Daftar isi
Penyakit Hirschsprung merupakan masalah pencernaan khuusnya pada usus besar yang mengalami gangguan sehingga feses (tinja) tak dapat keluar.
Kondisi ini merupakan penyakit bawaan lahir langka yang mengakibatkan bayi sejak kelahirannya mengalami sembelit atau susah buang air besar.
Saraf pengendali pergerakan usus besar mengalami kelainan sehingga feses justru terjebak di dalam usus.
Feses tak dapat terdorong keluar sehingga berdampak pada penumpukan feses di dalam usus besar bayi.
Tinjauan Penyakit Hirschsprung adalah penyakit langka bawaan lahir pada pencernaan yang bermasalah, yaitu feses yang tak dapat dikeluarkan karena gangguan usus besar.
Penyebab pasti penyakit bawaan lahir langka ini masih belum diketahui meski terdapat dugaan kuat terdapat pengaruh dari faktor keluarga atau genetik.
Mutasi genetik disebut menjadi salah satu penyebab utama dari penyakit Hirschsprung [1,5].
Karena mutasi genetik, pembentukan sel-sel pada usus besar bayi tidak terjadi secara sempurna.
Usus besar tak dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal apabila saraf pengendali usus besar tidak terbentuk dengan sempurna.
Usus besar pada akhirnya tak mampu membuat feses terdorong keluar karena tidak adanya kontraksi yang seharusnya terjadi secara normal.
Selain karena mutasi genetik yang berpengaruh pada saraf pengendali usus besar, beberapa hal berikut juga diketahui menjadi faktor peningkat risiko penyakit Hirschsprung [1,2,4,6,7].
Tinjauan Mutasi genetik disebut menjadi penyebab utama penyakit Hirschsprung walaupun belum pasti. Jenis kelamin (pria), penyakit bawaan lain, dan juga riwayat penyakit Hirschsprung pada keluarga mampu memperbesar potensi seseorang mengalami penyakit ini.
Penyakit Hirschsprung menimbulkan sejumlah gejala yang berbeda-beda pada masing-masing individu yang menderita penyakit ini.
Gejala umumnya langsung dapat terlihat tak lama setelah seorang bayi lahir, yaitu sekitar 48 jam setelah kelahiran bayi [1,4].
Namun pada sebagian kecil kasus, gejala tidak kunjung nampak hingga anak tumbuh lebih besar.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang secara umum timbul pada bayi baru lahir dengan kondisi penyakit Hirschsprung [1,4,5,6] :
Pada sebagian anak lainnya, beberapa keluhan gejala berikut adalah yang paling nampak dan dirasakan :
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Jika gejala nampak 48 jam dari kelahiran bayi di mana si kecil tidak buang air besar, orang tua tidak perlu ragu untuk segera menghubungi dokter anak dan berkonsultasi.
Selain sulit BAB dalam waktu 48 jam setelah lahir, orang tua juga perlu mengamati gejala lainnya yang telah disebutkan dan segera memeriksakan anak ke dokter.
Para pasien pasca operasi untuk mengobati penyakit Hirschsprung juga perlu rutin memeriksakan diri ke dokter.
Walau telah mengalami penanganan untuk gejala-gejalanya, dokter masih harus terus memantau kondisi pasien.
Tinjauan Gejala penyakit Hirschsprung paling utama dan nampak dari bayi yang baru lahir tidak buang air besar dalam waktu 48 jam setelah kelahirannya. Perut kembung dan membesar, sembelit atau diare, hingga rewel dan muntah dapat terjadi.
Ketika terdapat keluhan gejala pada bayi yang tidak wajar, terutama karena tidak buang air besar 48 jam dari waktu kelahirannya, maka dokter biasanya perlu memeriksa dengan beberapa metode berikut :
Dokter perlu mengecek kondisi fisik bayi, terutama bagian perut [4].
Dokter akan memeriksa apakah bagian perut bayi mengalami pembesaran.
Untuk memeriksa lebih lanjut mengenai apa yang terjadi pada perut bayi, maka dokter akan menerapkan sinar-X / rontgen perut menggunakan zat pewarna khusus [1,6,10].
Zat yang terbuat dari bahan barium ini akan lebih dulu dokter masukkan ke dalam usus bayi.
Proses memasukkan zat barium tersebut adalah dengan menggunakan selang khusus yang akan melewati dubur.
Proses sinar-X ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi usus besar pasien dan mendeteksi lebih jauh apa penyebab pembengkakan di area perut.
Metode pemeriksaan ini juga dikenal dengan pengukuran kekuatan otot usus, terutama otot-otot yang berada di sekeliling rektum [1,5,6,7,9,10].
Namun metode diagnosa ini lebih umum direkomendasikan bagi pasien anak yang sudah lebih besar serta orang dewasa, bukan untuk pasien usia bayi.
Terdapat balon khusus yang dimasukkan ke dalam rektum lalu dokter akan menggembungkannya.
Seharusnya, otot-otot di sekitar rektum akan berada dalam kondisi rileks, namun jika tidak demikian maka dokter dapat memastikan bahwa penyakit Hirschsprung memang merupakan penyebabnya.
Biopsi adalah metode pemeriksaan yang dokter lakukan dengan mengambil sampel jaringan lebih dulu untuk dianalisa di laboratorium.
Maka untuk kasus diagnosa penyakit Hirschsprung ini, dokter akan mengambil sampel jaringan usus besar pasien, lalu memeriksakanya di laboratorium di bawah mikroskop [1,4,5,6,7,9].
Tinjauan Metode diagnosa untuk mengonfirmasi penyakit Hirschsprung antara lain adalah pemeriksaan fisik, rontgen perut, manometri anal, dan biopsi.
Penyakit Hirschsprung sayangnya tak dapat diobati hanya dengan pemberian obat semata.
Umumnya, tindakan operasi adalah jalan terbaik bagi penderitanya, baik itu sekali atau lebih dari satu kali bedah.
Berikut adalah beberapa metode bedah yang direkomendasikan oleh dokter sesuai dengan kondisi pasien dan tingkat keparahan gejala penyakit.
1. Ostomi [1,4,5,6,7,9]
Prosedur bedah ostomi dilakukan dalam beberapa tahap dan langkah, seperti berikut :
Sebagai efek samping dari proses ostomi ini, para orang tua tidak perlu khawatir jika anak-anak yang sudah lebih besar setiap buang air besar akan merasa sakit [6].
Balita yang juga menempuh operasi ini setelahnya akan lebih rewel terutama ketika buang air besar karena rasa sakitnya masih dirasakan.
Efek samping berupa sembelit berpotensi terjadi, namun jika hal ini sampai terjadi, cukup atasi dengan minum lebih banyak air putih dan memperbanyak asupan serat.
Anak dengan kondisi sembelit juga dapat diajak oleh orang tua beraktivitas secara lebih aktif.
Bila orang tua khawatir, konsultasikan dengan dokter dan berikan anak obat pencahar sesuai rekomendasi dokter.
2. Pull-through Surgery (Operasi Penarikan Usus) [1,4,5,6,9]
Tindakan bedah ini dilakukan dengan cara membuang bagian dalam usus besar yang tidak memiliki saraf.
Selanjutnya, dokter akan menarik usus sehat pasien dan melakukan prosedur penyambungan usus tersebut dengan dubur atau anus menggunakan metode laparoskopi.
Tinjauan Pengobatan penyakit Hirschsprung adalah dengan metode bedah, yaitu ostomi dan metode pull-through.
Komplikasi penyakit Hirschsprung terdiri dari dua jenis kondisi, yaitu komplikasi yang disebabkan oleh penanganan yang terlambat serta komplikasi yang terjadi sebagai efek samping dari operasi perawatan penyakit Hirschsprung.
Enterokolitis atau infeksi usus adalah jenis penyakit yang umumnya menjadi komplikasi penyakit Hirschsprung pada anak.
Infeksi usus ini kerap disertai dengan perforasis usus dan sepsis yang berbahaya dan bahkan mengancam jiwa penderitanya [1,6,7,8].
Namun selain komplikasi dari penyakit Hirschsprung sendiri, komplikasi efek dari pasca operasi dalam upaya mengobati penyakit Hirschsprung juga dapat terjadi.
Berikut adalah deretan kondisi komplikasi yang dapat terjadi pada pasien usai menempuh operasi [1,5,6] :
Tinjauan Komplikasi penyakit Hirschsprung terdiri dari dua kondisi, yaitu komplikasi akibat penanganan terlambat dan komplikasi efek operasi yang keduanya dapat membahayakan nyawa penderita.
Penyebab pasti dari penyakit Hirschsprung hingga kini belum diketahui jelas, maka sulit dan hampir tidak mungkin mencegahnya.
Karena sulit menghindarinya, maka para calon orang tua sebaiknya melakukan tes genetik untuk mengetahui penyakit-penyakit yang mudah diturunkan ke anak.
Mengatasi dan mewaspadainya sejak dini akan lebih baik sehingga sekalipun anak lahir dengan kondisi tersebut, dapat segera diberikan penanganan dini.
Tinjauan Pencegahan penyakit Hirschsprung tidaklah memungkinkan karena tidak diketahui penyebab pasti penyakit ini, namun para calon orang tua dapat berkonsultasi dengan dokter terkait penyakit yang diderita dan berpotensi diturunkan ke anak.
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/474/2017 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Penyakit Hirschsprung. Kantor Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
2. Danielle Mc Laughlin & Prem Puri. Familial Hirschsprung's disease: a systematic review. Pediatric Surgery International; 2015.
3. T J Bradnock, M Knight, S Kenny, M Nair2, & G M Walker. Hirschsprung's disease in the UK and Ireland: incidence and anomalies. British Medical Journal; 2017.
4. Naomi E Butler Tjaden & Paul A Trainor. The Developmental Etiology and Pathogenesis of Hirschsprung disease. HHS Public Access; 2013.
5. Christina Granéli, Eero Dahlin, Anna Börjesson, Einar Arnbjörnsson, & Pernilla Stenström. Diagnosis, Symptoms, and Outcomes of Hirschsprung's Disease from the Perspective of Gender. Surgery Research and Practice; 2017.
6. Lauren Kroll-Wheeler, MD & Allecia M. Wilson, MD. Educational Case: Hirschsprung Disease. Academic Pathology; 2019.
7. Philip K. Frykman, MD, PhD, FACS, FAAP & Scott S. Short, MD. Hirschsprung-Associated Enterocolitis: Prevention and Therapy. HHS Public Access; 2012.
8.Lauren Yegerlehner, MSN, APN, CPNP & Trina Blunk, MSN, APN, CPNP. Hirschsprung’s Disease: How to Prevent Enterocolitis With Rectal Irrigations. Journal of Pediatric Surgical Nursing; 2017.
9. Casey M. Calkins, MD. Hirschsprung Disease beyond Infancy. Clinics in Colon and Rectal Surgery; 2018.
10. Michael Rogers, DO & Rana Ammoury, MD. Hirschsprung’s Disease Causing Constipation in an Infant. ACG Case Reports Journal; 2016.