Salah satu masalah kesehatan yang cukup umum dikeluhkan dan dapat menandakan adanya bahaya adalah kencing berdarah [1].
Namun seringkali, kencing berdarah juga dapat disertai dengan keluhan lain, seperti nyeri pada sendi [1].
Untuk dapat mengatasinya, pastikan untuk mengetahui penyebab kencing berdarah dan nyeri sendi lebih dulu.
Daftar isi
Infeksi saluran kemih adalah kondisi saat infeksi menyerang organ-organ yang termasuk di dalam sistem kemih [1,2].
Tidak hanya kandung kemih, tapi ureter, uretra dan ginjal pun dapat terkena infeksi sehingga menyebabkan kencing berdarah sekaligus nyeri pada beberapa sendi dan organ sekitar yang terpengaruh [1,2].
Saluran kemih umumnya terinfeksi oleh bakteri Escherichia coli dengan gejala berupa kencing berdarah dan nyeri pinggang atau perut atas [2].
Penderita juga biasanya mengalami mual, muntah, demam dan menggigil [2].
Penanganan : Pemberian antibiotik oleh dokter adalah penanganan utama untuk infeksi saluran kemih karena bakteri adalah penyebabnya [2].
Namun bila nyeri cukup hebat, dokter juga akan meresepkan obat pereda nyeri [2].
Penderita selama pemulihan pun dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak air putih dan menghindari minuman ringan, beralkohol serta berkafein [2].
Gangguan gerakan berulang atau repetitive motion disorders merupakan kondisi saat jaringan lunak di dalam tubuh mengalami masalah [1,3].
Jaringan lunak yang dimaksud meliputi saraf, otot dan jaringan lain pada sistem muskuloskeletal [1,3].
Masalah atau gangguan tersebut biasanya terjadi sebagai akibat penggunaan beberapa anggota tubuh secara berulang dalam jangka waktu lama [1,3].
Selain nyeri sendi, buang air kecil berdarah pun berpotensi terjadi tergantung dari bagian tubuh mana yang terpengaruh [1,3].
Namun, gejala-gejala lain yang lebih utama dapat dialami oleh penderita adalah [3,4] :
Penanganan : Istirahat dan penggunaan obat pereda nyeri adalah perawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh penderita [3,4].
Namun ketika istirahat dan obat pereda nyeri tidak lagi efektif, penderita sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter dan menjalani terapi fisik [3,4].
Pada kasus lebih serius, penderita memerlukan penggunaan alat bantu gerak seperti brace atau splint [3,4].
Sindrom nefritik dikenal sebagai kondisi sekumpulan gejala yang berkaitan dengan glomerulonefritis [5].
Glomerulonefritis sendiri merupakan kondisi saat glomerulus atau alat penyaring ginjal mengalami bengkak dan radang [5].
Sindrom nefritik membuat fungsi ginjal menurun di mana bila kondisi ini terabaikan, gagal ginjal adalah akibat serius yang perlu diwaspadai [6,7].
Beberapa gejala sindrom nefritik yang umum terjadi antara lain adalah [6,7] :
Penanganan : Penderita sindrom nefritis biasanya diminta dokter untuk beristirahat maksimal dan minum obat antibiotik resep dokter apabila ginjal mengalami infeksi [6].
Selain itu, obat pengendali tekanan darah juga akan dokter berikan bila perlu, termasuk suplemen mineral dan elektrolit apabila tubuh pasien membutuhkannya [6].
Jika sudah sampai pada gagal ginjal, dokter akan menyarankan pasien untuk menjalani prosedur cuci darah [6].
Batu saluran kemih merupakan kondisi saat terdapat batu yang menyumbat saluran kemih di mana batu adalah hasil pembentukan garam dan mineral dalam tubuh [8,9].
Selain kencing berdarah dan nyeri pada beberapa bagian tubuh (perut bawah, tubuh bagian samping dan belakang, hingga pangkal paha), berikut ini adalah gejala lainnya [8] :
Penanganan : Penderita perlu lebih banyak minum air putih dan konsumsi juga pereda nyeri agar rasa sakit berkurang [8].
Apabila sudah cukup serius dan air putih tidak bisa digunakan untuk mengeluarkan batu saluran kemih, operasi pengangkatan batu perlu dilakukan [8].
Glomerulonefritis merupakan kondisi peradangan yang menyerang glomerulus, yakni penyaring zat dan limbah dalam tubuh yang ada pada organ ginjal [10].
