Daftar isi
Hidranensefali merupakan sebuah kondisi cacat bawaan lahir yang langka di mana gangguan utama terjadi pada sistem saraf pusat [1,2,3].
Bayi yang lahir dengan kondisi hidranensefali artinya bayi tidak memiliki hemisfer serebral. Hemisfer sendiri merupakan belahan otak sehingga otak terbagi menjadi otak kiri dan kanan dengan sisi simetris [1,2,3].
Bayi dengan hidranensefali tidak memiliki hemisfer meskipun perkembangan tulang tengkorak berjalan normal [1].
Hanya ada kantung berisi cairan yang menggantikan hemisfer walaupun ukuran kepala bayi tetap kelihatan normal, termasuk refleks bayi [1,2].
Adanya kantung berisi cairan serebrospinal tersebut berfungsi menjadi pengisi ruang kosong tempat hemisfer seharusnya berada [1,2].
Tinjauan Hidranensefali adalah cacat bawaan di mana seorang bayi lahir tanpa memiliki hemisfer serebral atau belahan otak (pembagi otak kanan dan kiri), yakni sebuah kondisi yang tergolong dalma gangguan sistem saraf pusat.
Pembentukan abnormal sistem saraf pusat janin atau bahkan akibat cedera pada bagian tersebut mampu menjadi penyebab utama hidranensefali terjadi [1,2,3].
Biasanya, gangguan perkembangan janin rentan terjadi saat usia kandungan berada di trimester pertama, terutama minggu-minggu awal kehamilan [1,2,3].
Hanya saja, hidranensefali tidak selalu terjadi karena cedera maupun pembentukan abnormal sistem saraf pusat karena pada beberapa kasus hal ini terjadi karena kondisi yang diturunkan [1].
Oleh sebab itu, sampai kini belum diketahui pasti faktor penyebab yang jelas pada kondisi hidranensefali.
Terdapat pula sejumlah teori mengenai beberapa faktor lain yang juga turut mampu meningkatkan risiko hidranensefali, seperti [1,2,3] :
Tinjauan Pembentukan abnormal sistem saraf pusat, faktor keturunan, efek cedera pada waktu hamil, infeksi rahim, gangguan aliran darah pada janin, sumbatan pembuluh darah menuju kepala janin, paparan zat kimia terhadap sang ibu hamil, meninggalnya salah satu janin pada kehamilan kembar, hingga sindrom Fowler mampu menjadi pemicu dan penyebab hidranensefali.
Gejala hidranensefali akan mudah terlihat saat bayi lahir.
Namun tidak semua kasus hidranensefali akan terdeteksi pada waktu bayi lahir karena gejala pada beberapa kasus justru timbul setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan [1].
Berikut ini adalah gejala-gejala paling nampak dan perlu diwaspadai oleh para orang tua [1,2,3] :
Tinjauan Pembesaran kepala, gangguan nafas, gangguan pencernaan, peningkatan tonus otot, gangguan refleks otot, kejang, gangguan tumbuh kembang, serta gangguan pada regulasi suhu tubuh menjadi gejala-gejala yang perlu diwaspadai sebagai kondisi hidranensefali pada anak.
Untuk mendiagnosa hidranensefali, umumnya pemeriksaan perlu ditempuh ketika hamil atau ketika bayi sudah lahir dengan gejala adanya kelainan pada fisiknya.
USG dapat menjadi metode pemeriksaan yang diandalkan oleh ibu hamil untuk mengetahui kondisi janin [1,2,3].
USG dengan level 2 atau lebih tinggi lebih dianjurkan supaya mampu mengonfirmasi apakah janin mengalami hidranensefali. Periksakan kondisi janin saat usia kehamilan masih tergolong awal [1].
Pemeriksaan MRI memang tergolong jarang diterapkan bagi ibu hamil untuk memeriksa kondisi janin [1,3].
Namun, MRI adalah metode diagnosa yang penting untuk mendeteksi hidranensefali pada bayi yang baru lahir [1].
Bayi dengan usia hitungan minggu hingga beberapa bulan dapat menempuh MRI scan untuk dokter dapat membedakan apakah kondisi mengarah pada hidranensefali atau justru holoprosensefali dan hidrosefalus [1].
CT scan pada bagian otak juga kemungkinan akan dokter rekomendasikan kepada sang ibu pasca bayi lahir [1,2,3].
CT scan adalah metode tes pemindaian yang serupa dengan MRI scan dan biasanya digunakan untuk mendukung hasil diagnosa MRI.
Transiluminasi merupakan prosedur pemeriksaan lainnya di mana dokter akan menempatkan di bagian dasar kepala pasien [1,3].
Pantulan cahaya dari senter tersebut akan terlihat pada kulit kepala pasien secara menyeluruh karena adanya cairan serebrospinal yang memenuhi ruang tersebut [1].
Dugaan pasien mengalami hidranensefali semakin kuat dengan adanya pantulan sinar yang nampak jelas [1].
Tes penunjang lainnya yang juga penting dan kemungkinan dokter akan rekomendasikan adalah elektroensefalogram sebagai pendeteksi absennya aktivitas listrik pada seluruh elektroda [1,3].
Untuk memastikan apakah hidranensefali berhubungan dengan kondisi penyumbatan pada arteri karotis, maka pemeriksaan ini dapat ditempuh oleh pasien [1,5].
Metode diagnosa satu ini pun menjadi tes pendukung agar dokter mengetahui kondisi pembuluh arteri karotis [1].
Adanya gangguan seperti sumbatan dapat teridentifikasi di mana sumbatan pembuluh arteri mampu menjadi alasan terjadinya hidranensefali [1].
Tinjauan Pemeriksaan hidranensefali dapat dilakukan selama kehamilan, melalui USG rutin dari trimester pertama. Sementara itu, MRI scan, CT scan, transiluminasi, elektroensefalogram, angiografi resonansi magnetik otak, dan angiografi substraksi digital adalah metode diagnosa lainnya yang penting untuk diterapkan pada bayi yang lahir dengan gejala kelainan.
Pengobatan untuk penderita hidranensefali tidak dapat menyembuhkan, tapi hanya bertujuan meredakan gejala serta mengurangi risiko komplikasi [1].
Bahkan secara umum, penderita hidranensefali tidak dapat diselamatkan karena bayi meninggal di dalam kandungan [1].
Berikut ini adalah beberapa penanganan yang biasanya dokter berikan bagi pasien hidranensefali yang dapat bertahan hidup usai dilahirkan.
Antiepileptik adalah jenis obat yang kemungkinan besar dokter berikan kepada pasien-pasien hidranensefali untuk menangani kejang yang terjadi [1].
Kejang adalah salah satu gejala hidranensefali yang paling umum sehingga obat ini akan diresepkan sebagai penanganan terbaik [1].
Bagi penderita hidranensefali yang juga didiagnosa menderita hidrosefalus, prosedur pemasangan sistem ventriculoperitoneal atau ventriculoatrial shunt akan dokter rekomendasikan [1,2,3].
Tujuan prosedur ini utamanya adalah sebagai pengendali sekaligus sebagai penurun risiko tekanan di intrakranial [1].
Pada beberapa pasien hidranensefali yang mengalami gangguan pernapasan atau gagal nafas, biasanya dokter akan menanganinya melalui prosedur trakeostomi [1].
Trakeostomi sendiri merupakan sebuah tindakan operasi memasang tabung pernapasan pada saluran udara atau trakea yang sudah dilubangi [1].
Dengan begitu, pasien akan lebih baik dalam bernafas karena oksigen lebih mudah menuju paru [1].
Karena perkembangan psikomotorik anak kemudian menjadi buruk akibat hidranensefali, maka dokter biasanya akan menyarankan orang tua pasien agar sang anak bisa memperoleh terapi fisik [1,5].
Terapi fisik ini pun umumnya dikombinasi bersama terapi okupasi yang bertujuan utama membantu pasien lebih baik sehari-hari, termasuk pasien dengan hidrosefalus [1,5].
Agar pasien secara fisik dan mental juga lebih baik, pemenuhan nutrisi secara tepat dan lengkap akan sangat mendukung [1,3].
Tentunya pemenuhan nutrisi yang tepat akan dilakukan oleh dokter dan kondisi pasien pun akan berada di bawah pengawasan dokter [1,3].
Bagaimana prognosis hidranensefali?
