Tindakan Medis

Salpingektomi : Manfaat – Prosedur – Risiko

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Salpingektomi?

Salpingektomi adalah sebuah prosedur atau tindakan bedah yang bertujuan mengangkat tuba fallopi, bisa salah satunya saja maupun keduanya [1,2].

Namun pada salpingektomi, biasanya rahim sekaligus indung telur tidak ikut diangkat [1,2].

Salpingektomi adalah bentuk tindakan bedah yang digunakan untuk mengatasi kehamilan ektopik serta beberapa gangguan pada sistem reproduksi wanita [1,2].

Manfaat Salpingektomi

Salpingektomi merupakan tindakan medis yang wanita dapat pilih untuk tempuh ketika memiliki beberapa masalah terkait dengan sistem reproduksi [1,2].

Dokter akan merekomendasikan salpingektomi ketika seorang wanita memeriksakan diri karena gejala pada sistem reproduksinya.

1. Mengangkat Kanker Tuba Fallopi

Kanker tuba fallopi adalah jenis kanker yang tumbuh pada saluran telur atau tuba fallopi [3].

Saluran telur atau tuba fallopi sendiri adalah penghubung antara rahim dengan indung telur [3].

Jika sel kanker tumbuh di saluran telur, maka kanker ini disebut dengan kanker tuba fallopi primer.

Namun, ada pula kasus di mana kanker tuba fallopi bersifat sekunder karena kanker timbul di tuba fallopi sebagai efek dari penyebaran kanker dari organ lain.

Walau jarang terjadi, kanker tuba fallopi menjadi salah satu kondisi sistem reproduksi wanita yang bisa ditangani dengan metode salpingektomi [1,2,4].

Untuk mengenali kondisi kanker tuba fallopi, berikut ini adalah beberapa gejala yang perlu diwaspadai [3] :

  • Benjolan timbul pada perut bagian bawah
  • Saat perut bagian bawah disentuh atau ditekan akan terasa nyeri
  • Perdarahan dari vagina (biasanya terjadi setelah masa menstruasi)
  • Keputihan (cairan yang keluar berwarna putih, merah muda, atau bening)

Kanker ini lebih berisiko terjadi pada wanita yang belum pernah hamil, memiliki anggota keluarga inti dengan riwayat kanker tuba fallopi, belum pernah menyusui anak, serta belum pernah memakai pil KB [3].

Selain itu, adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami kanker ovarium dan kanker payudara pun turut meningkatkan risiko kanker tuba fallopi [3].

Selain salpingektomi, tentu pasien bisa menjalani proses kemoterapi dan/atau radioterapi bila diperlukan [3].

2. Mengatasi Kehamilan Ektopik

Kondisi wanita lainnya yang juga dapat diatasi dengan menempuh prosedur salpingektomi adalah kehamilan ektopik [1,2,5].

Kehamilan ektopik sendiri merupakan kondisi terjadinya kehamilan di luar rahim dan lokasi kehamilan tergantung dari letak sel telur saat dibuahi [5].

Normalnya, sel sperma membuhi sel telur lalu terjadi kehamilan; sel telur yang telah melalui proses pembuahan biasanya berada di tuba fallopi (saluran telur) sebelum dilepaskan ke rahim [5].

Setelah itu, sel telur yang sudah terlepas ke rahim akan menempel di sana untuk berkembang sampai masa melahirkan [5].

Namun pada kehamilan ektopik, usai pembuahan oleh sperma, sel telur tidak terlepas dan menempel pada rahim [5].

Pada rata-rata kasus kehamilan ektopik, tuba fallopi menjadi lokasi terjadinya kondisi ini sekalipun memungkinkan untuk terjadi juga di rongga perut, leher rahim atau indung telur [5].

Kehamilan ektopik tidak menunjukkan gejala berarti di awal, sebab tanda-tanda kehamilan yang dialami wanita akan tergolong wajar [5].

Namun semakin berkembangnya kehamilan, beberapa gejala seperti berikut akan mulai dialami [5] :

  • Perut terasa nyeri
  • Perdarahan dari vagina
  • Nyeri pada perut persis seperti nyeri saat terserang penyakit usus buntu
  • Seiring waktu perdarahan dan nyeri akan semakin hebat

Ketika sudah pada tahap tubuh lemas, sering pusing, perdarahan berat, dan nyeri memburuk segera ke dokter untuk memeriksakan diri [5].

Terlebih bila rasa nyeri juga dialami pada area leher, bahu dan panggul, sudah saatnya untuk mengonsultasikan dengan dokter [5].

Deteksi dan penanganan secepatnya akan menghindarkan pasien dari risiko komplikasi [5].

Salpingektomi adalah salah satu bentuk penanganan bagi kehamilan ektopik, termasuk saat tuba fallopi pecah [1,2,5].

3. Mengatasi Penyumbatan Tuba Fallopi

Masalah lain yang juga bisa ditangani dengan salpingektomi adalah ketika tuba fallopi mengalami penyumbatan [2].

