Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Niktofobia adalah ketakutan berlebihan dan irasional terhadap gelap. Gejala dari fobia ini termasuk adanya reaksi ekstrim terhadap gelap, seperti gangguan panik dan ansietas, ketakutan terhadap gelap yang
Daftar isi
Niktofobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik di mana seseorang memiliki ketakutan berlebih terhadap gelap secara irasional [1,2,3].
Penderita niktofobia akan merasakan ketakutan, kecemasan dan ketakutan hebat saat berada di situasi atau tempat gelap.
Niktofobia atau nyctophobia berasal dari dua kata nyktos dan phobos yang memiliki makna malam dan ketakutan.
Oleh sebab itu, niktofobia juga diartikan sebagai ketakutan berlebih terhadap malam atau gelap.
Penderita akan mengalami respon “terkejut” saat dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegelapan [2].
Tidak hanya takut berjalan di malam hari, penderita cenderung panik dan takut akan gelapnya bioskop sehingga akan menolah jika harus menonton di tempat tersebut.
Tinjauan Niktofobia adalah fobia spesifik di mana seseorang mengalami ketakutan berlebih yang irasional terhadap suasana malam atau kegelapan.
Ketiadaan stimulus cahaya menjadikan perubahan pada otak seseorang pemilik kondisi niktofobia.
Rasa takut terhadap gelap pun timbul karena berkaitan dengan rasa takut terhadap kekerasan.
Menurut sebuah pernyataan dari artikel Psi Chi Journal of Psychological Research, perasaan takut dan cemas menguat ketika menjumpai tempat gelap dan berbayang [3].
Rasa takut irasional dapat timbul juga karena dalam gelap, seseorang merasa lebih tidak berdaya.
Penglihatan yang kurang jelas di malam hari atau di tempat-tempat dengan tingkat cahaya rendah menyebabkan rasa was-was.
Berada di kegelapan membuat seseorang berpotensi merasa terancam seperti akan ada bahaya yang menghampiri dan mulai membayangkan berbagai hal mengerikan.
Kegelapan juga diyakini oleh para ahli sebagai pemicu seseorang memiliki tingkat ketajaman indera lainnya yang lebih tinggi.
Saat seseorang tak dapat melihat sumber gerakan atau suara dikarenakan kurangnya cahaya, rasa takut menjadi lebih besar ketika mendengar atau meraba sesuatu yang tak dapat dilihat oleh mata.
Selain penjelasan tersebut, seperti pada kasus fobia spesifik lainnya sebenarnya seseorang dapat menderita niktofobia karena berbagai faktor risiko di bawah ini :
Faktor genetik menjadi salah satu pemicu seseorang dapat mengalami fobia spesifik [1,4,5,6].
Seseorang yang memiliki anggota keluarga (khususnya orang tua, nenek atau kakek) yang memiliki riwayat gangguan kecemasan, fobia spesifik tertentu dan gangguan mental tertentu, memiliki risiko lebih besar.
Terutama bila orang tua memiliki niktofobia, ada kemungkinan sang anak juga akan memiliki kondisi yang sama persis.
Memiliki pengalaman tidak menyenangkan di malam hari atau di tempat gelap mampu memicu timbulnya rasa takut dan cemas berlebih yang mengarah atau berkembang menjadi niktofobia [1,4,5,6,7].
Pengalaman tak menyenangkan dapat berupa pelecehan seksual atau penganiyaan seperti penyerangan fisik.
Ketika seseorang pernah mengalami hal-hal tersebut, rasa takut terhadap gelap akan semakin hebat, terutama jika sedang sendirian.
Menurut beberapa penulis psikoanalitik, rasa takut terhadap gelap memiliki kaitan dengan gangguan kecemasan berpisah [4].
Perpisahan dengan orang terdekat khususnya jika hal ini dialami oleh anak-anak maka dapat menimbulkan rasa takut tak beralasan ketika malam atau gelap tiba.
Namun jika seorang anak mengalami gangguan kecemasan berpisah dan tidak segera ditangani, rasa takut dapat semakin berkembang ketika anak tumbuh dewasa.
Tinjauan Suasana gelap menjadi hal yang mudah memicu rasa takut dan cemas karena ketidakberdayaan indera penglihatan. Namun, niktofobia sendiri dapat terjadi apabila faktor genetik, faktor pengalaman traumatis dan/atau gangguan kecemasan berpisah (pada anak-anak) memengaruhi.
Takut akan gelap memang sulit dibedakan dari niktofobia (kondisi fobia yang lebih serius terhadap gelap).
