Penyakit & Kelainan

8 Efek Samping Terlalu Sering Transfusi Darah

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Transfusi darah adalah prosedur medis yang aman dan umum dimana seseorang menerima darah melalui jalur intravena (IV) yang ditempatkan di salah satu pembuluh darah . Ada banyak alasan seseorang memerlukan transfusi darah [1,2]:

  • Transfusi darah dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa orang yang sedang dalam kondisi kritis
  • Setelah operasi besar yang mengakibatkan kehilangan darah
  • Dikarenakan cedera serius yang menyebabkan banyak pendarahan
  • Ketika tubuh seseorang tidak dapat membuat cukup darah seperti pada anemia, kelainan pendarahan seperti hemofilia atau kanker.

Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses transfusi darah tergantung pada seberapa banyak darah yang dibutuhkan. Namun pada umumnya dibutuhkan 1 hingga 4 jam [1]. Empat jenis produk darah dapat diberikan melalui transfusi darah yaitu darah utuh, sel darah merah, trombosit dan plasma. Sebagian besar darah yang digunakan dalam transfusi berasal dari donor darah utuh yang diberikan oleh sukarelawan donor darah [2].

Seseorang juga dapat mengambil darahnya sendiri yang dikumpulkan dan disimpan 6 minggu hingga 5 hari sebelum operasi. Jika tidak digunakan selama atau setelah operasi, maka akan dibuang [1,2]. Tidak ada parameter yang ditetapkan mengenai berapa banyak transfusi darah dikatakan terlalu sering atau terlalu banyak.

Banyak rumah sakit memiliiki kebijakan mengenai seberapa rendah jumlah sel darah pasien sebelum menentukan apakah diperlukan transfusi darah. Kebijakan ini sering dikenal sebagai parameter transfusi, yaitu parameter untuk menentukan kapan harus mengggunakan transfusi darah [3, 4].

Transfusi darah biasanya sangat aman karena darah yang disumbangkan telah diuji, ditangani, dan disimpan dengan cermat. Namun, ada kemungkinan kecil bahwa tubuh mungkin memiliki reaksi ringan hingga parah terhadap darah yang ditransfusi [2].

Terdapat reaksi transfusi yang merupakan efek samping terkait dengan transfusi darah utuh atau salah satu komponen darah. Rekasi dapat terjadi selama transfusi (reaksi transfusi akut) atau beberapa hari kemudian (reaksi transfusi tertunda) dan bersifat imunologis dan non-imunologis [4]. Berikut efek samping terlalu sering transfusi darah:

1. Demam dan reaksi alergi

Demam merupakan reaksi paling umum dari transfusi. Selain demam, reaksi yang muncul seperti menggigil, urtikaria (gatal bintik merah dan bengkak) dan gatal-gatal. Beberapa gejala yang muncul dapat sembuh dengan sendirinya atau tanpa perawatan [5].

Transfusi dengan produk darah yang rendah leukosit, dapat membantu mengurangi reaksi demam. Dalam 15 menit pertama ketika transfusi seorang perawat akan memeriksa gejala yang muncul. Jika reaksi demam terjadi, maka transfusi darah harus dihentikan dan mengevaluasi pasien. Pengobatan dapat dilakukan dengan Asetaminofen. Setelah pengobatan dan menyingkirkan penyebab lain, transfusi dapat dilanjutkan kembali [4, 5, 6].

2. Anafilaksis

Anafilaksis atau anafilaktik penyebab syok karena reaksi alergi yang terlalu berat. Reaksi ini berisiko menurunnya tekanan darah sehingga darah yang mengalir ke seluruh jaringan tubuh tidak berfungsi. Akibatnya, akan muncul gejal seperti sesak napas, hingga turunnya kesadaran[5].

3. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi potensial. Dengan kata lain infeksi merupakan reaksi atau efek samping yang mungkin terjadi dari transfusi. Infeksi tersebut seperti hepatitis C, hepatitis B dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) . Namun infeksi ini umumnya sangat jarang terjadi [6].

Proses penerimaan donor darah melalui beberapa tahapan, salah satunya pemeriksaan darah untuk menghindari resiko penularan penyakit. Darah yang didonorkan juga di karantina hingga darah dipastikan terbukti bebas dari infeksi yang ditularkan melalui transfusi [7].

