Penyakit & Kelainan

Badai Sitokin : Penyebab, Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Badai Sitokin?

Badai Sitokin atau Cytokine Storm adalah suatu kondisi saat pelepasan sitokin oleh tubuh yang sangat cepat dan terlalu berlebihan di dalam darah [1,2,3,6,13].

Sitokin sendiri adalah jenis protein yang mengatur sistem imun dalam tubuh manusia di mana normalnya sistem imun dengan bantuan sitokin akan mampu melawan berbagai jenis virus dan bakteri yang menyerang tubuh [2,3,17].

Ketika sitokin ini terlepas dalam kadar yang terlalu banyak ke dalam darah, sel imun akan terpengaruh [2,3,17].

Sebagai akibatnya, sel imun secara keliru menyerang sel dan jaringan tubuh yang sehat [2,3,17].

Tubuh pun menjadi mudah mengalami radang dan berpotensi besar menyebabkan kerusakan organ-organ vital dalam tubuh [2,3,17].

Badai sitokin ini juga kini lebih dikenal sebagai salah satu komplikasi pada Covid-19 yang dapat berakibat kematian [1,2,3,13,16].

Tinjauan
Badai sitokin atau cytokine syndrome adalah kadar sitokin terlalu tinggi di dalam darah karena pelepasan oleh tubuh yang berlebihan lalu berisiko mengganggu fungsi sistem imun dan berakibat pada peradangan.

Penyebab Badai Sitokin

Penyebab badai sitokin hingga kini masih diteliti dan dipelajari lebih jauh sehingga masih belum terlalu jelas.

Namun beberapa faktor di bawah ini diduga kuat berkaitan dengan timbulnya kondisi badai sitokin.

  • Penyakit Autoimun

Penderita penyakit autoimun memiliki risiko lebih tinggi dalam menderita badai sitokin [1,2,3].

Umumnya, badai sitokin menjadi sebuah kondisi komplikasi yang dialami pada penderita arthritis idiopatik juvenile sistemik [3,4].

Tak hanya itu, penderita penyakit Lupus juga memiliki risiko sama besar untuk mengembangkan badai sitokin [3,4].

Untuk kaitan dengan penyakit autoimun, diketahui bahwa badai sitokin memiliki istilah lain, yaitu sindrom aktivasi mikrofag [3,4].

Terjadinya badai sitokin dipicu oleh adanya penyakit autoimun lebih dulu, terutama jika disertai pula dengan infeksi [1,2,3,4].

  • Sindrom Genetik

Orang-orang yang memiliki sindrom genetik tertentu pun memiliki peluang lebih besar dalam mengalami badai sitokin, seperti halnya HLH (hemophagocytic lymphohistiocytosis) familial [1,3].

Sel imun tertentu dapat mengalami gangguan karena cacat genetik ini dan bayi yang baru berusia beberapa bulan lebih rentan terhadap kondisi ini [1,3,5].

Risiko badai sitokin semakin tinggi sebagai respon tubuh terhadap infeksi [5].

  • Covid-19

Walau berkaitan dengan Covid-19, tak semua penderita Covid-19 pasti mengalami badai sitokin [1,2,3,6].

Beberapa penderita memiliki risiko lebih tinggi dalam menderita badai sitokin karena di dalam tubuh mereka terdapat gen spesifik yang memengaruhi reaksi sistem imun berbeda dari normalnya [3,6].

Belum diketahui pasti bagaimana Covid-19 mampu menjadi pemicu badai sitokin, hanya saja gangguan kesehatan lain yang terjadi bersamaan dengan Covid-19 dapat menjadi bisa jadi merupakan pemicu sesungguhnya [1,2,3,6].

  • Infeksi

Infeksi bakteri, virus, jamur maupun mikroorganisme lainnya dapat menjadi penyebab timbul dan berkembangnya kondisi badai sitokin [1,2,3,7].

Meski demikian, hanya infeksi tertentu saja yang dapat memicu badai sitokin, tidak semua jenis infeksi.

Virus influenza A atau jenis virus yang umumnya menyebabkan flu biasa merupakan salah satu pemicu utama berkembangnya badai sitokin, terutama jika flu yang dialami tergolong sangat parah [3,7].

Pada tahun 1918, pandemi influenza sempat merebak dan mengakibatkan kematian dengan angka tinggi pada orang-orang dewasa muda yang diduga karena timbulnya badai sitokin [3,4].

Zaman ini, virus flu pada dasarnya tidak seberbahaya pada zaman dulu, namun tetap perlu untuk mewaspadai badai sitokin [3,4].

Selain virus influenza, cytomegalovirus dan virus Epstein-Barr merupakan penyebab infeksi yang kemudian berpotensi memicu badai sitokin [3,4].

