Penyakit & Kelainan

5 Efek Samping Suntik KB 3 Bulan dan Cara Mengatasinya

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Di Indonesia tingkat kelahiran sangatlah tinggi sehingga dapat mempengaruhi permasalahan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah merencanakan program keluarga berencana untuk tingkat kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi. Terdapat berbagai macam cara dalam mengaplikasikannya, salah satunya ialah dengan metode penyuntikan yang paling sering dilakukan di Indonesia. [1]

Depo Medroxy Progestone Acetate (DMPA) adalah salah satu alat penyuntikan hormonal yang paling sering digunakan. Estimasi waktu dalam penggunaan alat ini ialah selama 3 bulan. Cara kerja DMPA akan menekan pembuahan rahim, membuat lendir serviks menjadi lebih kental dan membuat endometrium atau jaringan rahim tidak terlalu berguna ketika terjadi implantasi. [1]

Selain memiliki keuntungan untuk memperkecil tingkat kelahiran, penggunaan DMPA memiliki efek samping dalam penggunaannya yang dapat dilihat pada penjelasan berikut ini.

1. Meningkatkan Tekanan Darah

Tekanan darah yang tinggi disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan yang berlemak tinggi, merokok dan obesitas. Di samping itu penggunaan alat kontrasepsi dapat mengakibatkan hipertensi. Dalam penelitian, terdapat 12 dari 15 responden yang menderita hipertensi yang diakibatkan oleh penggunaan alat DMPA selama 5 tahun[1].

Hal ini disebabkan dengan adanya kandungan progesteron menyebabkan perubahan pada lipid serum serta terjadi ketidakseimbangan antara estrogen dan progestron di dalam tubuh. Akibat dari perubahan ini salah satunya adalah terjadi penurunan kadar kolestrol baik (High Density Lipoprotein) yang berguna bagi tubuh. [1]

2. Terjadi Penambahan Berat Badan

Kenaikan berat badan selalu menjadi pusat perhatian bagi pengguna DMPA. Sebanyak 48% menjadikan pengguna DMPA terindikasi kenaikan berat badan setelah menggunakan salah satu metode kontrasepsi secara suntik itu. [2]

Pengguna 15 – 19 tahun dilaporkan telah memakai alat kontrasepsi hormonal. Beraneka ragam alat yang digunakan antara lain DMPA, metode suntik lainnya seperti penggunaan Norethisterone Enanthate (NET-EN), serta menggunakan pil berupa Combined Oral Contraceptives (COCs).

Dari hasil yang didapat, remaja yang menggunakan alat kontrasepsi secara suntik, misal penggunaan DMPA atau NET-EN memang cenderung akan bertambah berat badannya dibanding remaja yang menggunakan COCs. Bahkan hasilnya juga melebihi dari remaja yang telah berhenti menggunakan alat kontrasepsi selama lebih dari 6 bulan atau bahkan mereka yang belum sama sekali menggunakan alat kontrasepsi[3].

3. Timbul Efek Osteoponia

Pemakaian DMPA memberikan dampak negatif pada hormon estrogen yang ada pada wanita. DMPA akan menghindari produksi estrogen. Estrogen yang diketahui memiliki peran penting pada tulang dengan adanya efek negatif ini dapat menyebabkan osteoppenia. Pemberhetian pemakaian DMPA kemudian dilakukan karena sekitar 24% wanita menglami sakit dibagian tulang.[2]

Berdasarkan penelitian, wanita remaja yang berusia sekitar 12 – 18 tahun mengalami penurunan Bone Mineral Density (BMD) setelah pemakaian DMPA. Namun, setelah menghentikan pemakaian, BMD perlahan-lahan kembali meningkatkan[5].

Ini berarti penggunaan suntik hormonal ini dapat menyebabkan osteopenia, tapi pada usia remaja masih bisa disembuhkan. [4] Pengembalian nilai BMD juga terjadi setelah menghentikan pemakaian DMPA juga terjadi pada wanita kisaran 25-40 tahun[5].

