Tinjauan Medis : dr. Shinta Pradyasti
Leukoplakia adalah salah satu kelainan mukosa mulut paling penting yang berpotensi menjadi ganas. Leukoplakia dapat didefinisikan sebagai adanya plak putih dengan bahaya risiko kanker mulut, setelah menyingkirkan
Leukoplakia merupakan salah satu penyakit yang berpotensi relatif tinggi terhadap perkembangan kanker mulut. Setiap tahunnya 6-29 orang dari 100.000 individu mengalami kanker disebabkan oleh leukoplakia. [1]
Daftar isi
Leukoplakia berasal dari dua kata Yunani, yaitu Leukos yang berarti putih dan plakia yang berarti plak/tambalan. Secara umum leukoplakia merupakan lesi (berbentuk plak) putih yang berkembang pada rongga mulut dan tidak bisa hilang dengan penggosokan. [1] [2]
Penderita leukoplakia berisiko tinggi terhadap kanker mulut. Penelitian terbaru melaporkan mekanisme molekuler penderita leukoplakia yang mirip dengan penderita kanker, seperti DNA aneuploidy, disfungsi enzim telomerase, hipermetilasi DNA, dan mutasi pada gen yang berpotensi terhadap perkembangan sel kanker yaitu gen p53, p161NK4a, 3p, 9p, dan TP53. [2]
Risiko leukoplakia meningkat seiring umur. Pada umumnya penyakit ini dapat terjadi pada semua umur. Namun risiko leukoplakia lebih tinggi pada orang dewasa dan lansia.
Berdasarkan jenis kelamin, penyakit ini lebih berpotensi terjadi pada pria dibandingkan wanita. Penelitian sebelumnya menyebutkan leukoplakia paling sering diidap oleh pria berumur 50-70 tahun. [1]
Berikut di bawah ini adalah jenis-jenis leukoplakia: [1] [3] [4]
Leuplakia homogen tersusun dari plak putih serangam dan umumnya tidak memiliki gejala khusus. Lokasi leukoplakia homogeny umumnya muncul pada daerah buccal (pipi). Penyakit tipe ini memiliki risiko lebih rendah terhadap kanker.
Leukoplakia non-homogen tersusun dari plaj tidak beraturan, datar, dan berpotensi untuk tumbuh di luar permukaan epitel. Warna plak pada leukoplakia non-homogen tidak selalu putih, warna merah juga dapat muncul pada plak. Leukoplakia jenis ini berpotensi lebih tinggi untuk mengalami kanker.
Pada saat suatu jaringan terpapar pada senyawa yang bersifat karsinogenik (alkohol dan rokok) secara konstan, maka mekanisme sel akan berubah baik dengan meningkat proliferasi sel atau merusak sel yang terpapar senyawa tersebut.
Pada kasus leukoplakia, sel epitelium pada rongga mulut akan beradaptasi dengan cara berikut: [1]
1. Merokok
Beberapa perokok sering mengisap rokok hingga bakaran rokok mendekati mulut. Akibatnya, panas yang dihasilkan (dari tembakau yang terbakar) dapat terasa pada mulut dan dapat menyebabkan lesi pada mukosa mulut. Hal ini dapat memicu leukoplakia. [2] [3]
Penelitian terakhir menyebutkan risiko kanker ganas disebabkan leukoplakia pada perokok lebih tinggi 19 x dibandingkan individu yang tidak merokok. [1]
2. Mengunyah buah pinang
Kebiasaan mengunyah buah pinang dapat menyebabkan fibrosis pada submukus mulut. Jika hal ini dilakukan dengan kebiasaan merokok, sangat berpotensi memunculkan leukoplakia dan meningkatkan risiko kanker mulut. [5]
3. Infeksi
4. Konsumsi alkohol
Alkohol merupakan pelarut yang berisfat karsinogenik dan dapat merusak sel epitel pada mulut. Risiko leukoplakia pada individu yang mengkonsumsi alkohol lebih tinggi hampir 2x lipat dibanding individu yang tidak mengkonsumsi alkohol. [6]
5. Paparan sinar UV
Paparan sinar UV dapat menyebabkan lesi dan leukoplakia pada bibir. [2]
Pada umumnya pasien dengan penyakit leukoplakia memiliki gejala khusus seperti kemunculan plak putih pada permukaan epitel rongga mulut.
