Anosmia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Anosmia?

Anosmia merupakan sebuah kondisi ketika seseorang mengalami hilangnya fungsi indera penciumannya sehingga tak lagi mampu mencium bau dengan normal [1,2].

Penderitanya akan mengalami pula penurunan hingga kehilangan fungsi indera pengecap atau perasa sehingga tak lagi dapat merasakan makanan secara normal.

Hilangnya fungsi indera penciuman ini dapat menghambat kelangsungan hidup penderitanya karena hal ini umumnya akan berdampak buruk bagi nafsu makannya.

Meski akibat dari anosmia ini cukup fatal, anosmia sendiri pada beberapa kasus bersifat ringan dan sementara [1].

Ada penderita yang mengalaminya dengan mendapatkannya, namun ada pula yang mengalami dari lahir atau bersifat kongenital [1].

Tinjauan
Anosmia merupakan kondisi kehilangan kemampuan indera penciuman sehingga tak mampu mencium aroma apapun; ada yang bersifat ringan namun ada pula yang bersifat fatal.

Fakta Tentang Anosmia

  1. Terdapat kurang lebih 3% populasi orang dewasa yang mengalami anosmia di Amerika Serikat di mana usia rata-rata penderitanya adalah 40 tahun ke atas [1].
  2. Menurut laporan NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) tahun 2016 terhadap 1.818 orang partisipan, 14-22% usia 60 tahun ke atas mengalami anosmia [1].
  3. Pada penelitian yang sama menunjukkan pula bahwa  terdapat 39% usia 80 tahun ke atas mengalami disfungsi penciuman, 25% usia antara 70-79 tahun, 13% usia 60-69 tahun, 10% usia 50-59 tahun, dan 4% usia 40-49 tahun [1].
  4. Di Indonesia, data nasional prevalensi anosmia belum tersedia, namun diketahui bahwa prevalensi anosmia yang disebabkan oleh gangguan maupun infeksi saluran pernafasan atas adalah sekitar 11-40% [2].
  5. Sementara itu, prevalensi kasus anosmia sebanyak 15-30% disebabkan oleh cedera di bagian kepala [2].

Penyebab Anosmia

Fungsi dari indera penciuman dapat bekerja dengan baik dan normal ketika sel-sel saraf pembau menerima bau yang memasuki hidung.

Setelah menerimanya, sinyal tersebut dikirim oleh sel-sel saraf pembau ke otak untuk mengolahnya.

Setelah pengolahan, identifikasi bau barulah terjadi.

Namun bila sampai anosmia atau kehilangan kemampuan mencium bau terjadi, maka beberapa faktor di bawah ini dapat menjadi penyebabnya.

1. Gangguan Sistem Saraf dan Otak

Saraf yang berperan utama sebagai pengirim sinyal bau ke otak bisa saja mengalami gangguan apalagi kerusakan.

Bila sampai kerusakan ini terjadi, indera penciuman pasti akan ikut terpengaruh.

Bahkan ketika kerusakan terjadi pada otak, hal yang sama akan terjadi.

Beberapa kerusakan pada sistem saraf dan otak umumnya disebabkan oleh :