Penyumbatan pada tuba fallopi biasanya bisa terjadi pada ujung tuba yang dekat dengan ovarium, ujung tuba yang dekat maupun terhubung, atau pada seluruh tabung [2,6].

Jika penyumbatan terjadi pada seluruh tabung, maka kondisi ini tergolong sebagai kondisi yang parah [6].

Perlekatan atau jaringan parut menjadi sebab utama penyumbatan tuba fallopi [6].

Penyumbatan tuba fallopi bisa berakibat buruk bagi wanita, sebab salah satu risikonya adalah wanita menjadi sulit hamil [6].

Seringkali kondisi penyumbatan seperti ini tidak disadari oleh penderitanya karena gejala tidak cukup terasa [6].

Penyumbatan tuba fallopi baru terdeteksi umumnya saat seorang wanita memeriksakan diri ketika hendak merencanakan kehamilan [6].

Meski gejala sulit disadari, berikut ini adalah beberapa gejala yang kemungkinan bisa terjadi [6] :

  • Saat menstruasi, rasa nyeri sangat hebat.
  • Nyeri terjadi pada salah satu sisi perut atau seluruh perut.
  • Nyeri terjadi setiap berhubungan intim.
  • Nyeri terjadi setiap buang air kecil.
  • Nyeri panggul.
  • Nyeri terjadi semakin sering dan teratur.
  • Nyeri disertai dengan timbulnya demam.
  • Keputihan abnormal disertai bau tak sedap dan menyengat.

Dengan menjalani salpingektomi, sebagian tuba fallopi yang mengalami sumbatan akan diangkat [2].

Namun dengan demikian, program bayi tabung memiliki peluang keberhasilan lebih tinggi setelahnya [6].

Persiapan Salpingektomi

Seperti pada tindakan bedah lainnya, pasien perlu memerlukan beberapa persiapan sebelum hari-H [1,2].

Berikut ini adalah sejumlah hal yang dapat pasien perhatikan dan lakukan sebelum menjalani salpingektomi [1,2].

  • Menanyakan dan mendiskusikan prosedur salpingektomi dengan dokter, termasuk mencari tahu apa saja prosedur yang harus dilakukan, masa pemulihan, manfaat, hingga risiko dan efek samping dari tindakan bedah ini.
  • Memberi tahu dokter mengenai riwayat medis dan pengobatan, termasuk jika tengah mengonsumsi obat-obatan herbal dan multivitamin.
  • Menghentikan penggunaan obat apapun beberapa hari sebelum menjalani operasi (tanyakan kepada dokter tentang hal ini untuk lebih detail).
  • Merencanakan transportasi apa yang akan digunakan pada hari-H operasi maupun teman untuk menemani. Sebab pasien saat meninggalkan rumah sakit kemungkinan besar masih merasakan efek anestesi maupun sakit di bagian perut.
  • Berpuasa beberapa jam sebelum menempuh operasi (tanyakan kepada dokter secara lebih detail mengenai hal ini).
  • Mengenakan pakaian yang nyaman dan longgar dari rumah pada hari-H operasi.

Namun untuk keputusan dokter apakah seorang wanita boleh menjalani salpingektomi dan menentukan jenis salpingektomi yang bisa ditempuh pasien, kembali lagi kepada beberapa pertimbangan, seperti [1] :

  • Usia
  • Riwayat medis
  • Kondisi kesehatan menyeluruh

Prosedur Salpingektomi

Sebelum prosedur mulai dilakukan, dokter akan memberi anestesi atau obat bius kepada pasien [2].

Terdapat beberapa jenis metode salpingektomi yang perlu diketahui pasien sebelum memutuskan untuk menempuh tindakan ini, yakni antara lain [1,2] :

Salpingektomi Bilateral

Pada jenis salpingektomi ini, tujuan operasi adalah untuk mengangkat kedua tuba fallopi pasien [1].

Meski peluang untuk hamil alami sudah tidak ada sama sekali, menempuh jalur bayi tabung justru memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi [1].

Program bayi tabung dapat pasien tempuh dan kemungkinan besar berhasil apabila masih memiliki rahim [1].

Salpingektomi Unilateral

Pada jenis salpingektomi ini, tujuan operasi adalah mengangkat salah satu tuba fallopi saja [1].

Dengan demikian, peluang untuk hamil secara alami tanpa program bayi tabung masih cukup besar [1].

Salpingektomi Laparoskopik

Bedah salpingektomi laparoskopik adalah metode di mana dokter menggunakan laparoskop atau selang tipis dan fleksibel yang sudah dilengkapi cahaya maupun kamera di ujungnya [1,2].

Dokter perlu memasukkan alat ini ke dalam perut pasien setelah membuat sayatan kecil sebagai jalan masuk selang tersebut [1,2].

Setelah dimasukkan, dokter kemudian akan mengembangkan perut pasien dengan gas supaya rahim dan tuba fallopi terlihat dari monitor secara jelas [1,2].

Ketika terlihat seperti apa kondisi kedua organ tersebut, dokter baru siap melakukan proses operasi dengan membuat sayatan kecil pada perut pasien dan kemudian proses pengangkatan tuba fallopi dimulai [1,2].