Warna putih plak dapat bersifat samar atau sangat jelas. Namun, kemunculan lesi ini merupakan pertanda utama penyakit leukoplakia. [2] [3] [5]
Warna plak putih yang disertai plak merah menandakan kemungkinan leukoplakia tipe non-homogen yang lebih berbahaya. [3] Jika pasien mengalami salah satu gejala ini, pasien disarankan segera ke dokter.
Observasi klinis
Pada umumnya tim medis akan melakukan observasi klinis terlebih dahulu untuk mengkarakterisasi kemungkinan leukoplakia. Dokter akan melihat lesi putih pada bagian dalam mulut, ukuran lesi, daerah lesi dan distribusi lesi. Dokter juga akan menanyakan riwayat hidup pasien seperti, konsumsi alkohol dan rokok [4].
Biopsi dianggap sebagai standart emas dalam uji leukoplakia. Metode ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan pada lesi. Namun proses ini tergolong invasif dan membutuhkan banyak waktu. [1]
Perlu diperhatikan bahwa pada beberapa kondisi, hasil biopsi tidak selalu merepresentasikan hasil yang tepat dikarenakan subjektivitas dari hasil observasi.
Pengambilan sampel pada area yang kecil juga memungkinkan tidak semua sel dapat terobservasi.[3] Umumnya metode diagnosis ini dilakukan jika karakter penyakit sebagai berikut: [3]
Deteksi molekuler
Deteksi molekuler diperlukan untuk menentukan potensi kanker yang disebabkan oleh leukoplakia. Penanda gen p53 umum digunakan untuk mengetahui potensi kanker pada pasien. [3]
Menghindari penyebab utama
Untuk mengobati penyakit ini, penyebab utama pasien mengalami leukoplakia harus dapat dihindari. Dengan menghindari rokok, mengunyah pinang, dan konsumsi alkohol persentase terjadinya leukoplakia dapat menurun hingga hilang secara sempurna. [3] [7]
Pengobatan anti-jamur
Jika leukoplakia disebabkan oleh infeksi jamur, maka pengobatan dengan anti jamur dapat diterapkan pada pasien. Jika setelah 3 minggu, tidak terdapat hasil yang baik pada pasien, maka uji biopsi dapat diterapkan pada pasien untuk mengetahui potensi kanker pada pasien. [3]
Tindakan operasi
Pada beberapa kasus, tindakan operasi dapat diambil untuk mengangkat jaringan kanker yang sudah terkonfirmasi. Operasi menggunakan scalpel atau menggunakan laser CO2 dapat dilakukan. [3]
Suplementasi antioksidan
Selain itu, suplementasi antioksidan diketahui dapat menekan laju perkembangan leukoplakia [8]. Antioksidan tersebut antara lain: [8]
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko penyebab leukoplakia, terutama merokok.
Konsumsi antioksidan juga dapat dilakukan untuk menangkal radikal bebas dan senyawa karsinogenik lainnya.
Senyawa kurkumin dalam kunyit juga diketahui dapat mencegah kemunculan leukoplakia. [7] [8]
1. Faraz Mohammed, Arishiya T. Fairozekhan. 2019. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Oral Leukoplakia.
2. A Villa, S Sonis. 2017. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Oral leukoplakia remains a challenging condition.
3. Crispian Scully CBE MD PhD MDS MRCS BSC FDSRCS FDSRCPS FFDRCSI DFDSRCSE FRCPath FMedSci FHEA FUCL DSc DChD DMed[HC] DrHC. 2013. Science Direct. Leukoplakia.
4. A. Martorell-Calatayud, R BOtella-Estrada, JV Bagán-sebastián, O sanmartín-Jiméne, C. guillén-Barona. 2009. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Oral Leukoplakia: Clinical, Histopathologic, and Molecular Features and Therapeutic Approach.
5. Anand R, Dingra C, Prasad D, Menon I. 2014. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Betel nut chewing and its deleterious effects on oral cavity.
6. Prakash C Gupta. 1984. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. Epidemiologic study of the association between alcohol habits and oral leukoplakia.
7. C-H Lee, Y-C Ko, H-L Huang, Y-Y Chao, C-C Tsai, T-Y Shieh, L-M Lin. 2003. National Center for Biotechnology Information, U.S National Library of Medicine, National Institutes of Health. The precancer risk of betel quid chewing, tobacco and alcohol consumption in oral leukoplakia and oral submucous fibrosis in southern Taiwan.
8. Joseph E. Pizzorno ND, Michael T Murray ND, Herb Joiner-Bey ND. 2016. Science Direct Leukoplakia.