Daftar isi
Amaxophobia adalah fobia spesifik ketika seseorang mengalami rasa takut, panik dan cemas secara berlebihan, irasional dan persisten berada di dalam kendaraan seperti mobil, pesawat, bus, maupun kereta [1,2].
Baik sebagai penumpang maupun pengemudi, seseorang dengan amaxophobia akan merasakan ketakutan luar biasa saat naik keempat alat transportasi tersebut [1,2].
Istilah lain untuk fobia ini adalah hamaxophobia, motorphobia atau ochophobia [1].
Tinjauan Amaxophobia adalah ketakutan berlebihan dan cenderung sulit dikendalikan apabila berada di dalam kendaraan tertutup semacam kereta, mobil, bus dan pesawat, baik sebagai penumpang maupun sebagai pengemudi.
Walau tidak terdapat penglasifikasian secara resmi mengenai kondisi amaxophobia, diketahui bahwa amaxophobia dapat dipahami dalam dua tipe kondisi berbeda seperti berikut [1] :
Penyebab amaxophobia belum diketahui secara pasti, namun seperti fobia spesifik lainnya, terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko amaxophobia pada seseorang.
Faktor-faktor yang dimaksud berkaitan dengan timbulnya amaxophobia adalah :
Seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami amaxophobia ataupun fobia dan gangguan mental lain apabila anggota keluarga (khususnya orang tua) menderita fobia serupa atau gangguan mental tertentu [1,3,4].
Tidak harus selalu sama, namun jika orang tua atau anggota keluarga terdekat memiliki riwayat gangguan kecemasan, depresi hingga fobia, maka anak atau anggota keluarga lainnya berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi yang sama [1,3,4].
Rata-rata kasus fobia berawal dari pengalaman traumatis atau pengalaman yang tidak menyenangkan dan cenderung merugikan [1,2,3,4].
Rasa takut berada di dalam mobil atau mengendarai mobil bisa saja timbul karena pernah mengalami hal-hal menakutkan sebelumnya [1,2,3,4].
Kecelakaan lalu lintas adalah salah satu sebab paling umum seseorang mengalami trauma untuk naik mobil atau kendaraan tertutup [1,2].
Pengalaman lain yang dapat meningkatkan risiko fobia adalah pelecehan seksual, kekerasan atau penyerangan yang terjadi di dalam kendaraan.
Rasa takut berlebih tidak selalu timbul karena pengalaman pribadi yang tak menyenangkan.
Seseorang dapat memiliki amaxophobia karena terlalu sering mendengar kecelakaan mobil atau transportasi umum lain [1,2].
Menonton berita, mendengar cerita atau membaca kabar tentang kasus kriminal yang terjadi di dalam kendaraan pun mampu memicu rasa takut tersendiri bagi sebagian orang [1,2].
Menyaksikan secara langsung orang lain mengalami kecelakaan pun dapat menimbulkan rasa takut dan trauma mendalam [1,2].
Pada beberapa kasus, fobia spesifik lain dapat menjadi alasan berkembangnya kondisi amaxophobia, salah satunya adalah agoraphobia [1].
Agoraphobia adalah jenis fobia ketika seseorang mengalami ketakutan intens dan irasional apabila berada di sebuah situasi atau tempat dalam suatu acara dan orang tersebut tak bisa pergi dari sana [5].
Hal ini mampu memicu kepanikan, kecemasan dan rasa tak berdaya [5].
Claustrophobia adalah fobia lainnya yang juga bisa berkaitan dengan timbulnya kondisi amaxophobia pada diri seseorang [1,6].
Claustrophobia adalah fobia atau ketakutan berlebih apabila terjebak di dalam sebuah ruangan kecil dan tertutup [1,6].
Seseorang yang memiliki riwayat gangguan kesehatan mental, seperti gangguan mental karena penggunaan narkoba, gangguan kecemasan sosial atau gangguan panik dapat mengalami amaxophobia dalam waktu bersamaan [1].
