Vitamin C merupakan salah satu vitamin esensial yang paling umum di perlukan tubuh. Karena memiliki sifat protektif, Vitamin C dianggap sebagai modal pengobatan yang murah sebab dapat melindungi kita dari racun, infeksi, penyakit autoimun dan pencegahan perkembangan kanker[1]. Tubuh kita tidak dapat meciptakan Vitamin C secara alami, oleh karena itu kita sangat tergantung pada pasokan Vitamin C yang berasal dari makanan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Vitamin C memainkan peran yang sangat penting dalam fungsi pembuluh darah, penyakit jantung, dan kanker[3]. Namun terdapat kecenderungan orang-orang mengasup Vitamin C untuk mendapatkan efek estetika atau kecantikan sebab memiliki efek sebagai agen anti-penuaan, mencerahkan dan merawat tekstur kulit[4]. Hal ini mendorong perilaku impulsif dalam mengkonsumsi Vitamin C yang berujung pada konsumsi Vitamin C secara berlebihan.
Berbeda dengan vitamin yang larut dalam lemak yang kelebihan asupannya dalam tubuh dapat disimpan dan terakumuliasi, Vitamin C adalah vitamin larut dalam air. Ini berarti tubuh kita tidak dapat menyimpan kelebihan asupan Vitamin C. Vitamin C yang kita masukkan dalam tubuh akan diangkut ke jaringan melalui cairan tubuh, dan ekstra (kelebihannya) akan diekskresikan dalam urin[5].
Meskipun demikian terdapat beberapa penelitian yang menemukan gejala keracunan pada pemberian dosis tunggal Vitamin C dalam jumlah besar. Efek samping terbanyak yang dilaporkan mengenai konsumsi Vitamin C berasal dari pemberian dosis oral (diminum) drai suplement Vitamin C. Berikut ini beberapa penyakit yang menandai overdosis Vitamin C:
Buruknya bioavailabilitas Vitamin C oral, gejala keracunan yang paling sering terjadi adalah diare. Diare dan sakit perut terjadi alibat ekskresi sejumlah besar Vitamin C yang tidak sempat dimetabolisme[6]. Hal ini terkait dosis berlebihan dan dengan mengurangi dosis harian dapat mengatasi masalah tersebut[17].
Namun dalam beberapa kasus pengurangan dosis Vitamin C dalam kapsul tidak dapat melindungi pasien terhadap gangguan lambung. Gejala gastrointestinal (pendarahan saluran pencernaan) dapat menghilang dalam 1-2 minggu[7].
Hasil metabolisme Vitamin C menghasilkan garam kalsium oksalat. Efek overdosis vitamn C dapat mengakibatkan muculnya batu ginjal dan gejala oksaluria yaitu peningkatan rasa lelah dan sensasi nyeri menyakitkan pada rongga perut bagian bawah[8].
Sebuah penelitian yang melibatkan orang dewasa yang mengonsumsi suplemen Vitamin C 1.000 mg dua kali sehari selama 6 hari menunjukkan umlah oksalat dalam urin yang mereka keluarkan meningkat sebesar 20%[9]. Sementara kumsumsi lebih dari 2.000mg/hari Vitamin C berperan dalam pembentukan batu ginjal namun hal ini jarang terjadi pada kondisi seseorang dalam keadaan sehat[10]
Secara umum zat besi yang terdapat pada makanan terdiri atas dua jenis yaitu zat besi heme dan nonheme. Zat besi heme didapatkan dari produk hewani, sementara zat besi nonheme berasal dari tumbuhan. Zat besi nonheme tidak diserap oleh tubuh Anda sebaik zat besi heme[11]. Vitamin C bersifat mengikat zat besi nonheme sehingga membuatnya lebih mudah diserap tubuh.
Penyerapan zat besi meningkat sebesar 67% saat konsumsi Vitamin C 100 mg melalui makanan[12]. Beberapa orang memiliki resiko akumulasi zat besi dalam tubuh, seperti hemokromatosis, harus lebih berhati-hati dalam mengkomsumsi suplemen Vitamin C. Dalam kondisi seperti ini mengkonsumsi Vitamin C secara berlebihan akan menyebabkan kelebihan zat besi, yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada jantung, hati, pankreas, tiroid, dan sistem saraf pusat.
Satu lagi yang harus diperhatikan dalam menkonsumsi Vitamin C adalah bahaya Interaksi obat-obatan. Interaksi obat merupakan perubahan reaksi atau efek obat yang diakibatkan oleh pemberian dua atau lebih obat yang berbeda secara bersamaan. Beberapa jenis obat yang bereaksi terhadap Vitamin C antara lain[13]:
Penggunaan obat tinggi antioksidan, seperti Vitamin C, selama kemoterapi dikhawatikan dapat mengurangi efek obat kemoterapi.