4. Menyebabkan Amenore

Permasalahan umum yang terjadi ketika memakai suntik kontrasepsi adalah terganggunya siklus menstruasi. Dampak dari DMPA itu sendiri telah menyebabkan amenore. Para wanita sebaiknya harus berhati-hati terhadap penggunaan kontrasepsi jangka panjang. Bahkan hanya dengan menggunakan suntikan subtuktan DMPA juga memberikan dampak yang sama[2].

5. Beresiko Terkena Kanker Payudara

Di Amerika serikat telah dilakukan pengamatan mengenai dampak penggunaan DMPA. Wanita yang berusia 20-40 tahun beresiko terkena kanker payudara 2,2 kali lipat berdasarkan pengamatan dari pengguna yang telah menggunakan DMPA selama 12 bulan. Hal ini didukung juga dengan data wanita yang telah berhenti menggunakan pemakaian dalam jangka waktu di bawah 12 tahun, ditemukan tidak terjadi risiko terkena kanker payudara[6].

Ada kemungkinan hal ini disebabkan oleh budaya dan demografis di Amerika yang mungkin berbeda. Namun, hal ini juga ternyata berdampak pada wanita-wanita di negara lain, misalnya Thailand, Meksiko, Costa Rica, Kenya, Selandia Baru dan New Zealand. Dapat dikatakan DMPA memang memberi dampak efek samping terhadap pemakainya tanpa melihat darimana negara berasal[6].

Cara Mengatasi Efek Samping

DMPA memang telah memberi beberapa dampak negatif setelah efek pemakaian seperti yang telah dijelaskan. Bukan hanya pada kalangan remaja, tetapi juga terjadi pada wanita usia siap menikah, atau pra-menopause. Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi efek samping DMPA itu sendiri adalah dengan berhenti menggunakan pemakaian alat kontrasepsi secara suntik tersebut[4].

Salah satu contoh yang dapat diambil ada pada hasil penelitian bahwa wanita yang berhenti memakai alat kontrasepsi perlahan-lahan BMD yang dimiliki setelah meningkat kembali setelah mengalami penurunan[5].

Selain itu, pencegahan efek samping dapat dilakukan dengan cara mengganti metode alat kontrasepsi yang digunakan seperti beralih ke penggunaan pil. Penggunaan pil memang lebih mahal harganya jika dibandingkan dengan penggunaan alat suntik[3].

Namun, Wanita pekerja swasta yang memiliki penghasilan lebih banyak cenderung kurang menggunakan DMPA karena pil dinilai memberikan efek yang sedikit[1]. Contoh lainnya adalah penggunaan COCs yang dinilai lebih sedikit menambah berat badan dibanding dengan penggunaan DMPA[3].

Hal yang paling penting dan utama itu sendiri harus tetap menjaga pola hidup sehat. Pola sehat tersebut dapat diawali dengan mengosumsi makanan bergizi, berhenti merokok, dan rajin berolahraga. Pemilihan cara diet yang tepat juga akan berpengaruh pada kesehatan tubuh.

1) C. Elsera, P. R. Kusumaningrum, A. Fitriyanti, and A. Murtana, “Depo Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) injection contraception towards hypertensions,” in Journal of Physics: Conference Series, 2020.
2) F. Veisi and M. Zangeneh, “Comparison of two different injectable contraceptive methods: Depo-medroxy progesterone acetate (DMPA) and cyclofem,” J. Fam. Reprod. Heal. 2013.
3) M. E. Beksinska, J. A. Smit, I. Kleinschmidt, C. Milford, and T. M. M. Farley, “Prospective study of weight change in new adolescent users of DMPA, NET-EN, COCs, nonusers and discontinuers of hormonal contraception,” Contraception. 2010.
4) Z. Harel et al., “Recovery of bone mineral density in adolescents following the use of depot medroxyprogesterone acetate contraceptive injections,” Contraception. 2010.
5) L. Gai, J. Zhang, H. Zhang, P. Gai, L. Zhou, and Y. Liu, “The effect of depot medroxyprogesterone acetate (DMPA) on bone mineral density (BMD) and evaluating changes in BMD after discontinuation of DMPA in Chinese women of reproductive age,”. 2011.
6) C. I. Li, E. F. Beaber, M. T. C. Tang, P. L. Porter, J. R. Daling, and K. E. Malone, “Effect of depo-medroxyprogesterone acetate on breast cancer risk among women 20 to 44 years of age. 2012.

Share