Tinjauan Berbagai faktor mampu meningkatkan risiko amaxophobia, mulai dari faktor genetik, faktor lingkungan, faktor gangguan mental tertentu, pengalaman traumatis hingga fobia lain yang serupa.
Amaxophobia dapat menimbulkan gejala-gejala fisik, psikologis maupun perilaku pada penderitanya seperti di bawah ini [1,2,3,4] :
Pada beberapa orang, amaxophobia tidak selalu langsung menunjukkan gejala yang serius.
Bahkan sebagian orang masih bisa dan mau mengemudi atau menjadi penumpang mobil, kereta, bus dan pesawat asalkan bersama dengan orang-orang terdekat dan terpercaya mereka [1].
Sebagian lainnya juga tidak masalah mengemudi atau menumpangi kendaraan tertutup asal rute perjalanan sudah familiar [1].
Namun jika sudah parah, seorang penderita amaxophobia akan menolak untuk melakukan perjalanan dengan sejumlah kendaraan tersebut [1].
Mereka yang sudah memiliki gejala kepanikan dan kecemasan tak terkendali akan lebih memilih bersepeda atau berjalan kaki untuk bepergian [1].
Tinjauan Gejala amaxophobia pada umumnya hampir sama dengan fobia lainnya, yakni timbul kepanikan, ketakutan dan kecemasan irasional berlebihan yang ditambah dengan beberapa gejala fisik seperti berkeringat, mual, pusing, hingga sesak nafas. Penderita diketahui mengalami amaxophobia apabila ia menolak dan menghindar untuk berada di dalam mobil, pesawat, kereta atau bus.
Seperti kondisi fobia lain, pemeriksaan untuk memastikan kondisi gejala merupakan suatu fobia spesifik diperlukan adanya evaluasi psikologis.
Evaluasi psikologis dilakukan dengan panduan kriteria DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition) yang memang telah dipercaya mampu mendiagnosa sejumlah fobia dan gangguan mental lainnya [7,8].
Pasien dapat terdiagnosa mengalami amaxophobia apabila memenuhi kriteria diagnostik di bawah ini [7,8] :
Dokter atau terapis memerlukan evaluasi psikologis dengan bantuan DSM-5 untuk benar-benar mengeliminasi berbagai kemungkinan gangguan mental lain seperti gangguan panik, agoraphobia, dan gangguan stres pasca trauma [1,8].
Diperlukan juga tes laboratorium dan pemeriksaan fisik sebagai tes penunjang agar dokter bisa mengonfirmasi bahwa hasil diagnosa merujuk pada amaxophobia [1].
Sebelum menentukan penanganan yang tepat, pasien umumnya diminta menulis daftar gejala psikologis dan gejala fisik yang ia alami selama ini [9].
Pasien juga perlu menginformasikan apa saja selama ini kondisi atau situasi yang menjadi pemicu gejala, bagaimana cara pasien menghadapinya, dan hal-hal apa saja yang memperburuk gejala atau membuatnya lebih baik [9].
Daftar obat apa saja yang sedang digunakan pun perlu pasien tulis karena dikhawatirkan obat lain yang sedang dikonsumsi mampu berdampak pada kondisi mental maupun menghambat pengobatan yang akan dijalani [9].
Tidak hanya obat, suplemen, herbal dan vitamin sebaiknya diberitahukan kepada terapis sebelum memperoleh perawatan untuk amaxophobia [9].
Tinjauan Pasien dapat dipastikan menderita amaxophobia melalui pemeriksaan psikologis dengan panduan kriteria DSM-5.
Penanganan untuk amaxophobia pada dasarnya sama seperti penanganan untuk fobia lainnya, yaitu meliputi pemberian obat-obatan serta psikoterapi seperti berikut.
Dokter umumnya akan memberikan pasien resep anticemas dan antidepresan untuk meredakan gejala psikologis maupun gejala fisik pasien [1,3,4].
Obat-obatan ini dapat dikombinasikan bersama dengan psikoterapi agar hasil pengobatan pasien jauh lebih efektif dan maksimal [1,3,4].