Virus SARS-CoV-2 adalah salah satu jenis virus—yang walaupun belum diketahui jelas penyebabnya—diketahui mampu menjadi penyebab berkembangnya kondisi badai sitokin [3,8].

Belum diketahui pasti bagaimana tingkat kerentanan orang-orang yang terkena infeksi virus SARS-CoV-2 (penyebab Covid-19) lebih tinggi daripada infeksi virus lainnya [3,8].

  • Pengobatan Tertentu

Selain penyakit tertentu, beberapa tindakan medis atau pengobatan tertentu dapat mengakibatkan efek samping berupa timbulnya badai sitokin pada pasien.

Terapi CAR-T (chimeric antigen receptor T cells) adalah jenis terapi yang diperuntukkan bagi pasien leukemia yang dapat memicu badai sitokin sebagai dampaknya [1,9].

Selain itu, badai sitokin juga dapat terjadi sebagai efek samping pada pasien yang menempuh imunoterapi [1,2,9].

Prosedur transplantasi sel induk maupun transplantasi organ tertentu pun diketahui meningkatkan risiko pasien dalam mengalami badai sitokin [1,2,9].

  • Faktor Lainnya

Beberapa faktor lain yang juga memiliki keterkaitan dengan timbulnya badai sitokin adalah kanker dan AIDS [1,10].

Terdapat jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat memengaruhi sistem imun menjadi lebih lemah dan hal ini diperkirakan mampu meningkatkan risiko badai sitokin pada penderitanya [1,10].

Tinjauan
Penyakit autoimun, sindrom genetik, Covid-19, infeksi, pengobatan tertentu dan beberapa penyakit lain dapat menjadi faktor peningkat risiko badai sitokin.

Gejala Badai Sitokin

Gejala yang badai sitokin timbulkan bermacam-macam dan akan berbeda-beda pada tiap penderitanya.

Rata-rata gejala yang muncul bersifat ringan, namun ada pula yang sampai lebih berat dan mengancam jiwa [3].

Berikut ini adalah deretan gejala badai sitokin yang perlu diketahui dan diwaspadai [1,3,11] :

  • Sakit kepala
  • Demam
  • Tubuh menggigil
  • Pegal di seluruh tubuh (rasa sakit di sendi dan otot)
  • Mual (dapat diikuti dengan muntah-muntah)
  • Pembengkakan pada area tubuh tertentu
  • Tubuh terasa lebih cepat lelah
  • Tubuh gemetaran
  • Sesak nafas
  • Batuk
  • Timbul ruam di permukaan kulit
  • Gangguan koordinasi atau keseimbangan tubuh
  • Kurang responsif atau refleks menurun
  • Kebingungan / linglung
  • Tubuh kejang
  • Nafas cepat

Pada penderita Covid-19, badai sitokin menunjukkan gejala berupa sesak nafas dan demam [12].

Ketika pasien Covid-19 mengalami kedua hal tersebut, maka pihak medis akan memberikan ventilator atau alat bantu pernafasan [12].

Kemunculan demam disertai sesak nafas hingga harus dibantu ventilator ini biasanya muncul sekitar 1 minggu dari timbulnya gejala awal Covid-19 [12].

Tinjauan
Gejala badai sitokin memiliki kemiripan dengan gejala flu, yakni berupa batuk, tubuh pegal, demam, menggigil, mual, sakit kepala, muntah, hingga sesak nafas dan kejang.

Pemeriksaan Badai Sitokin

Umumnya, badai sitokin ini terdeteksi saat pasien memeriksakan kondisi kesehatan lain, namun ada pula yang memerlukan pemeriksaan khusus untuk mengetahui keberadaan kondisi badai sitokin.

Beberapa metode pemeriksaan yang perlu pasien tempuh untuk memastikan badai sitokin serta kondisi yang menyebabkannya adalah :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Seperti pada umumnya, dokter akan mengawali dengan pemeriksaan fisik sekaligus riwayat medis pasien [3].

Pemeriksaan fisik biasanya meliputi pemeriksaan suhu tubuh (untuk mendeteksi demam), tekanan darah, hingga kadar oksigen dalam darah [3].

Dokter juga akan menanyakan riwayat gejala yang dialami pasien, termasuk riwayat penyakit genetik, autoimun, Covid-19, atau penyakit infeksi lainnya [3].

Untuk penegakan diagnosa, dokter akan menerapkan sejumlah metode pemeriksaan lain [3].

  • Tes Laboratorium

Untuk mengetahui kondisi bagian dalam tubuh pasien, termasuk deteksi infeksi dan kondisi lainnya, tes darah kemungkinan perlu pasien tempuh [1,3].