  • Penyakit Huntington, yaitu sebuah kondisi seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan, gangguan gerakan tubuh dan gangguan dalam berpikir sehingga menghambat rutinitasnya [3].
  • Sindrom Wernicke-Korsakoff, yaitu sebuah kondisi gangguan otak kombinasi dari penyakit sindrom Korsakoff dan penyakit Wernicke. Gangguan otak tersebut umumnya disebabkan oleh asupan vitamin B1 yang kurang [4].
  • Skizofrenia, yaitu gangguan mental yang ditandai dengan delusi, perubahan perilaku, halusinasi, dan gangguan dalam berpikir [5].
  • Penyakit Paget, yaitu sebuah kondisi gangguan proses regenerasi tulang di mana kondisi ini kemudian ditandai dengan kelainan bentuk tulang dan kerapuhan tulang [6].
  • Sindrom Klinefelter, yaitu sebuah penyakit genetik di mana penyebab utamanya adalah terdapatnya kromosom X lebih banyak pada laki-laki sehingga menimbulkan gejala berupa ukuran testis yang kecil serta ketidaksuburan [7].
  • Sindrom Sjogren, yaitu jenis kelainan autoimun ketika kelenjar penghasil air liur terganggu karena serangan sel imun secara keliru [8].
  • Multiple sclerosis, yaitu sebuah kondisi gangguan pada saraf, tulang belakang, mata dan otak di mana kondisi ini pun tidak dapat disembuhkan [9].
  • Sindrom Kallmann, yaitu jenis kelainan genetik di mana produksi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) cenderung sedikit di dalam tubuh [7].
  • Aneurisma otak, yaitu kondisi ketika pembuluh darah otak membesar karena dinding pembuluh darah mengalami kelemahan [1].
  • Penyakit Parkinson, yaitu kondisi di mana sel saraf pada otak mengalami kerusakan atau kematian sehingga bagian otak pengendali gerakan tubuh terganggu dan memengaruhi kemampuan menulis, berjalan dan bicara penderita [1,9].
  • Paparan insektisida atau racun lainnya [1]
  • Efek dari penggunaan obat tertentu, seperti obat hipertensi dan antibiotik [9]
  • Kekurangan nutrisi, contohnya defisiensi zinc [11]
  • Radioterapi leher dan kepala [13]
  • Tumor otak [5,13]
  • Penyakit diabetes [1]
  • Faktor penuaan [1,9]
  • Cedera kepala [1,9]
  • Kecanduan alkohol atau alkoholisme jangka panjang [12]
  • Kekurangan vitamin [5]
  • Epilepsi [10]
  • Hipotiroid atau kelenjar tiroid yang tidak terlalu aktif mengakibatkan hormon tiroid kurang dari normalnya [1]
  • Penyakit stroke [1,9]
  • Penyakit Alzheimer [9]
  • Faktor genetik atau anosmia kongenital (lahir tanpa kemampuan mencium) namun sangat jarang [1].
  • Demensia [9]

2. Covid-19

Menurut beberapa laporan, terdapat kasus di mana setengah jumlah pasien yang terdiagnosa positif Covid-19 rupanya mengalami anosmia.

Laporan dari ENT UK menyatakan bahwa terdapat 2 dari 3 kasus Covid-19 yang mengalami anosmia dan 30% dari kasus Covid-19 di Korea Selatan pasiennya mengalami anosmia [9].

Anosmia yang terjadi pada pasien Covid-19 tersebut diketahui bersifat sementara dan tidak jangka panjang.

Namun demikian, data tersebut belum terverifikasi maupun dipublikasikan sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

3. Penyumbatan Saluran Udara

Kehilangan kemampuan mencium bau-bauan juga dapat terjadi karena adanya sumbatan di saluran pernafasan, dan hal ini dapat disebabkan oleh [1,9] :

4. Iritasi Selaput Lendir Lapisan Hidung

Anosmia dapat pula menjadi salah satu gejala dari beberapa kondisi iritasi dan infeksi sebagai berikut [1,2,9] :

  • Rinitis alergi
  • Kebiasaan merokok
  • Pilek
  • Infeksi sinus atau sinusitis
  • Penyumbatan kronis namun tidak ada hubungannya dengan rinitis vasomotor atau rinitis non-alergi
  • Flu atau influenza

Flu atau influenza adalah kondisi penyakit yang berbeda dari pilek karena penyebab flu adalah virus influenza tipe A, B atau C.

Virus ini bukan penyebab terjadinya pilek walaupun pilek juga disebabkan oleh virus, namun virus yang menyebabkan penyakit pilek biasa (common cold) itu lebih kepada rhinovirus.

Tinjauan
Berbagai faktor yang mampu menyebabkan anosmia adalah gangguan sistem saraf dan otak, sumbatan pada saluran nafas, Covid-19, serta iritasi pada selaput lendir yang melapisi hidung.

Gejala Anosmia

Anosmia menimbulkan gejala utama berupa kemampuan mencium bau yang tak lagi normal dan cenderung hilang [1].

Salah satu contohnya saja, penderita tidak dapat mencium bau tubuh diri sendiri, wangi parfum yang digunakan, hingga wangi bunga.

Lebih parahnya, penderita anosmia tidak dapat mencium bau-bau menyengat seperti gas bocor atau asap kebakaran.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Segera temui dokter apabila fungsi penciuman tak lagi normal dan hidung tak lagi mampu mencium bau apapun.