Terapi eksposur adalah sebuah metode terapi di mana terapis mengekspos pasien pada sumber ketakutannya yang akan dilakukan secara bertahap [1,3,4].
Terapis akan membantu pasien dalam melatih teknik relaksasi sambil juga menunjukkan sejumlah gambar atau video yang berhubungan dengan berkendara [1,3,4].
Rasa takut dan panik akan timbul dalam diri pasien ketika membicarakan atau membayangkan situasi mengemudi atau menumpangi sebuah kendaraan tertutup, maka hal ini perlu dilawan sedikit demi sedikit melalui media gambar atau video tersebut.
Diharapkan dengan perlahan membiasakan pasien dengan situasi tersebut, reaksi, perilaku dan pikiran negatifnya bisa berubah menjadi positif.
Seperti fobia lainnya, terapi perilaku kognitif diperlukan oleh pasien untuk lebih dulu mengidentifikasi akar sebab rasa takut berlebihannya timbul [1,10].
Ketika pikiran negatif dan irasional telah dipahami, terapis akan membantu pasien mengubah hal-hal negatif tersebut menjadi lebih positif, termasuk reaksi dan perilaku pasien [1,10].
Terapi ini pun sangat berguna dalam membantu pasien untuk kembali beraktivitas seperti biasa karena telah mampu mengendalikan dan mengatasi gejala yang timbul [1,10].
Tinjauan Penanganan amaxophobia umumnya meliputi terapi perilaku kognitif, pemberian obat antidepresan dan anticemas serta terapi eksposur untuk meredakan gejala dan membantu pasien mengendalikan gejalanya sendiri.
Terhambatnya kehidupan pribadi dan penurunan kualitas hidup adalah risiko komplikasi amaxophobia.
Pasien amaxophobia akan terus-menerus menghindari kendaraan-kendaraan yang sebenarnya dapat membantunya untuk beraktivitas lebih efisien.
Beberapa kerugian mungkin terjadi pada kehidupan sehari-hari pasien, seperti [1] :
Belum ada langkah pencegahan untuk amaxophobia, namun mendeteksi dan menangani gejala-gejalanya secara dini akan membantu meminimalisir risiko komplikasi.
Bukan tidak mungkin, kesulitan-kesulitan yang dialami karena rasa takut berada di dalam mobil atau mengendarai mobil malah mengembangkan depresi dan isolasi diri.
Hal ini perlu dicegah dengan berkonsultasi dengan ahli profesional kesehatan mental.
Tinjauan Belum ada langkah pencegahan untuk amaxophobia, namun memeriksakan diri dan mendapatkan penanganan (psikoterapi) sedini mungkin akan mencegah memburuknya gejala.
1. Lisa Fritscher & Steven Gans, MD. What Is Amaxophobia?. Verywell Mind; 2021.
2. Lease Plan. Amaxophobia: What it is and how to deal with it. Lease Plan; 2021.
3. William W Eaton, O Joseph Bienvenu, & Beyon Miloyan. Specific phobias. HHS Public Access; 2020.
4. René Garcia. Neurobiology of fear and specific phobias. Learning Memory; 2017.
5. Katharina Star, PhD & Steven Gans, MD. What Is Agoraphobia?. Verywell Mind; 2021.
6. Lisa Fritscher & Steven Gans, MD. What Is Claustrophobia?. Verywell Mind; 2021.
7. David J. Kupfer, MD. Anxiety and DSM-5. Dialogues in Clinical Neuroscience; 2015.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th ed. American Psychiatric Association. Washington, DC; 2013.
9. Lisa Fritscher & Daniel B. Block, MD. DSM-5 Diagnostic Criteria for a Specific Phobia. Verywell Mind; 2021.
10. George D. Tsitsas & Antonia A. Paschali. A Cognitive-Behavior Therapy Applied to a Social Anxiety Disorder and a Specific Phobia, Case Study. Health Psychology Research; 2014.