Tes laboratorium akan membantu dokter dalam mengidentifikasi adanya badai sitokin melalui beberapa hasil pemeriksaan laboratorium [1,3].

Peningkatan ferritin, penggumpalan darah abnormal, kerusakan hati, kerusakan ginjal, penurunan jumlah sel imun, serta peningkatan CRP (C-reactive protein) menandakan bahwa pasien mengalami badai sitokin [13].

  • Tes Pemindaian

Selain tes fisik dan laboratorium, badai sitokin dapat teridentifikasi melalui tes pemindaian.

Tes penunjang berupa tes pemindaian akan memberikan sejumlah tanda lain yang memampukan dokter menegakkan diagnosa [3,14].

Badai sitokin terkait Covid-19 biasanya menimbulkan masalah pernafasan, maka rontgen (sinar-X) dada perlu pasien jalani [3,14].

Tinjauan
Pemeriksaan untuk memastikan kondisi badai sitokin adalah melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes laboratorium, dan tes pemindaian.

Penanganan Badai Sitokin

Penanganan kasus badai sitokin akan disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala serta faktor yang mendasari terjadinya penyakit ini.

  • Pertolongan Sesak Nafas

Pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas, perawatan intensif seperti pemberian ventilator serta pemantauan tanda-tanda vital akan dokter lakukan [1,3,15].

Selain itu, dokter pun akan menangani kadar elektrolit pasien bila mengalami penurunan ditambah dengan pemberian cairan secara intravena [3,15].

Bila diketahui bahwa pasien memiliki penyakit ginjal serius, ada kemungkinan dokter akan meminta pasien menempuh hemodialisis (terapi cuci darah namun di luar tubuh) [3,15].

Jika infeksi bakteri adalah faktor yang menyebabkan timbulnya badai sitokin, maka dokter akan meresepkan antibiotik [1].

Untuk pasien badai sitokin terkait penyakit autoimun, dokter kemungkinan akan memberi kortikosteroid [3,16].

  • Perawatan Kombinasi

Pada zaman dulu, badai sitokin dapat diatasi dengan mengombinasikan sejumlah metode perawatan.

Kortikosteroid, aspirin, terapi penghambat sitokin tertentu, cyclosporine, statin, dan plasmaferesis adalah metode pengobatan kombinasi yang dimaksud [2,3,6].

Bagaimana dengan kondisi lain terkait dengan badai sitokin?

Masih memerlukan penelitian lebih jauh untuk pengobatan badai sitokin yang dipicu oleh gangguan kesehatan tertentu [3].

Bahkan tak semua jenis infeksi dan penyakit autoimun penyebab badai sitokin dapat dengan mudah ditangani.

Hal ini termasuk Covid-19, sebab hingga kini belum diketahui jelas bagaimana cara penanganan paling tepat untuk para penderitanya yang mengalami badai sitokin.

Diperkirakan bahwa untuk menangani badai sitokin yang terjadi sebagai komplikasi Covid-19 harus dengan kombinasi dari beberapa metode pengobatan [3].

Namun jenis pengobatan atau terapi apa saja yang diperlukan masih harus melalui tahap penelitian lebih lanjut [3].

Tinjauan
Pertolongan sesak nafas, pemberian antibiotik dan kortikosteroid, hingga kombinasi terapi dan obat adalah bentuk penanganan yang selama ini digunakan untuk pasien badai sitokin. Meski demikian, masih ada beberapa kondisi penyebab badai sitokin yang belum diketahui cara penanganannya, termasuk badai sitokin terkait Covid-19.

Komplikasi Badai Sitokin

Gejala-gejala awal badai sitokin yang tidak segera memperoleh penanganan berpotensi menjadi lebih buruk.

Beberapa kondisi yang dapat terjadi menandakan bahwa badai sitokin sudah terlampau parah adalah [1,2,3,13] :

  • Penggumpalan darah
  • Tekanan darah yang terlalu rendah
  • Gangguan jantung (proses pemompaan darah yang tidak maksimal)
  • Sindrom gangguan pernafasan akut hingga kekurangan oksigen
  • Kerusakan organ fatal
  • Kematian

Pencegahan Badai Sitokin

Memeriksakan diri segera ke dokter ketika gejala awal badai sitokin muncul merupakan sebuah upaya meminimalisir risiko perburukan gejala atau komplikasi.

Belum diketahui bagaimana cara supaya badai sitokin benar-benar dicegah agar tidak terjadi.

Namun setidaknya dengan deteksi dan penanganan dini, peluang untuk pulih kembali jauh lebih besar.

Bagi penderita gejala Covid-19, supaya terhindar dari badai sitokin, lakukan isolasi mandiri secepatnya atau segera ke dokter memeriksakan diri apabila mengalami pilek, batuk, demam, anosmia, sesak nafas, gangguan pencernaan dan kelemahan tubuh.