Konsumsi Vitamin C akan meningkatkan penyerapan aluminium dari obat-obatan yang mengandung aluminium. Ini dapat berbahaya bagi orang dengan masalah dan penyakit ginjal.
Mengkonsumsi Vitamin C dengan kontrasepsi oral atau terapi penggantian hormon dapat meningkatkan kadar estrogen Anda. Hal ini akan meningkatkan kesuburan sehingga potensi hamil juga ikut tinggi. Selain itu kelebihan hormon estrogen juga beresiko mengalami pembekuan darah, stroke dan disfungsi tiroid.
Statin adalah obat penurun kolesterol yang berfungsi menghalangi zat yang dibutuhkan tubuh untuk membuat kolesterol[14]. Sementara niasin lebihdikenal sebagai Vitamin B yang berguna mengubah makanan menjadi energi.
Niasin juga membantu menjaga sistem saraf, sistem pencernaan, dan kesehatan kulit[15]. Keduanya jika dikonsumsi dengan Vitamin C bersamaan menyebabkan efek niasin dan statin yang mungkin bermanfaat bagi penderita kolesterol tinggi, dapat dikurangi.
Protease inhibitor merupakan obat antiretroviral khusus yang diresepkan dokter untuk menangani infeksi pasien HIV. Penggunaan Vitamin C oral dapat mengurangi efek obat antivirus ini.
Cara Menghindari Efek Samping Konsumsi Vitamin C
Sebenarnya dosis aman untuk mengkonsumsi Vitamin C tergantung oleh kondisi Kesehatan, usia dan jenis kkelamin seseorang. Namun secara umum seorang pria dewasa membutuhkan sekitar 90mg dan wanita dewasa 75mg Vitamin C setiap hari. Untuk menghindari efek samping Vitamin C lakukan Langkah berikut ini:
Vitamin C adalah vitamin larut air yang memiliki peranan mendukung pertumbuhan dan perkembangan dengan menyerap zat besi. Kebutuhan Vitamin C harian setiap individu cukup bervariasi. Untuk wanita dan pria dewasa disarankan mengasup 75 dan 90mg/hari, wanita hamil sekitar 85 dan 120mg/hari sementara anak-anak usia 3-12 tahun disarankan mendapat asupan Vitamin C sebesar 15-45mg/hari dan remaja wanita dan pria masing-masing 75 dan 65 mg/hari[2].
[1] Amanda K. Schlueter, MS, Carol S. Johnston, PhD. Vitamin C: Overview and Update. Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine. 2011.
[2] Institute of Medicine. Dietary reference intakes: the essential guide to nutrient requirements. Washington: National Academy of Sciences Press. 2006
[3] Tveden-Nyborg P, Lykkesfeldt J. Does Vitamin C deficiency increase lifestyle-associated vascular disease progression? Evidence based on experimental and clinical studies. Antioxid Redox Sign. 2013
[4] Nermin M.Yussif. Vitamin C. Intech Open. 2018.
[5] Shailja Chambial, Shailendra Dwivedi, Kamla Kant Shukla, Placheril J. John, Praveen Sharma. Vitamin C in Disease Prevention and Cure: An Overview. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 2013.
[6] Wandzilak TR, D’Andre SD, Davis, PA, Williams HE. Effect of high dose Vitamin C on urinary oxalate levels. Journal of Urology. 1994
[7] Velisek J, Cejpek K. Biosynthesis of food constituents: Vitamins. Water-soluble vitamins, part 2—A review. Czech Journal of Food Science. 2007
[8] Urivetsky M, Kessaris D, Smith AD. Ascorbic acid overdosing: A risk for calcium oxalate nephrolithiasis. Journal of Urology. 1992.
[9] Dean G Assimos. Vitamin C Supplementation and Urinary Oxalate Excretion. Review in Urology. 2014
[10] G J McHugh, M L Graber, R C Freebairn. Fatal Vitamin C-associated acute renal failure. Anaesthesia and Intensive Care. 2008.
[11] L Hallberg, M Brune, L Rossander. The role of Vitamin C in iron absorption. Internationale Zeitschrift für Vitamin-und Ernährungsforschung Supplement.1989.
[12] Leif Hallberg, Lena Hulthén, Prediction of dietary iron absorption: an algorithm for calculating absorption and bioavailability of dietary iron, The American Journal of Clinical Nutrition, Volume 71, Issue 5, May 2000.
[13] Anonim. webmd.com. Ascorbic Acid. 2021.
[14] Mayo Clinic Staff. mayoclinic.org. Statins: Are these cholesterol-lowering drugs right for you?. 2021.
[15] Mayo Clinic Staff. mayoclinic.org. Niascin. 2021.