Kekerasan seksual bisa menyerang siapa saja termasuk anak- anak. Terlebih anak – anak biasanya tidak mengungkapkan jika mengalami hal tersebut. Anak tidak mengungkapkan karena berpikir bahwa hal itu adalah kesalahannya atau telah diyakinkan oleh pelakunya bahwa hal tersebut normal. Anak juga dapat disuap atau diancam pelaku, atau diberi tahu bahwa tidak akan ada yang mempercayainya.[3, 4]
Menurut UNICEF setiap tahun, jutaan anak perempuan dan laki-laki di seluruh dunia menghadapi pelecehan dan eksploitasi seksual. [3]
Kekerasan seksual terjadi di mana-mana di setiap negara dan di semua lapisan masyarakat. Di negara Indonesia sendiri, berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 419 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) karena menjadi korban kekerasan seksual pada 2020. [1, 3]
Kekerasan seksual mengakibatkan kerugian yang parah baik fisik, psikologis maupun sosial. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual menderita trauma psikologis, isolasi sosial, peningkatan risiko infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS dan kehamilan dini. [2, 3]
Beberapa korban dapat melakukan perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat untuk mengatasi trauma. Dan ketika korban anak mencapai usia dewasa, kekerasan seksual dapat mengurangi kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri dan orang lain. [2, 3]
Berikut adalah beberapa tanda fisik yang dapat mengindikasikan anak mengalami kekerasan seksual: [4, 5]
2. Tanda-tanda Perilaku
Berikut adalah beberapa tanda perilaku yang dapat mengindikasikan anak mengalami kekerasan seksual: [4, 5]
3. Tanda-tanda Emosional
Berikut adalah beberapa tanda emosional yang dapat mengindikasikan anak mengalami kekerasan seksual: [4, 5]
Bicaralah dengan dokter atau ahli profesional kesehatan anak jika anak Anda menunjukkan tanda-tanda seperti yang telah disebutkan di atas. Sebaiknya jangan menunda jika Anda mencurigai anak mengalami kekerasan seksual. Anak-anak dapat memberikan petunjuk bahwa telah terjadi kekerasan seksual tanpa mengungkapkannya secara langsung. [4, 5]
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat orang tua lakukan dalam mengatasi anak yang menjadi korban kekerasan seksual:
Jika Anda mencurigai ada sesuatu yang tidak beres pada anak Anda doronglah ia untuk bercerita. Dengarkan dengan serius apa yang disampaikan anak Anda. Ingatkan anak Anda sesering mungkin bahwa mereka tidak akan mendapat masalah karena berbicara dengan Anda mengenai apa pun yang perlu mereka katakan. Jangan menghukum anak Anda karena tidak memberi tahu lebih cepat. [5, 7]
Berikanlah anak Anda waktu karena tidak semua anak dapat menceritakan masalah tersebut dalam waktu cepat. Beri mereka waktu untuk menenangkan diri terlebih dahulu hingga mereka dapat mengungkapkan masalahnya kepada Anda. Tawarkan mereka pena dan kertas jika mereka lebih suka mengungkapkannya melalui tulisan. Jika Anda mengajukan pertanyaan, buatlah pertanyaan yang membuka percakapan, bukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan ‘ya’ atau ‘tidak’. [6]
Anda dapat melaporkan kasus kekerasan seksual kepada polisi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), atau penyedia layanan kekerasan seksual setempat. Kekerasan seksual tentu akan membuat anak mengalami trauma. Anda dapat memberikan dukungan dengan berbicara dengan mereka atau meminta bantuan layanan konseling untuk membantua anak mengatasi traumanya. Orang tua harus mendampingi anak mereka sampai kondisinya pulih dan pastikan ia selalu merasa aman. [5, 7]
1. Dwi Hadya Jayani dan Dimas Jarot Bayu. Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Mendominasi saat Pandemi Covid-19. KataData; 2021.
2. Anonim. Sexual violence against children. Children & Armed Conflict; 2021.
3. Anonim. Sexual violence against children. UNICEF; 2021.
4. Anonim. Spotting signs of child sexual abuse. NHS; 2019.
5. Anonim. Warning Signs for Young Children. RAINN; 2021.
6. Anonim. How Can I Protect My Child From Sexual Assault?. RAINN; 2021.
7. Anonim. Why don't children tell their parents about sexual abuse?. Think uknow; 2021.