Namun, seseorang dapat tergolong penderita niktofobia apabila beberapa gejala berikut dialami olehnya [1,2,3,4,5,6,7] :
Seperti pada kasus fobia spesifik lainnya, pemeriksaan fisik menjadi metode diagnosa awal yang diterapkan oleh dokter [5,7].
Penting untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan kecemasan karena kondisi medis atau cedera tertentu.
Selain itu, dokter juga perlu melakukan evaluasi psikologis terhadap pasien di mana hal ini biasanya dilakukan oleh ahli kesehatan mental dan jiwa.
Dokter ahli kesehatan mental dan jiwa pada umumnya menggunakan kriteria diagnostik DSM-5 untuk memastikan kondisi pasien benar mengarah pada fobia spesifik niktofobia atau tidak [8].
Berikut ini adalah kriteria diagnosa yang dimaksud dan lebih banyak digunakan oleh tenaga medis psikologis [8].
Tinjauan Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan psikologis menjadi metode diagnosa utama yang dilakukan oleh dokter. Biasanya, kriteria diagnostik DSM-5 menjadi panduan dalam menegakkan diagnosa fobia spesifik seperti niktofobia oleh para ahli kesehatan mental.
Fobia spesifik tak terkecuali niktofobia ditangani dengan sejumlah metode psikoterapi dan obat-obatan.
Untuk memaksimalkan pemulihan pasien, biasanya dokter pun akan menyarankan perubahan pola hidup kepada pasien.
Niktofobia berkaitan dengan gangguan kecemasan di mana penderitanya juga cenderung terus-menerus menghindari tempat gelap dan malam hari [1,4].
Terapis selama prosedur terapi perilaku kognitif akan membantu pasien memahami dan menganalisa penyebab rasa takut berlebihan itu.
Terapis berperan dalam perbaikan dan perubahan persepsi negatif pasien agar menjadi lebih positif.
Prosedur ini akan membuat pasien menyesuaikan diri dengan lebih baik dalam menghadapi rasa takutnya [1].
Pasien niktofobia yang juga sudah sampai pada tahap isolasi diri akan dibantu dalam meningkatkan kembali kehidupan normalnya.
Bentuk penanganan melalui psikoterapi lainnya adalah terapi eksposur. Pasien yang menempuh terapi ini akan diekspos kepada sumber penyebab ketakutannya, yaitu kegelapan [1,5,6,7].
Terapis menyediakan gambar dan video terlebih dulu mengenai tempat-tempat gelap atau pemandangan malam hari.
Pasien perlu melihat gambar dan video yang ditunjukkan tersebut secara bertahap untuk menghilangkan perasaan takutnya secara sedikit demi sedikit.
Dalam menjalani terapi eksposur, pasien lama-kelamaan akan terbiasa dengan kegelapan walau prosesnya mungkin memakan waktu cukup lama.
Namun bila terapis melakukan prosedur eksposur secara berlebihan tidak pada waktu yang tepat, gejala kecemasan pasien justru dapat memburuk [1].
Jika dari peningkatan durasi eksposur terhadap gambar maupun video berkaitan dengan kegelapan sudah jauh lebih baik, pasien dapat secara langsung terapis paparkan pada tempat-tempat gelap [1].
Hal ini akan membantu pasien dalam menyingkirkan atau melawan rasa takut secara efektif.
Untuk mengatasi kecemasan yang pasien niktofobia alami, dokter kemungkinan juga meresepkan obat-obatan pereda stres dan cemas.
Antidepresan dan benzodiazepine adalah golongan obat yang umumnya diberikan kepada pasien fobia spesifik [1,3,7].
Jika diperlukan, pasien dengan gangguan tidur juga perlu menggunakan obat tidur yang tentunya harus sesuai dengan anjuran dokter.
Obat resep dokter biasanya dikombinasi bersama dengan psikoterapi karena obat saja tidak akan menyembuhkan fobia pasien.
Penggunaan obat dan efek sampingnya pun perlu dikonsultasikan lebih detil dengan dokter agar tidak terjadi kesalahan.
Seperti halnya antidepresan yang bisa digunakan jangka panjang dan benzodiazepine yang umumnya dianjurkan sebagai obat jangka pendek.
Seperti pada penanganan fobia spesifik lainnya, niktofobia juga sebaiknya diatasi dengan menerapkan pola hidup sehat.
Melakukan olahraga rutin seminggu setidaknya tiga kali adalah salah satu cara pengelolaan stres yang baik [9].
Jenis olahraga yang dilakukan tidak selalu harus selalu berat, olahraga ringan semacam berjalan kaki dan jogging setidaknya 30 menit sudah cukup [1,9].