Periksakan secepatnya, khususnya jika sama sekali tidak mengalami flu atau pilek namun gejala anosmia ini berlangsung terus-menerus.

Bahkan ketika gejala sakit kepala, tidak dapat bicara dengan jelas hingga kelemahan otot terjadi, jangan ragu mengonsultasikannya segera dengan dokter.

Pemeriksaan Anosmia

Ketika memeriksakan diri ke dokter, pasien akan diperiksa dengan beberapa metode seperti berikut ini :

  • Pemeriksaan Riwayat Medis dan Gejala

Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan terkait riwayat gejala pasien selama ini, seperti kapan gejala mulai dirasakan dan apa saja keluhan yang dialami.

Selain itu, dokter juga perlu tahu apakah pasien memiliki riwayat medis tertentu dan jika ada, apa penyakit yang pernah atau selama ini diderita.

Melalui sesi ini, dokter tidak ketinggalan menanyakan apa saja bau yang tak dapat pasien cium.

Lebih jauh lagi, dokter pun akan menanyakan apakah indera pengecapan (perasa) pasien terganggu selama keluhan gejala anosmia terjadi.

  • Endoskopi Hidung / Nasoendoskopi

Pemeriksaan ini bertujuan memeriksa kondisi bagian dalam hidung untuk mengecek apakah terjadi polip hidung maupun tumor [14].

Segala bentuk peradangan dan pembengkakan hingga keberadaan nanah akan terdeteksi melalui prosedur endoskopi.

Bagian kepala pasien juga perlu diperiksa menggunakan metode rontgen atau sinar-X [1].

Tujuan utama pemeriksaan adalah untuk mengetahui adanya cedera atau kondisi gangguan lainnya yang mungkin bisa memengaruhi otak.

MRI scan merupakan prosedur pemeriksaan yang akan membantu dokter dalam mendeteksi adanya penyakit yang berkaitan dengan otak [1,2].

Melalui pemeriksaan ini, dokter juga menjadi lebih mudah dalam mendeteksi gangguan hidung serta sinusitis pada pasien.

Prosedur diagnosa ini digunakan dokter untuk mengetahui gambaran kondisi otak pasien secara lebih detail [1].

CT scan dapat membantu dokter dalam mendeteksi adanya tulang hidung patah, keberadaan tumor, hingga sinus yang bermasalah.

Tinjauan
Pemeriksaan gejala dan riwayat medis diikuti dengan CT scan, Rontgen kepala, endoskopi hidung, serta CT scan dilakukan dokter untuk mendiagnosa pasien anosmia.

Kondisi Lain yang Serupa dengan Anosmia

Terdapat sejumlah kondisi yang dianggap memiliki kemiripan dengan gejala anosmia sehingga dibutuhkan pemeriksaan untuk mendiagnosa dan memastikan kondisi anosmia.

Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dianggap dapat menyebabkan kesalahan diagnosa karena memiliki kemiripan dengan anosmia [1,2,3,5,12] :

Hiposmia

Jika anosmia merupakan sebuah kondisi ketika indera penciuman benar-benar tidak lagi berfungsi dan kemampuan mencium bau benar-benar hilang, maka hiposmia adalah kondisi fungsi indera penciuman yang menurun.

Penderita masih dapat mencium bebauan namun kemampuan mengenali bau berkurang.

Phantosmia

Phantosmia merupakan kondisi yang cenderung berbeda dari anosmia. Halusinasi penciuman adalah istilah yang umumnya digunakan untuk menggambarkan kondisi phantosmia ini.

Bebauan tertentu yang sebenarnya tidak ada dianggap ada dan penderita phantosmia akan mengaku bahwa dirinya telah menciumnya.

Parosmia

Parosmia merupakan kondisi berubahnya persepsi bau pada seseorang atau kesalahan pengenalan terhadap bau tertentu.

Aroma parfum yang wangi dan menyenangkan dapat berubah menjadi aroma yang busuk pada penderita parosmia.

Pengobatan Anosmia

Penanganan anosmia disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Jika sinusitis, alergi, atau pilek dan flu biasa, maka biasanya kondisi anosmia bersifat sementara.

