Beberapa orang menganggap bahwa kondisi batuk bagaimanapun adalah sama saja.
Padahal, batuk itu bisa bermacam-macam, termasuk yang terjadi pada bayi.
Orang tua perlu mengenali jenis-jenis batuk yang berpotensi terjadi pada bayi, balita maupun anak yang lebih besar.
Dengan mengenali jenisnya, orang tua dapat mengambil solusi tepat untuk penanganannya sesuai kondisi.
Berikut ini adalah jenis batuk pada bayi dan balita yang perlu diketahui sekaligus diwaspadai oleh para orang tua.
Daftar isi
Batuk jenis pertama yang paling perlu diwaspadai untuk saat ini adalah batuk yang berkaitan dengan virus corona, yakni batuk gejala Covid-19 [1].
Bayi pada umumnya mengalami kasus ringan ketika berhubungan dengan virus corona [1].
Walau ada banyak anak yang mengalami Covid-19 tanpa gejala atau asimptomatik, ada pula yang bergejala yang meliputi batuk, hidung berair dan demam [1].
Jenis batuk pada virus corona ini tergolong batuk kering, tapi juga pada beberapa kasus dapat merupakan batuk berdahak [1].
Untuk mengetahui apakah batuk yang dialami si kecil merupakan batuk gejala Covid-19, orang tua perlu memerhatikan adanya gejala lain yang menyertai [1].
Jika gejala lain yang menyertai Covid-19 turut terjadi pada si kecil, termasuk komplikasi berupa sindrom peradangan multisistem, bawa anak segera ke dokter [1].
Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan apakah bayi mengalami Covid-19; perlu diingat bahwa gejala Covid-19 timbul 2-14 hari setelah terpapar virus atau terinfeksi [1].
Jenis batuk lainnya yang juga berpotensi terjadi pada bayi adalah batuk kering [1,2].
Jenis batuk kering yang lebih umum dialami anak adalah batuk kering di malam hari, terutama saat musim dingin [1,2].
Pada musim dingin, suhu udara malam akan lebih rendah dan ini menjadi sebab utama batuk memburuk di waktu tersebut [1,2].
Jenis batuk kering ini lebih rentan terjadi pada anak-anak dengan riwayat asma [1,2].
Penyakit asma sendiri adalah penyakit kronis di saluran nafas ditandai dengan sesak nafas karena adanya penyempitan dan radang di saluran nafas [3].
Selain sesak nafas dan batuk kering, asma juga bisa menyebabkan sejumlah gejala lain seperti [1,3] :
Para orang tua kerap menganggap bahwa asma ditandai dengan mengi (suara “ngik” yang menyertai saat mengambil nafas) [3].
Padahal, batuk kering di malam hari yang berulang dialami anak juga bisa jadi merupakan gejala asma [1,2,3].
Batuk kering jenis ini umumnya dapat dipicu oleh paparan udara dingin, suhu dingin, riwayat alergi, atau anak yang terlalu banyak bergerak (terlalu aktif) [1,2].
Jika memang ada kecurigaan bahwa batuk kering si kecil mengarah pada asma, segera bawa ke dokter agar bisa ditangani secepat mungkin.
Croup atau juga dikenal dengan istilah batuk menggonggong merupakan jenis batuk yang kerap terjadi pula pada bayi dan balita [1,2,4].
Croup adalah kondisi infeksi pada saluran nafas anak yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan batuk keras yang menyerupai suara gonggongan [1,2,4].
Infeksi pada croup mampu menyebabkan pembengkakan di area bronkus, trakea dan laring (sistem saluran nafas bagian atas) [4].
Selain batuk keras mirip gonggongan, berikut ini adalah sejumlah gejala lain yang menandakan bahwa anak mengalami Croup [1,4] :
Gejala-gejala ini umumnya terjadi pada anak selama kurang lebih 3-5 hari yang bisa juga diikuti dengan demam [4].
Sudah saatnya orang tua membawa anak ke dokter untuk memeriksakan diri jika gejala-gejala tersebut berkembang lebih buruk dan anak juga demam tinggi [1].
Pemeriksaan sedini mungkin berpotensi membantu anak pulih lebih cepat sebab keterlambatan pengobatan mampu meningkatkan risiko komplikasi berbahaya [1].
Pada musim dingin atau setidaknya suhu udara jauh lebih dingin, biasanya Croup mudah timbul saat anak kedingingan [1].
Oleh sebab itu, pastikan orang tua tidak hanya menjaga kebersihan tubuh bayi dan lingkungan rumah, tapi juga menjaga agar anak tetap merasa hangat saat cuaca sedang tidak mendukung [1].
Batuk jenis serak dan sesak atau juga disebut dengan istilah raspy, wheezy cough merupakan kondisi batuk yang juga cukup sering dialami bayi serta balita khususnya di bawah usia 2 tahun [1].
Ketika si kecil mengalami batuk ini, nafasnya akan jauh lebih cepat dan bayi juga menjadi lebih rewel. Bronkiolitis adalah salah satu kemungkinan terbesar penyebab dari batuk jenis ini [1].
Bronkiolitis merupakan sebuah kondisi saluran nafas yang terserang infeksi sehingga bagian dalam bronkiolus mengalami sumbatan dan peradangan [1,5].
Bronkiolus sendiri adalah saluran nafas di dalam paru-paru dan tergolong sebagai saluran yang paling kecil. Ketika terkena infeksi dan mengalami radang, saluran pernafasan akan mengalami produksi lendir yang lebih banyak dari biasanya [6].
Penyebab dari kondisi ini adalah RSV (respiratory syncytial virus), rhinovirus, atau influenza virus [1,5].
Penularan penyakit ini sangat mudah terjadi terutama jika anak masih berusia kurang dari 3 bulan sebab daya tahan tubuhnya masih lemah [1,5].
Bayi lahir prematur, bayi yang tinggal di lingkungan padat, bayi yang tak minum ASI, bayi dengan penyakit jantung bawaan, dan bayi yang terpapar asap rokok terlalu sering juga jauh lebih rentan mengalami bronkiolitis [5].
Selain batuk serak dan sesak, tanda bronkiolitis lain yang patut orang tua waspadai adalah [1,5] :
Sudah saatnya orang tua membawa si kecil ke dokter terutama bila gejala tersebut dalam 2-3 minggu tak mereda [5].
Bila bayi mengalami sesak nafas pada batuknya dan disertai mengi serta sulit untuk menyusu, segera ke dokter, terutama jika usia si kecil belum menginjak 3 bulan [1].
Ketika bayi atau balita mengalami batuk berdahak disertai sakit tenggorokan, mata dan hidung berair, hingga sulit menyusu atau makan, sebenarnya hal ini dapat merujuk pada kondisi masuk angin dan pilek biasa [1,2].
Tanpa penanganan medis, penderita umumnya dapat sembuh dalam waktu 1-2 minggu meskipun kondisi ini tergolong menular [1,2].
Jika anak mengalami batuk berdahak yang tak kunjung sembuh selama 1-2 minggu lebih, jangan ragu untuk memeriksakannya ke dokter supaya lebih cepat memperoleh penanganan [1,2].
Batuk rejan atau juga dikenal dengan istilah pertusis merupakan infeksi saluran nafas dan paru-paru yang disebabkan oleh bakteri [7].
Bayi dan anak-anak lebih mudah tertular penyakit ini dan jika tak mendapat penanganan cepat, maka gejala berpotensi memburuk dan mengancam jiwa. Batuk rejan ditandai dengan batuk keras yang berentetan dan akan terjadi berulang kali [1,7].
Awalnya, kondisi batuk rejan menyerupai batuk biasa saat anak batuk pilek, namun ada gejala pada tahap lanjut yang akan terjadi sekitar 1-6 minggu dengan keluhan seperti [1,7] :
Batuk rejan pada balita mampu menyebabkan serangkaian gejala tersebut, namun pada bayi justru biasanya tidak akan batuk [1].
Meski demikian, bayi dengan kondisi batuk rejan biasanya mengalami apnea atau berhentinya nafas sebentar [1,7].
Saat terjadi apnea, perubahan kulit bayi terjadi, yakni semakin biru karena tubuh mengalami kekurangan oksigen [1,7].
Sudah saatnya orang tua membawa si kecil ke dokter apabila gejala-gejala tersebut mulai nampak, terutama bila bayi belum memperoleh vaksin pertusis [1].
Batuk berlendir hijau adalah jenis batuk yang tergolong batuk berdahak dan biasanya menjadi tanda bahwa anak sedang pilek atau masuk angin [2].
Namun jika dahak berwarna kehijauan disertai disertai demam, maka ada kemungkinan batuk ini berkaitan dengan infeksi sinus atau sinusitis [2].
Jika batuk bertambah parah, hal ini dapat pula merujuk pada kondisi pneumonia [2].
Cara penanganan untuk setiap jenis batuk kemungkinan berbeda menurut usia bayi maupun penyebab batuk itu sendiri.
Namun, berikut ini adalah sejumlah metode pengobatan menurut jenis-jenis batuk yang terjadi pada bayi dan anak.
Jenis batuk pada bayi dan anak-anak cukup beragam, terutama menurut penyebabnya, mulai dari kondisi yang ringan hingga lebih serius.
Bila anak mulai demam, sesak nafas, dan sangat rewel, segera bawa ke dokter agar penanganan bisa didapat sedini mungkin.
1. Aimee Herring. 8 Types of Coughs in Children, Toddlers, and Babies. Parents; 2020.
2. Jennifer Reynolds. Dry cough? Green? Wheezy? Know your kid’s cough and how to handle it. Norton Children's; 2017.
3. Muhammad F. Hashmi; Maryam Tariq; & Mary E. Cataletto. Asthma. National Center for Biotechnology Information; 2021.
4. Omeed Sizar & Barbara Carr. Croup. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Nathaniel A. Justice & Jacqueline K. Le. Bronchiolitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. Christina Amador; Carly Weber; & Matthew Varacallo. Anatomy, Thorax, Bronchial. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Ashley M. Lauria & Christopher P. Zabbo. Pertussis. National Center for Biotechnology Information; 2021.