Prognosis hidranensefali tergolong buruk karena calon bayi dengan kondisi hidranensefali bahkan seringkali meninggal di dalam kandungan [1,2,3].
Bayi yang dapat lahir dengan selamat pun biasanya hanya akan bertahan setidaknya setahun setelah dilahirkan karena kondisi hidranensefali yang tak dapat disembuhkan [1,2,3].
Hingga kini pun diketahui belum ada langkah penyembuhan untuk hidranensefali sehingga perawatan yang diberikan biasanya hanya sebagai pereda gejala dan penurun risiko komplikasi saja [1].
Meski demikian, risiko komplikasi tetap tinggi, terutama saat bayi berada pada tahun pertamanya [1].
Risiko kematian tergolong sangat tinggi pada tahun pertama bayi yang disebabkan oleh timbulnya komplikasi, walaupun ada pula beberapa pasien hidranensefali yang dapat bertahan hidup lebih lama [1,3].
Hanya sedikit penderita hidranensefali yang bisa mencapai usia 20-30 tahun di mana hal ini tergantung dari kondisi batang otak penderita [1].
Meski dapat bertahan hidup lebih lama, beberapa penderita ini pun memiliki fungsi neurologis yang kurang baik [1].
Respon dalam berkomunikasi dan pergerakan tangan yang terbatas adalah beberapa kondisi yang harus dialami pasien sekalipun berusia lebih panjang [1].
Meski begitu, fungsi saraf pasien tersebut dapat dikatakan lebih baik dan stabil karena ada banyak bayi yang pada tahun pertamanya tak mengalami perkembangan apapun walau sudah menempuh operasi pemasangan shunt [1].
Tinjauan Penanganan hidranensefali meliputi pemberian obat antiepileptik, pemasangan shunt, trakeostomi, terapi fisik, serta intervensi nutrisi yang tepat. Namun, berbagai penanganan tersebut hanya sebagai pereda gejala dan penghambat terjadinya komplikasi, bukan untuk menyembuhkan.
Berikut ini merupakan sederet risiko komplikasi hidranensefali yang mampu mengakibatkan kematian penderitanya [1,6].
Belum ada langkah pencegahan untuk penyakit hidranensefali.
Namun untuk meminimalisir beberapa faktor peningkat risikonya, para ibu hamil diharapkan menjaga kandungan dengan baik, seperti dengan [1,3]:
Tinjauan Belum ada cara mencegah hidranensefali, namun para ibu hamil dapat menghindari paparan zat-zat berbahaya yang mampu memicu gangguan perkembangan janin. Bahkan sebelum merencanakan kehamilan, para wanita dapat melakukan konsultasi genetik.
1. Jose I. Sandoval & Orlando De Jesus. Hydranencephaly. National Center for Biotechnology Information; 2021.
2. Mohd Khalid, Saifullah Khalid, Samreen Zaheer, Navneet Redhu, & Ekramullah. Hydranencephaly: A Rare Cause of an Enlarging Head Size in an Infant. North American Journal of Medical Sciences; 2012.
3. Piero Pavone, Andrea D Praticò, Giovanna Vitaliti, Martino Ruggieri, Renata Rizzo, Enrico Parano, Lorenzo Pavone, Giuseppe Pero, & Raffaele Falsaperla. Hydranencephaly: cerebral spinal fluid instead of cerebral mantles. Italian Journal of Pediatrics; 2014.
4. Meng Zhang, MD, Gengfan Ye, MD, Yuandong Liu, MD, Qian Wang, MD, Shuying Li, MD, & Yunyan Wang, MD. Clinical application of high-resolution MRI in combination with digital subtraction angiography in the diagnosis of vertebrobasilar artery dissecting aneurysm. Medicine; 2019.
5. Hannah M Tully, MD, Gisele E Ishak, MD, Tessa C Rue, PhD, Jennifer C Dempsey, MPH, Samuel R Browd, MD, PhD, Kathleen J Millen, PhD, Dan Doherty, MD, PhD, & William B Dobyns, MD. 236 children with developmental hydrocephalus: causes and clinical consequences. HHS Public Access; 2017.
6. Dominic Wilkinson. Ethical Dilemmas in Postnatal Treatment of Severe Congenital Hydrocephalus. Cambridge Quarterly of Healthcare Ethics; 2016.