Penyakit autoimun, infeksi dan penyakit tertentu lainnya dapat menyebabkan glomerulonefritis [10].
Kencing berdarah dan nyeri pada beberapa bagian tubuh bisa terjadi (terutama bagian tubuh dekat dengan ginjal) [10].
Selain itu, tekanan darah tinggi, jarang buang air kecil, dan urine berbusa bisa menjadi pertanda lainnya [10].
Perut, kaki, tangan atau wajah pun berpotensi membengkak karena kondisi ini [10].
Penanganan : Beberapa jenis obat biasanya dokter resepkan sesuai kondisi pasien, seperti antihipertensi, imunosupresan, diuretik, dan/atau plasmapheresis [10].
Penggunaan obat juga perlu diimbangi dengan perubahan pola hidup yang lebih sehat [10].
Jika sudah parah, dokter akan menyarankan pasien menjalani cuci darah hingga operasi cangkok ginjal [10].
Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah sehingga perdarahan bisa terjadi begitu hebat karena sulit berhenti [11].
Kencing berdarah dan nyeri sendi adalah dua keluhan yang umum pada kasus hemofilia [1,11].
Jika perdarahan terjadi pada sendi, biasanya bengkak dan nyeri pun akan menyertai [11].
Penanganan : Dokter biasanya memberi suntikan khusus untuk mendukung proses pembekuan darah atau yang bertujuan menghentikan perdarahan, seperti suntikan desmopressin atau octocog alfa [11].
Kencing berdarah dan nyeri sendi juga bisa menjadi bentuk keluhan yang terjadi sebagai efek obat tertentu [12,13].
Antikoagulan atau obat pengencer darah merupakan salah satu obat yang bisa mengakibatkan perdarahan lebih lama [12].
Penanganan : Konsultasikan dengan dokter mengenai obat pengganti apabila terjadi kencing berdarah dan nyeri sendi setelah menggunakan antikoagulan.
Bila kencing berdarah dan nyeri sendi terjadi berulang, segera periksakan diri ke dokter untuk mengidentifikasi penyebab sekaligus memperoleh pengobatan yang tepat.
1. MedicineNet. Blood Or Red Colored Urine And Joint Pain. MedicineNet; 2020.
2. Michael J. Bono; Stephen W. Leslie; & Wanda C. Reygaert. Urinary Tract Infection. National Center for Biotechnology Information; 2022.
3. Carol Eustice Updated, Oluseun Olufade, MD & Marley Hall. What Are Repetitive Motion Disorders?. Verywell Health; 2021.
4. Flexfree Clinic. Definisi Repetitive Motion Disorder. Flexfree Clinic; 2015.
5. Malvinder S Parmar, MBBS, MS, FRCPC, FACP, FASN, Francisco Talavera, PharmD, PhD, Ajay K Singh, MB, MRCP, MBA, Vecihi Batuman, MD, FASN, & Chike Magnus Nzerue, MD, FACP. Acute Glomerulonephritis. Medscape; 2020.
6. Mydah S. Hashmi & Jyotsna Pandey. Nephritic Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2022.
7. Ada’s Medical Knowledge Team. Nephritic Syndrome. Ada Health GmbH; 2022.
8. Cedars Sinai. Urinary Tract Stones and Treatment. Cedars Sinai; 2022.
9. Glenn M Preminger, MD; Gary C Curhan, MD, ScD; Stanley Goldfarb, MD; Michael P O'Leary, MD, MPH; & Albert Q Lam, MD. Patient education: Kidney stones in adults (Beyond the Basics). UpToDate; 2021.
10. Ahmad M. Kazi & Muhammad F. Hashmi. Glomerulonephritis. National Center for Biotechnology Information; 2022.
11. Parth Mehta & Anil Kumar Reddy Reddivari. Hemophilia. National Center for Biotechnology Information; 2022.
12. Christopher J D Wallis, Tristan Juvet, Yuna Lee, Rano Matta, Sender Herschorn, Ronald Kodama, Girish S Kulkarni, Raj Satkunasivam, William Geerts, Anne McLeod, Steven A Narod, & Robert K Nam. Association Between Use of Antithrombotic Medication and Hematuria-Related Complications. Association Between Use of Antithrombotic Medication and Hematuria-Related Complications; 2017.
13. Kelsey Kloss. Have Osteoarthritis? Taking Warfarin to Prevent Blood Clots Could Raise Your Risk of a Needing a Knee or Hip Replacement. CreakyJoints; 2020.