Tinjauan
Belum diketahui bagaimana cara mencegah badai sitokin, namun deteksi dan penanganan gejala sedini mungkin akan meminimalisir risiko komplikasi.

1. David C. Fajgenbaum, M.D. & Carl H. June, M.D. Cytokine Storm. NEJM Group Public Health Emergency Collection; 2020.
2. Benedette Cuffari, M.Sc. & Sophia Coveney, B.Sc. What is a Cytokine Storm?. News Medical Life Sciences; 2021.
3. Ruth Jessen Hickman, MD & Anju Goel, MD, MPH. What Is Cytokine Storm Syndrome. Verywell Health; 2020.
4. Grant S. Schulert & Alexei A. Grom. Pathogenesis of Macrophage Activation Syndrome and Potential for Cytokine- Directed Therapies. Annual Review of Medicine; 2015.
5. Elena Sieni, Valentina Cetica, Yvonne Hackmann, Maria Luisa Coniglio, Martina Da Ros, Benedetta Ciambotti, Daniela Pende, Gillian Griffiths & Maurizio Aricò. Familial hemophagocytic lymphohistiocytosis: when rare diseases shed light on immune system functioning. Frontiers; 2014.
6. Jennifer R. Tisoncik, Marcus J. Korth, Cameron P. Simmons, Jeremy Farrar, Thomas R. Martin, & Michael G. Katze. Into the Eye of the Cytokine Storm. Microbiology and Molecular Biology Reviews; 2012.
7. Riccardo V. D'Elia, Kate Harrison, Petra C. Oyston, Roman A. Lukaszewski, & Graeme C. Clark. Targeting the “Cytokine Storm” for Therapeutic Benefit. Clinical and Vaccine Immunology; 2013.
8. Ye Q, Wang B &Mao J. Cytokine storm in COVID-19 and treatment. Journal of Infection; 2020.
9. Stephan A. Grupp, M.D., Ph.D., Michael Kalos, Ph.D., David Barrett, M.D., Ph.D., Richard Aplenc, M.D., Ph.D., David L. Porter, M.D., Susan R. Rheingold, M.D., David T. Teachey, M.D., Anne Chew, Ph.D., Bernd Hauck, Ph.D., J. Fraser Wright, Ph.D., Michael C. Milone, M.D., Ph.D., Bruce L. Levine, Ph.D., et al. Chimeric Antigen Receptor–Modified T Cells for Acute Lymphoid Leukemia. The New England Journal of Medicine; 2013.
10. Hongluan Wang, Lixia Xiong, Weiping Tang, Ying Zhou & Fei Li. A systematic review of malignancy-associated hemophagocytic lymphohistiocytosis that needs more attentions. Oncotarget; 2017.
11. Daniel W. Lee, Rebecca Gardner, David L. Porter, Chrystal U. Louis, Nabil Ahmed, Michael Jensen, Stephan A. Grupp, & Crystal L. Mackall. Current concepts in the diagnosis and management of cytokine release syndrome. Blood; 2014.
12. Dina Ragab, Haitham Salah Eldin, Mohamed Taeimah, Rasha Khattab & Ramy Salem. The COVID-19 Cytokine Storm; What We Know So Far. Frontiers; 2020.
13. Alexander Shimabukuro-Vornhagen, Philipp Gödel, Marion Subklewe, Hans Joachim Stemmler, Hans Anton Schlößer, Max Schlaak, Matthias Kochanek, Boris Böll2, & Michael S. von Bergwelt-Baildon. Cytokine release syndrome. Journal for Immunotherapy of Cancer; 2018.
14. Mansoor Khalid, Tarek Dernaika, Lirin Jacob, Pavan Annamaraju, & Achuta K. Guddatic. Weather the Cytokine Storm: A Report of Successful Management of a Colon Cancer Survivor and a Critically Ill Patient with COVID-19. Case Reports in Oncology; 2020.
15. Lehn K. Weaver MD, PhD & Edward M. Behrens MD. Weathering the Storm: Improving Therapeutic Interventions for Cytokine Storm Syndromes by Targeting Disease Pathogenesis. Current Treatment Options in Rheumatology' 2017.
16. Jae Seok Kim, Jun Young Lee, Jae Won Yang, Keum Hwa Lee, Maria Effenberger, Wladimir Szpirt, Andreas Kronbichler, & Jae Il Shin. Immunopathogenesis and treatment of cytokine storm in COVID-19. Theranostics; 2021.
17. Jun-Ming Zhang, MSc, MD & Jianxiong An, MSc, MD. Cytokines, Inflammation and Pain. HHS Public Access; 2009.

Share