Daftar isi
Foot drop merupakan sebuah kondisi sulitnya mengangkat bagian kaki depan sehingga setiap kali berjalan, penderita harus menyeret kaki depan [1,2,4].
Ketidakmampuan mengangkat kaki depan ini dapat terjadi pada salah satu kaki saja atau bahkan keduanya [1].
Foot drop sendiri tidak tergolong sebagai jenis penyakit, tapi lebih kepada gejala dari penyakit saraf, otot, atau anatomis [1,2].
Tinjauan Foot drop adalah sebuah kondisi ketidakmampuan atau kesulitan saat harus mengangkat kaki bagian depan. Penderita foot drop bahkan karena hal ini berjalan dengan menyeret kaki bagian depannya.
Kelemahan atau kelumpuhan otot kerap menjadi penyebab utama foot drop.
Berikut ini adalah sejumlah kondisi yang termasuk dalam kelemahan atau kelumpuhan otot yang kemudian memicu foot drop :
Gangguan pada otak atau sumsum tulang belakang dapat memengaruhi saraf dan otot kaki [3,4].
ALS atau amyotrophic lateral sclerosis, stroke atau multiple sclerosis adalah kondisi-kondisi yang mampu menyebabkan foot drop [1,2,3,4].
Distrofi otot dapat terjadi dalam berbagai jenis yang kemudian memengaruhi kelemahan otot progresif sehingga kemampuan kaki depan untuk terangkat hilang [1,2,3,4].
Penyakit Charcot-Marie-Tooth atau polio dapat pula menjadi salah satu gangguan otot maupun saraf yang menjadi penyebab utama foot drop [1,2,3].
Tekanan pada saraf kaki karena kecelakaan atau cedera mampu menyebabkan foot drop [1,2,3,4].
Terutama bila saraf peroneal yang terkena, maka otot kaki bagian depan yang seharusnya dapat digerakkan dan diangkat menjadi tidak bisa [1,2,3,4].
Saraf peroneal merupakan saraf pengendali otot yang terlibat saat kaki diangkat dan beberapa aktivitas berikut mampu menekan saraf peroneal.
Jika saraf mendapatkan tekanan, otomatis risiko foot drop pun meningkat.
Aktivitas yang mengharuskan seseorang terlalu banyak berjongkok dan berlutut meningkatkan risiko foot drop [1].
Orang-orang dengan kebiasaan duduk sambil menyilangkan kaki secara tak disadari memberi tekanan pada saraf peroneal di kaki bagian atas [1].
Hal ini kemudian menjadi peningkat risiko foot drop jika kebiasaan terus berlangsung lama.
Penggunaan gips kaki karena cedera dapat menekan saraf peroneal karena menutupi area pergelangan kaki hingga bawah lutut [1,3,5].
Pemakaian gips kaki yang terlalu lama mampu meningkatkan risiko foot drop.
Tinjauan Gangguan saraf, otak, otot, dan tulang belakang mampu menyebabkan foot drop. Begitu pula dengan sejumlah kebiasaan posisi atau postur tubuh tertentu yang menyebabkan saaf peroneal tertekan dan berakibat pada foot drop.
Gejala foot drop dapat timbul pada salah satu kaki saja atau justru keduanya dan berikut ini merupakan gejala-gejala yang dimaksud [1,2,3,4,5].
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika merasa kesulitan setiap mengangkat kaki bagian depan, kondisi dapat dicurigai mengarah pada foot drop.
Bila kondisi ini terus terjadi dan penderita sampai harus menyeret bagian depan kaki karena tak mampu mengangkatnya, segera ke dokter memeriksakan diri.
Tinjauan Gejala foot drop meliputi kesulitan dalam mengangkat kaki bagian depan, kesulitan berjalan dan harus menyeret kaki depan, steppage gait, kebas/mati rasa pada kulit kaki (termasuk ibu jari) karena terus-menerus melakukan steppage gait.
Saat memeriksakan diri ke dokter, berikut ini adalah sejumlah metode diagnosa yang umumnya dokter terapkan untuk memastikan kondisi pasien :
Dokter seperti biasa akan mengawali prosedur diagnosa dengan memeriksa fisik pasien [1,3,4,5].
Dokter akan melihat bagaimana cara berjalan pasien, seperti apakah pasien berjalan dengan menyeret kaki depannya atau tidak.
Dokter juga memastikan apakah pasien merasakan kebas di bagian kaki serta bertanya apakah pasien memiliki riwayat penyakit saraf atau otot [1,3,4,5].
Salah satu tes penunjang yang akan membantu dokter dalam menegakkan diagnosa adalah melalui prosedur USG [1,2].
Biasanya, melalui USG pun dapat diketahui adanya pembengkakan di saraf yang diakibatkan oleh tekanan [1].
Sinar-X atau rontgen merupakan tes penunjang lainnya yang bertujuan agar dokter bisa mengecek kondisi jaringan lunak di kaki pasien [3].
Prosedur pemeriksaan ini juga berguna sebagai pendeteksi adanya lesi pada tulang yang menyebabkan timbulnya gejala [3].
Tes pemindaian ini juga menjadi salah satu tes penunjang dengan memanfaatkan gelombang radio dan medan magnet kuat.
Pemeriksaan MRI dapat membantu dokter dalam memperlihatkan ada tidaknya lesi pada jaringan lunak [1,2,3,4].
Lesi dapat menjadi salah satu penyebab tekanan pada saraf peroneal sehingga kaki mengalami gejala foot drop.
Tes pemindaian lainnya yang sekiranya diperlukan adalah CT scan untuk melihat kondisi kaki pasien dari berbagai sudut [2].