Dokter akan menjahit kembali sayatan setelah membersihkan sisa cairan dan darah dari hasil operasi [1,2].

Salpingektomi Perut Terbuka

Pada salpingektomi perut terbuka, dokter harus membuat satu sayatan besar pada bagian perut pasien [1,2].

Hal ini juga bisa disebut dengan istilah laparotomi, lalu dokter akan mengangkat tuba fallopi pasien melalui sayatan tadi [1,2].

Dokter mengakhiri proses bedah dengan menjahit kembali sayatan yang telah dibuat sebelumnya [1,2].

Perawatan Salpingektomi

Usai menjalani salpingektomi, pasian akan diminta dokter masuk ke ruang pemulihan dan dokter akan memantau kondisi pasien [1,2].

Pemulihan dari efek anestesi bisa cukup lama dan beberapa efek samping seperti nyeri ringan dan mual akan dialami pasien [1,2].

Jika tak berapa lama pasien sudah bisa berdiri dan bahkan buang air kecil, maka biasanya dokter memperbolehkan pasien pulang [1,2].

Tentu akan lebih aman bila pasien datang ditemani anggota keluarga atau teman yang bisa menjaga selama perjalanan pulang ke rumah [2].

Atau setidaknya, pasien diantar dan kemudian dijemput kembali saat dokter memperbolehkan pulang [2].

Namun setibanya di rumah, pasien dianjurkan untuk tidak menjalani aktivitas secara normal lebih dulu [1,2].

Membutuhkan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu sebelum pasien boleh beraktivitas normal dan beraktivitas berat (termasuk membawa barang berat dan olahraga) [2].

Risiko Salpingektomi

Seperti halnya prosedur bedah lainnya, terdapat risiko komplikasi pada saat maupun setelah menjalani salpingektomi.

Beberapa diantaranya disebabkan oleh anestesi dan beberapa kasus komplikasi lainnya adalah akibat kondisi pasien, kesalahan dokter, dan berbagai faktor lainnya [2].

Sejumlah risiko komplikasi salpingektomi yang perlu diwaspadai antara lain adalah [1,2] :

  • Hernia
  • Infeksi
  • Kerusakan pembuluh darah
  • Kerusakan pada organ tubuh yang terletak dekat dengan tuba fallopi
  • Perdarahan internal (paling berisiko terjadi pada lokasi organ yang dibedah)
  • Penggumpalan darah
  • Reaksi terhadap anestesi umum

Komplikasi-komplikasi ini sendiri sangat jarang dijumpai, sebab sebuah studi terhadap 136 orang wanita yang menjalani salpingektomi bersamaan dengan bedah caesar menunjukkan informasi demikian [7].

Namun walaupun tergolong jarang, salpingektomi tetap memiliki potensi menyebabkan beberapa risiko tersebut.

Bila beberapa keluhan ini terjadi pasca operasi, segera periksakan diri kembali ke dokter [1,2].

  • Nyeri terasa semakin hebat
  • Lebih sering mual
  • Demam disertai tubuh menggigil
  • Tidak dapat mengosongkan kandung kemih
  • Perdarahan berat dari vagina
  • Keluar cairan dari area luka operasi
  • Area luka operasi tampak membengkak dan kemerahan
  • Nyeri panggul
  • Sakit sewaktu buang air kecil

Pada salpingektomi laparoskopik, luka sayatan yang kecil akan lebih cepat pulih dengan risiko komplikasi yang sangat kecil daripada luka sayatan besar [1].

Perlu diketahui bahwa setelah diangkat, tuba fallopi tidak dapat tumbuh kembali [1].

Apapun kondisi yang menyebabkan tuba fallopi harus diangkat (sebagian/seluruhnya) dengan salpingektomi, pastikan untuk berkonsultasi detail dengan dokter sebelum menempuhnya.

1. Cleveland Clinic medical professional. Salpingectomy. Cleveland Clinic; 2021.
2. Debra Rose Wilson, Ph.D., MSN, R.N., IBCLC, AHN-BC, CHT & Ann Pietrangelo. Salpingectomy: What to Expect. Healthline; 2018.
3. UCSF Health. Fallopian Tube Cancer. UCSF Health; 2022.
4. Gillian E. Hanley, PhD, Celeste Leigh Pearce, PhD; & Aline Talhouk, PhD. Outcomes From Opportunistic Salpingectomy for Ovarian Cancer Prevention. Obstetrics and Gynecology; 2022.
5. Tyler Mummert & David M. Gnugnoli. Ectopic Pregnancy. National Center for Biotechnology Information; 2021.
6. Deborah Weatherspoon, Ph.D., R.N., CRNA & by Erica Hersh. What You Should Know About Blocked Fallopian Tubes. Healthline; 2019.
7. Shiri Shinar, Eran Ashwal, Yair Blecher, Sharon Alpern, Uri Amikam, Ariel Many. Yariv Yogev, Liran Hiersch & Aviad Cohen. 710: Bilateral salpingectomy vs tubal ligation for permanent sterilization during a cesarean delivery. American Journal of Obstetrics and Gynecology; 2017.

Share