Anosmia akan hilang ketika menjauhi alergen atau saat pilek, flu dan sinusitis sembuh.

Namun bila anosmia bertahan lebih lama ketika kondisi-kondisi tadi telah membaik, segera periksakan ke dokter dan konsultasikan lebih lanjut.

Tergantung dari penyebabnya, dokter kemungkinan akan meresepkan sejumlah obat atau justru merekomendasikan prosedur operasi.

1. Pemberian Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang umumnya diberikan bagi penderita anosmia (terutama yang disebabkan oleh iritasi hidung) antara lain adalah [1,15] :

  • Antihistamin
  • Dekongestan
  • Antibiotik (untuk kasus anosmia yang disebabkan infeksi bakteri)
  • Semprotan hidung steroid

2. Prosedur Bedah

Bedah atau operasi merupakan tindakan pengobatan untuk anosmia yang utamanya disebabkan oleh polip hidung dan tumor [1].

Anosmia yang disebabkan oleh deviasi septum atau kelainan tulang hidung juga sebaiknya diperbaiki dengan prosedur bedah.

3. Perawatan Mandiri

Untuk mendukung pemulihan pasien, beberapa perawatan mandiri yang bisa dilakukan di rumah antara lain adalah :

Sementara itu, untuk kasus anosmia kongenital atau bawaan lahir, hingga kini belum terdapat cara pengobatan yang tepat.

Tinjauan
Tindakan pemberian obat-obatan sesuai dengan penyebab anosmia dan opsi pembedahan menjadi solusi perawatan anosmia pada umumnya. Namun selain itu, pasien juga perlu merawat dirinya sendiri secara mandiri di rumah dengan mengubah beberapa kebiasaan.

Komplikasi Anosmia

Anosmia sendiri sudah merupakan kondisi berbahaya bagi penderitanya.

Hal ini mampu berakibat fatal bagi penderita, khususnya bila penderita sampai tak mampu mencium bau tanda bahaya, seperti asap kebakaran.

Anosmia juga dapat berpotensi memengaruhi fungsi indera pengecap sehingga kemampuan dalam merasakan makanan maupun minuman apapun akan hilang.

Beberapa dampak yang dapat dialami oleh penderita anosmia karena gangguan penciuman dan pengecapan adalah [1,17] :

  • Bahaya kebakaran (ketidakmampuan mencium gas bocor atau terbakarnya suatu benda).
  • Dijauhi orang karena tak mampu mencium bau badan diri sendiri.
  • Masalah hubungan sosial dengan orang terdekat.
  • Keracunan makanan (ketidakmampuan mencium makanan yang sudah kadaluarsa atau basi).
  • Pada lansia, risiko kehilangan kemampuan mencium bau secara permanen lebih besar.

Pencegahan Anosmia

Jika kondisi anosmia yang diderita merupakan kondisi anosmia kongenital, maka hal ini akan sulit untuk dicegah.

Namun bila bukan kondisi anosmia kongenital yang dialami, beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah [16] :

  • Mencegah pilek dan flu dengan menjaga kebersihan diri dan setiap asupan makanan agar tubuh tidak mudah terkena virus.
  • Berhenti dari kebiasaan merokok dan menghindari asap rokok; tidak menjadi perokok aktif maupun pasif.
  • Menghindari alergen atau zat-zat yang berpotensi menyebabkan reaksi alergi pada tubuh.
  • Berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat pemicu anosmia.

Berbagai cara juga dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko bahaya yang diakibatkan fungsi indera penciuman yang hilang, seperti :

  • Menggunakan kompor listrik dan tidak lagi menggunakan bahan bakar gas; tujuannya adalah untuk mencegah bahaya kebocoran gas yang tidak terdeteksi melalui indera penciuman.
  • Memberi tanda tanggal kadaluarsa makanan atau minuman kemasan.
  • Memasang alarm asap untuk mengingatkan bila ada kejadian suatu benda yang terbakar dan berpeluang memicu kebakaran.
Tinjauan
Anosmia kongenital tidak dapat dicegah, namun untuk anosmia didapat bisa coba diminimalisir dengan tidak merokok, tidak dekat-dekat dengan pemicu alergi, menjaga kebersihan diri agar terhindar dari virus dan rajin mengecek kesehatan.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment