pengalaman tak menyenangkan terkait makanan atau minuman yang pernah dikonsumsi.
Seperti pada kondisi fobia spesifik lainnya, cibophobia dapat menimbulkan sejumlah gejala fisik, gejala perilaku, dan gejala emosional pada penderitanya [1,3,4,5].
Tinjauan Gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku dapat dialami oleh penderita cibophobia, terutama penghindaran secara terus-menerus terhadap makanan tertentu maupun situasi yang berhubungan dengan makanan penyebab fobia.
Tidak terdapat pemeriksaan khusus untuk mendiagnosa cibophobia; namun seperti pemeriksaan fobia spesifik lainnya, para ahli kesehatan mental menggunakan DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition) sebagai panduan diagnosa.
Kriteria diagnostik dari DSM-5 berikut ini telah banyak digunakan untuk mendiagnos berbagai jenis gangguan kesehatan mental, termasuk fobia-fobia spesifik [6].
Tinjauan Dalam mendiagnosa cibophobia, ahli kesehatan mental menggunakan kriteria-kriteria diagnostik DSM-5 sebagai panduan utama.
Penderita cibophobia berpotensi memiliki kondisi fobia lain yang masih berkaitan dengan makanan seperti berikut
Emetophobia merupakan sebuah kondisi rasa takut muntah yang bersifat berlebihan [7].
Penderita cibophobia seringkali menghindari makanan tertentu karena takut jika mengonsumsinya maka akan jatuh sakit.
Sementara itu, biasanya seseorang yang sakit (terutama karena keracunan makanan) ditandai dengan mual dan muntah.
Mageirocophobia merupakan salah satu fobia spesifik di mana seseorang merasa takut memasak atau mengonsumsi makanan yang kurang matang [8].
Hal ini dapat disebabkan oleh efek dari konsumsi makanan-makanan yang dimasak secara kurang matang dan mampu menyebabkan penyakit [8].
Neophobia makanan merupakan jenis fobia spesifik di mana seseorang mengalami ketakutan berlebih terhadap makanan-makanan baru [9].
Anak-anak lebih rentan mengalami fobia spesifik satu ini yang ditandai dengan rasa panik dan cemas intens ketika dihadapkan dengan makanan-makanan baru [9].
Tinjauan Penderita berpotensi mengalami sejumlah fobia spesifik lainnya yang seringkali berkaitan dengan cibophobia, seperti emetophobia, mageirocophobia, dan neophobia makanan (food neophobia).
Penanganan cibophobia pada dasarnya sama dengan berbagai jenis fobia spesifik lainnya, yakni dengan metode-metode sebagai berikut :
Selama terapi berlangsung, terapis profesional akan mengekspos pasien pada makanan-makanan yang membuat pasien mengeluarkan reaksi ketakutan intensnya [3,4,5,10].
Kadar pemaparan terhadap sumber penyebab cibophobia akan dilakukan secukupnya agar tidak berlebihan dan justru memperburuk gejala pasien.
Biasanya, teknik pemaparan akan dimulai dari penggunaan gambar atau video makanan yang ditunjukkan kepada pasien.
Melalui terapi ini, diharapkan pasien dapat mengatasi reaksi dan emosi negatifnya terhadap makanan-makanan tertentu secara bertahap sehingga saat dihadapkan secara langsung dengan makanan tersebut pasien tidak lagi merasa takut dan panik.
Terapi perilaku kognitif akan membantu pasien dengan cibophobia agar dapat mengidentifikasi akar masalah [1,3,10].
Pasien perlu menyadari, memahami dan menerima masalah tersebut di mana dalam proses ini terapis akan membantu pasien dengan perlahan.
Terapis kemudian akan membimbing pasien untuk pemecahan masalah secara satu per satu agar kemudian pasien mampu melatih pola pikir, perilaku dan kebiasaan yang semula negatif menjadi lebih positif terhadap makanan [1,3,10].
Pada banyak kasus fobia spesifik, dokter akan memberikan obat-obatan bersamaan dengan psikoterapi yang ditempuh pasien.
Anticemas, antidepresan, hingga beta blockers kemungkinan perlu pasien gunakan untuk meredakan reaksi emosional negatif, kecemasan, dan gejala serangan panik [9].
Mendatangi hipnoterapis juga merupakan salah satu metode penanganan cibophobia yang dapat dilakukan [1,3,11].
Pada prosedur hipnosis, hipnoterapis akan memberikan sugesti atau panduan secara verbal kepada pasien saat tubuh dan otak pasien dalam kondisi rileks [11].
Hipnosis telah terbukti mampu mengatasi berbagai jenis fobia maupun gangguan mental dengan mengubah pikiran serta reaksi negatif pasien menjadi lebih positif [11].
Tinjauan Penanganan cibophobia meliputi psikoterapi (terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur), pemberian obat-obatan jika diperlukan, serta hipnosis.
Kondisi cibophobia yang tidak segera memperoleh penanganan dapat mengakibatkan sejumlah risiko komplikasi pada penderitanya.
Beberapa hal berbahaya yang berpotensi dialami penderita cibophobia ketika gejala diabaikan antara lain adalah :
Karena ketakutan berlebih terhadap makanan tertentu, maka penderita cibophobia dapat mengalami malnutrisi [3].
Hal ini lebih berisiko terjadi pada penderita cibophobia yang memiliki ketakutan berlebih terhadap banyak jenis makanan.
Takut terhadap banyak makanan tentu akan berakibat pada asupan makanan dan nutrisi yang semakin sedikit.
Tubuh yang hanya menerima sedikit makanan tentu juga hanya akan menerima sedikit nutrisi yang kemudian meningkatkan risiko malnutrisi hingga gangguan-gangguan kesehatan serius lainnya.
Rasa takut yang berlebihan, bahkan terhadap proses pengolahan makanan mampu menjadikan penderita cibophobia memiliki kecemasan yang sama berlebihannya.
Penderita berisiko mengembangkan obsesi terhadap banyak hal yang berkaitan dengan makanan, seperti menyimpan makanan secara berlebihan maupun membersihkan dapur serta meja makan secara berlebihan [3].
Meski sudah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat obsesif ini, gejala fisik maupun emosional terhadap makanan biasanya akan tetap ada [3].
Penderita cibophobia akan menarik diri dari lingkungan sosialnya karena mereka merasa kesulitan untuk menyembunyikan kondisi cibophobia-nya [3,12].
Agar keluarga, teman maupun kolega tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap cibophobia atau fobia terhadap makanan, maka mereka akan dengan sengaja menghindari acara-acara yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan orang lain [3].
Penderita dapat mengalami kecemasan apabila orang lain menanyakan tentang ketakutannya terhadap makanan tertentu.
Karena seringnya menarik diri dan menghindari interaksi sosial, maka kualitas hidup penderita cibophobia dapat menurun [5].
Disadari atau tidak, tak hanya kehidupan sosial penderita saja yang terpengaruh secara negatif.
Penghindaran dari makanan dan banyak orang akan mengganggu sekolah, pekerjaan, maupun kegiatan sehari-hari penderita, terutama apabila gejala terus dibiarkan dan pada akhirnya memburuk [5].
Tinjauan Bila tidak ditangani secepatnya, penderita berisiko mengalami sejumlah komplikasi seperti malnutrisi, penarikan diri dari orang lain, penurunan kualitas hidup, serta kebiasaan obsesif terkait pengolahan, penyimpanan maupun konsumsi makanan.
Belum diketahui bagaimana cara agar cibophobia tidak terjadi sama sekali pada seseorang.
Namun agar tidak berujung pada komplikasi-komplikasi yang telah disebutkan, sangat dianjurkan agar segera memeriksakan diri ketika gejala cibophobia mulai muncul.
Apabila ketakutan terhadap makanan tertentu mulai berlebihan, sadari dan segera berkonsultasilah dengan dokter ahli kesehatan mental.
Tinjauan Belum ada langkah pencegahan untuk cibophobia, namun dengan memeriksakan diri secara dini setelah gejala mulai dialami, risiko komplikasi dapat diminimalisir dengan penanganan yang tepat.
1. Jacob Olesen. Fear of Food Phobia – Cibophobia. FearOf; 2016.
2. Christine A. Moore & Brooke R. Bokor. Anorexia Nervosa. National Center for Biotechnology Information; 2020.
3. Timothy J. Legg, Ph.D., CRNP & Kimberly Holland. How to Identify and Treat a Food Phobia. Healthline; 2019.
4. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
5. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th Ed.). Washington, DC: Author; 2013.
7. Abhijeet D. Faye, Sushil Gawande, Rahul Tadke, Vivek C. Kirpekar, & Sudhir H. Bhave. Emetophobia: A fear of vomiting. Indian Journal of Psychiatry; 2013.
8. Susan Albers Psy.D. Overcoming Mageirocophobia—the Fear of Cooking. Psychology Today; 2010.
9. Rebecca A Perry, Kimberley M Mallan, Jasly Koo, Chelsea E Mauch, Lynne A Daniels, & Anthea M Magarey. Food neophobia and its association with diet quality and weight in children aged 24 months: a cross sectional study. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity; 2015.
10. Joanna Steinglass, M.D., Anne Marie Albano, PhD, H. Blair Simpson, MD, PhD, Janet Schebendach, PhD, & Evelyn Attia, MD. Fear of Food as a Treatment Target: Exposure and Response Prevention for Anorexia Nervosa in an Open Series. HHS Public Access; 2013.
11. Joseph A Hirsch. Integrating Hypnosis with Other Therapies for Treating Specific Phobias: A Case Series. American Journal of Clinical Hypnosis; 2018.
12. Heidi Gazelle. Anxious Solitude/Withdrawal and Anxiety Disorders: Conceptualization, Co-occurrence, and Peer Processes Leading Toward and Away from Disorder in Childhood. HHS Public Access; 2019.