Melalui pemeriksaan yang lebih mendetail ini, diharapkan dokter dapat menemukan adanya ketidaknormalan pada saraf, jaringan lunak, maupun otot kaki pasien [2].
Jika memang diperlukan, dokter akan meminta pasien menempuh prosedur elektromiografi untuk mengukur aktivitas listrik pada saraf maupun otot dalam tubuh pasien [1,2,3,4,5].
Prosedur diagnosa satu ini tidak begitu nyaman, namun bermanfaat dalam menunjukkan kepada dokter secara rinci lokasi kerusakan dan saraf yang terpengaruh [1,3,5].
Tinjauan Metode diagnosa yang umumnya diterapkan pada pasien foot drop adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, USG, rontgen/sinar-X, MRI scan, CT scan, dan elektromiografi.
Penanganan foot drop biasanya disesuaikan dengan faktor yang menyebabkannya.
Jika penyebabnya dapat ditangani dengan baik dan tepat, biasanya foot drop akan mereda atau bahkan sembuh total nantinya.
Namun ketika penyebabnya tak bisa ditangani, risikonya pasien akan mengalami foot drop permanen.
Berikut ini merupakan beberapa metode pengobatan yang umumnya diterapkan pada pasien foot drop :
Braces atau splints biasanya dipasang pada pergelangan kaki dan kaki pasien yang sesuai dengan alas kakinya [1,3].
Tujuan utama pemasangan braces atau splints ini adalah untuk menjaga supaya postur kaki tetap seperti normalnya [1].
Karena foot drop menyebabkan penderitanya kesulitan berjalan dengan normal, maka dokter kemungkinan besar menyarankan pasien mengikuti terapi fisik [1,2,3].
Terapi fisik biasanya meliputi berbagai kegiatan fisik atau olahraga yang bertujuan utama memperkuat otot-otot kaki pasien [1,2].
Olahraga peregangan pun menjadi salah satu bagian dari terapi fisik yang akan meminimalisir risiko tumit kaku karena foot drop [6].
Stimulasi saraf merupakan penanganan melalui teknik stimulasi listrik yang juga diperlukan oleh pasien agar saraf peroneal yang terpengaruh dapat membaik [1,2].
Bila saraf terstimulasi, kaki bagian depan yang tadinya sulit diangkat akan berkembang menjadi lebih baik.
Apabila penggunaan braces dan splints maupun terapi fisik tidak terlalu efektif dalam mengatasi foot drop pasien, dokter biasanya akan merekomendasikan prosedur operasi [1,2,3,4,5].
Prosedur operasi yang dimaksud di sini adalah bedah tulang atau saraf, tergantung penyebab foot drop itu sendiri [2].
Tujuan operasi tulang atau saraf adalah untuk dekompresi saraf yang terkena tekanan sehingga memicu foot drop [1].
Atau, operasi perlu dijalani oleh penderita foot drop untuk memindahkan tendon dari otot kaki yang menurut dokter lebih kuat ke otot penarik pergelangan kaki ke atas [2].
Namun biasanya, operasi pemindahan tendon otot kaki yang lebih kuat tersebut hanya direkomendasikan oleh dokter bila penyebab foot drop permanen.
Tinjauan Beberapa penanganan umum yang pasien dapatkan atau perlu jalani adalah pemasangan braces atau splints, fisioterapi/terapi fisik, stimulasi saraf, dan prosedur operasi (hanya bila cara-cara sebelumnya tidak efektif)
Ketika foot drop tidak segera memperoleh penanganan yang tepat, sejumlah risiko komplikasi tak dapat terelakkan.
Bahkan beberapa metode penanganan foot drop pun mampu berakibat pada komplikasi di kaki, yakni antara lain [1,3] :
Tinjauan Komplikasi foot drop dapat terjadi karena tidak adanya penanganan yang tepat maupun karena efek metode pengobatannya. Sering jatuh, timbulnya ulkus, kerusakan saraf, hingga abrasi kulit dapat terjadi pada penderita.
Foot drop dapat dicegah, yakni dengan menghindari faktor-faktor yang mampu memicunya [1].
Tinjauan Pencegahan foot drop terbaik adalah dengan menghindari penyebab dan faktor risikonya. Sementara bagi penderita foot drop, upaya untuk meminimalisir komplikasi atau agar tidak mudah terjatuh adalah dengan menghindari barang-barang berserakan di lantai dan tingkat pencahayaan yang cukup di ruangan.
1. Subhadra L. Nori & Michael F. Stretanski. Foot Drop. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Anne Elisabeth Carolus, Dr. med., Michael Becker, PD Dr. med., Jeanne Cuny, Dr. med., Rüdiger Smektala, Prof. Dr. med., Kirsten Schmieder, Prof. Dr. med., & Christopher Brenke, PD Dr. med. The Interdisciplinary Management of Foot Drop. Deutsches Arzteblatt; 2019.
3. Subhadra L. Nori & Joe M Das. Steppage Gait. National Center for Biotechnology Information; 2020.
4. Franklin D Westhout, MD, Laura S Paré, MD, FRSC(c), & Mark E Linskey, MD. Central Causes of Foot Drop: Rare and Underappreciated Differential Diagnoses. The Journal of Spinal Cord Medicine; 2007.
5. Jeanette W Evans, BSc & Erick Sell, MD and Evan Cole Lewis, MD. Case 1: Foot drop and numbness in a 16-year-old girl. Paediatrics Child Health; 2013.
6. Tae-keun Kim, Won-gyu Yoo,2, & Seung-je Shin. Comparison of foot pressure in stretching exercises according to the type of ankle ramp. Journal of Physical Therapy Science; 2015.