4. Kelebihan beban sirkulasi terkait transfusi

Kelebihan beban sirkulasi terkait transfusi ditandai dengan adanya gangguan pernapasan sekunder akibat edema paru kardiogenik. Reaksi ini paling sering terjadi pada pasien dengan kedaan kelebihan cairan, seperti pada pasien gagal jantung kongestif atau gagal ginjal akut [6]. Kelebihan beban sirkulasi terkait transfusi terjadi ketika volume komponen yang ditransfusikan menyebabkan hipervolemia (kelebihan volume) [5].

5. Hemochromatosis (Kelebihan zat besi)

Terlalu banyak transfusi darah dapat menyebabkan terlalu banyak zat besi dalam darah [8]. Kelebihan zat besi dapat merusak jantung dan hati [9].

6. Cedera paru akut terkait transfusi

Cedera paru akut disebabkan oleh antibodi dalam produk donor (antibodi leukosit atau antibodi neutrofil pada manusia) yang bereaksi dengan antigen pada penerima transfusi darah. Sistem kekebalan penerima merespon dan menyebabkan pelepasan mediator yang menyebabkan edema paru [5].

7. Hemolitik

Reaksi transfusi hemolitik merupakan bagian dari reaksi transfusi tertunda yang biasanya disebabkan oleh respons anamnestik terhadap antigen asing yang sebelumnya terpajan pada pasien [5]. Antibodi dalam darah penerima dapat menyerang darah dari pendonor jika keduanya tidak kompatibel. Jika sistem kekebalan penerima menyerang sel darah merah donor maka terjadi reaksi hemolitik [9].

8. Penyakit graft-versus-host

Penyakit ini disebabkan oleh hasil dari engraftment limfosit donor ke dalam sum-sum tulang penerima yang mengalami gangguan sitem imun. Limfosit donor mengenali pasien sebagai benda asing dan bereaksi terhadap tubuh penerima. Sistem kekebalan pasien tidak mampu membersihkan limfosit asing. Efek samping transfusi ini jarang terjadi tetapi seringkali berakibat fatal [5].

Cara Mencegah efek samping transfusi darah

Terkait salah satu reaksi transfusi darah, yaitu infeksi, darah yang didonorkan untuk transfusi sudah melalui 5 prosedur keamanan dengan tujuan meminimalkan resiko infeksi atau penyakit menular terkait transfusi [7]. Pada 15 menit pertama transfusi darah, perawat akan memantau potensi reaksi yang muncul untuk mencegah reaksi akut. Selain itu, setelah proses transfusi, pasien juga akan dimonitor untuk memastikan kondisi setelah transfusi [5].

Transfusi darah hanya akan direkomendasikan jika diperlukan dan ketika perawatan lain tidak akan membantu. Jika seseorang memerlukan transfusi, seperti ketika akan operasi, terkadang akan diberikan obat untuk menurunkan risiko pendarahan dan obat untuk meningkatkan jumlah sel darah merah.

Hal tersebut dapat mengurangi kemungkinan seorang pasien membutuhkan transfusi darah [10]. Beberapa efek samping transfusi darah yang ringan bisa diobati atau sembuh tanpa perawatan [5].

1. Staff. medlineplus.gov Blood transfusions. accessed 2021.
2. Anonim. nhlbi.nih.gov Blood Transfusion. 2017.
3. MaryAnn De Pietro, CRT., reviewed by Deborah Weatherspoon, Ph. D., R.N., CRNA. medicalnewstoday.com Blood transfusions: Is there a limit? . 2018.
4. Rachel Nall, MSN, CRNA., reviewed by Debra Sullivan, Ph. D., MSN, R.N., CNE, COI. healthline.com How Many Blood Transfusions Can You Have?. 2017.
5. Jolee T. Suddick, Kendall P. Crockston. StatPearls. Transfusion Reactions. Treasure Island, Florida: StatPearls Publishing; 2021 Jan.
6. Seth Lotterman, Sandeep Sharma. StatPearls. Blood Transfusion. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2021.
7. Staff. fda.gov Have you Given Blood Lately. 2021.
8. Staff, reviewed by Sabrina Felson, MD. webmd.com Blood Tranfusion: What to Know if You Get One. 2021.
9. Rachell Nall,MSN. CRNA., reviewed by University of Illinois. healthline.com Transfusion Reaction. 2018.
10. Staff. nhs.uk Blood Transfusion. 2021.

Share