Jika pernah mendengar sebuah kondisi yang disebut dengan non-24-hour sleep-wake disorder (N24SWD), maka ini merupakan satu jenis gangguan tidur ritme sirkadian [1,2,3].
Semua orang memiliki ritme sirkadian, yakni jam biologis pengatur waktu internal tubuh yang bisa berubah mengikuti aktivitas fisik yang juga berubah-ubah dalam 24 jam [4].
Bahkan ritme sirkadian juga dapat mengikuti kondisi mental setiap harinya [4].
Adanya ritme sirkadian, seseorang bisa mengalami rasa kantuk, lalu tidur, dan bangun di waktu yang hampir sama setiap hari [4].
Namun jika terdapat istilah non-24-hour sleep-wake disorder, maka artinya terjadi gangguan tidur dan keseimbangan waktu tidur karena kualitas dan waktu tidur tidak bisa seperti normalnya [1,2,3].
Perubahan jam tidur dan aktivitas bisa menjadi faktor dibalik ketidaksinkronan jam biologis tubuh [1,2,3].
Daftar isi
Penyebab N24SWD belum diketahui secara jelas hingga kini, namun para peneliti menyimpulkan beberapa teori terkait hal ini [1,2].
Cahaya adalah salah satu faktor penting dibalik terjadinya N24SWD pada seseorang [1,2,3].
Sebab pada pagi hari, tubuh akan secara alami bangun karena terkena cahaya [1,2,3].
Normalnya, jam tidur dan bangun akan diatur ulang oleh tubuh sampai tidur malam berikutnya [1,2,3].
Hal ini menjadi alasan mengapa seseorang akan tidur lebih lama ketika berada di kamar dengan pencahayaan rendah (cenderung gelap) walaupun pada siang hari [1,2,3].
Namun terkait sebab N24SWD, kenali dua faktor yang mampu meningkatkan risiko berkembangnya kondisi ini [1,2,3] :
Seseorang memiliki peluang lebih besar mengalami N24SWD ketika adanya kebutaan total membuatnya tidak memperoleh paparan cahaya agar bisa sampai pada ritme sirkadian atau jam biologis [1,2,3,5].
Menurut beberapa hasil penelitian, terdapat 55-70% orang penderita kebutaan yang kemudian memiliki kondisi N24SWD [5].
Karena tidak mampu melihat cahaya sama sekali, sinyal cahaya akan sulit ditangkap oleh mereka sehingga ritme sirkadian tidak sempurna [5].
Meski demikian, tidak semua orang yang mengalami kebutaan kemudian memiliki risiko N24SWD karena sebagian orang buta tetap memiliki kemampuan untuk melihat sedikit cahaya [1,2,5].
Tidak hanya faktor kebutaan, pada beberapa orang dengan masalah lain pada penglihatan juga dapat mengalami N24SWD [2].
Sensitivitas terhadap cahaya yang terlalu tinggi atau bahkan terlalu rendah bisa menjadi alasan mengapa seseorang mengalami gangguan ritme sirkadian walau masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait hal ini [2].
Penderita N24SWD satu dengan lainnya dapat berbeda-beda, begitu pula dengan tingkat keparahan yang bervariasi [2].
Gejala bisa bermacam-macam dan tingkat keparahan juga tidak sama karena N24SWD merupakan sebuah kondisi yang berkembang secara bertahap [2].
Berikut ini adalah tanda atau gejala N24SWD yang perlu diketahui dan diwaspadai [2,6] :
Meski demikian, tidak semua penderita N24SWD pasti akan mengalami gejala-gejala yang telah disebutkan di atas [2].
Pada beberapa orang yang ritme sirkadiannya sempat berubah atau terganggu dapat kembali pada jalur normalnya karena secara disiplin mengembalikan pola tidur yang benar [2].
Orang-orang tersebut biasanya memilih untuk beraktivitas pagi hari dan menggunakan waktu istirahat penuh di malam hari [2].
Namun pada orang-orang dengan N24SWD yang tidak segera mengatasi biasanya akan memicu siklus berkelanjutan dan berkepanjangan [1,2].
Untuk memastikan bahwa seseorang dengan gejala-gejala mengarah pada N24SWD benar-benar mengalaminya, pemeriksaan riwayat kesehatan perlu ditempuh [2].
Dokter perlu mengetahui riwayat kesehatan pasien secara detail di mana hal ini akan meliputi siklus tidur dan bangun tidur pasien sehingga analisa waktu dan pola tidur dapat dilakukan [2].
Dari riwayat kesehatan pasien juga akan diketahui apakah terdapat faktor lain yang memengaruhi, seperti penyalahgunaan obat terlarang maupun konsumsi alkohol [2].
Beberapa metode pemeriksaan lanjutan akan dokter rekomendasikan apabila memang pasien memerlukannya, seperti [2,3] :
Hingga kini penelitian masih dilakukan untuk memperoleh hasil perawatan paling efektif dalam mengatasi kondisi N24SWD [1,2].
Namun ketika pasien terdiagnosa dengan N24SWD, biasanya dokter meresepkan obat jenis tasimelteon untuk meredakan gejala [1,2,3].
Selain pemberian obat tersebut, dokter juga kemungkinan besar merekomendasikan terapi cahaya, khususnya bagi penderita kebutaan dan orang-orang yang tidak mampu melihat cahaya [1,2,3].
Tidak hanya dari segi penanganan medis, untuk pengendalian gejala N24SWD dan mengembalikan pola tidur kembali sehat, beberapa hal ini perlu dilakukan [1,2,7] :
Bila terdapat indikasi N24SWD dan kondisi ini mengganggu aktivitas harian, segera lakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter.
1. Danielle Pacheco & Dr. Abhinav Singh. Non-24-Hour Sleep Wake Disorder. Sleep Foundation; 2023.
2. Toketemu Ohwovoriole & Shaheen Lakhan, MD, PhD, FAAN. What Is Non-24-Hour Sleep-Wake Disorder?. Verywell Mind; 2023.
3. Maria Antonia Quera Salva, Sarah Hartley, Damien Léger, & Yves A. Dauvilliers. Non-24-Hour Sleep–Wake Rhythm Disorder in the Totally Blind: Diagnosis and Management. Frontiers in Neurology; 2017.
4. Sujana Reddy; Vamsi Reddy; & Sandeep Sharma. Physiology, Circadian Rhythm. National Center for Biotechnology Information; 2023.
5. Jonathan S. Emens & Charmane I. Eastman. Diagnosis and Treatment of Non-24-h Sleep–Wake Disorder in the Blind. Drugs; 2017.
6. National Center for Advancing Translational Sciences. Non-24-hour sleep-wake syndrome. National Center for Advancing Translational Sciences; 2023.
7. Roneil G. Malkani, MD, MS, Sabra M. Abbott, MD, PhD, Kathryn J. Reid, PhD, & Phyllis C. Zee, MD, PhD. Diagnostic and Treatment Challenges of Sighted Non–24-Hour Sleep-Wake Disorder. Journal of Clinical Sleep Medicine; 2018.