Selain itu, melakukan Yoga dan meditasi rutin juga merupakan bagian dari pola hidup sehat untuk mengelola stres dan meredakan kecemasan [1,10].
Mengurangi asupan kafein berlebih juga sebaiknya diterapkan karena kafein merupakan zat yang mampu memicu kecemasan [1,11].
Bagi penggemar kopi, teh dan minuman berenergi, sebaiknya selama perawatan dan pemulihan niktofobia menghindari minuman-minuman tersebut lebih dulu [1].
Tinjauan Seperti kondisi fobia spesifik lain, penderita niktofobia perlu menjalani psikoterapi (terapi perilaku kognitif dan terapi eksposur), penggunaan obat resep dokter, dan mengubah pola hidup (olahraga, meditasi dan pembatasan kafein).
Fobia spesifik apapun termasuk niktofobia paling berpotensi menimbulkan hambatan dalam kelangsungan hidup penderitanya sehari-hari [4,5,6,7].
Isolasi diri ditambah dengan depresi yang semakin berat karena menghindari kegelapan secara ekstrem mampu mengakibatkan kehidupan sosial dan pekerjaan penderita terganggu [12].
Jika gangguan tidur yang dialami oleh penderita niktofobia juga tak segera diatasi, berbagai kemungkinan gangguan kesehatan lain dapat menghampiri [2,4,13].
Bukan tak mungkin, depresi berat berujung pada keinginan mengakhiri hidup dan melakukan aksi bunuh diri jika niktofobia tidak secepatnya ditangani [12].
Niktofobia adalah seperti jenis fobia spesifik lain, tak terdapat cara khusus dalam mencegahnya.
Namun setidaknya dengan memeriksakan diri di awal gejala, penanganan juga dapat diperoleh pasien secara dini.
Bila gejala-gejala niktofobia tertangani secepatnya, risiko komplikasi dapat diminimalisir dengan baik.
Tinjauan Pencegahan untuk niktofobia belum diketahui hingga kini, namun untuk meminimalisir risiko komplikasi, sebaiknya periksakan gejala awal niktofobia agar penderita mendapat penanganan segera.
1. Psych Times Staff. Nyctophobia (Fear of the Dark) - Symptoms, Causes, and Treatments. Psych Times; 2020.
2. Colleen E Carney, Taryn G Moss Atlin, Molly E Atwood, Brian M. Crowe & Alex J. Andrews. Are Poor Sleepers Afraid of the Dark? A Preliminary Investigation. Journal of Experimental Psychopathology; 2014.
3. Joshua Levos & Tammy Lowery Zacchilli. Nyctophobia: From Imagined to Realistic Fears of the Dark. Psi Chi Journal of Psychological Research; 2015.
4. Katja Beesdo, PhD, Susanne Knappe, Dipl-Psych, & Daniel S. Pine, MD. Anxiety and Anxiety Disorders in Children and Adolescents: Developmental Issues and Implications for DSM-V. HHS Public Access; 2011.
5. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
6. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
7. Chandan K. Samra & Sara Abdijadid. Specific Phobia. National Center for Biotechnology Information; 2020.
8. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders, fifth edition. Arlington, VA: American Psychiatric Association.
9. Elizabeth Aylett, Nicola Small, & Peter Bower. Exercise in the treatment of clinical anxiety in general practice – a systematic review and meta-analysis. BioMed Central Health Services Research; 2018.
10. Josefien J. F. Breedvelt, Yagmur Amanvermez, Mathias Harrer, Eirini Karyotaki, Simon Gilbody, Claudi L. H. Bockting, Pim Cuijpers, & David D. Ebert. The Effects of Meditation, Yoga, and Mindfulness on Depression, Anxiety, and Stress in Tertiary Education Students: A Meta-Analysis. Frontiers in Psychiatry; 2019.
11. Gareth Richards & Andrew Smith. Caffeine consumption and self-assessed stress, anxiety, and depression in secondary school children. Journal of Psychopharmacology; 2015.
12. Michelle Gallagher, Mitchell J. Prinstein, Valerie Simon, & Anthony Spirito. Social anxiety symptoms and suicidal ideation in a clinical sample of early adolescents: examining loneliness and social support as longitudinal mediators. HHS Public Access; 2017.
13. Courtney L. Weiner, Ph.D., Meredith Elkins, M.A., Donna Pincus, Ph.D., & Jonathan Comer, Ph.D. Anxiety Sensitivity and Sleep-Related Problems in Anxious Youth. HHS Public Access; 2017.