Kina merupakan salah satu jenis tanaman berupa pohon yang populer digunakan sebagai obat. Tanaman ini berasal dari sepanjang pegunungan Andes, Amerika Selatan.
Sejak abad ke-17, senyawa alkaloid dari kina telah digunakan dalam Ayurveda, Sidha dan pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit[1].
Daftar isi
Kina dapat ditemukan di India, Jawa, Cameroon, Vietnam dan beberapa negara lain yang ada di Asia dan Afrika. Sekitar 90% kebutuhan Kina di dunia dipasok dari Kebun Kina yang berada di daerah Jawa Barat, terutama Bandung. [1]
Kina (Cinchona sp.) merupakan genus tanaman berbunga dari keluarga Rubiaceae yang memiliki sekitar 25 spesies, kebanyakan berbentuk pohon. Spesies yang banyak digunakan sebagai sumber obat adalah C. Succirubra Pavon (Succi), C. Ledgeriana Moens (Ledger), C. Officinalis, dan C, calisaya. [1]
Nama ilmiah Cinchona diambil dari nama seorang putri kerajaan Peru, Chinchon, yang terkena penyakit malaria pada tahun 1638. Putri tersebut sembuh dari penyakit malaria berkat ramuan herbal dari kulit kayu kina. [1]
Berikut merupakan beberapa karakteristik dari tanaman kina[3,8]:
Tanaman kina hidup di wilayah hujan hujan tropis yang memiliki ketinggian 1400-1700 m diatas permukaan laut. [1]
Kulit kina merupakan bahan baku penting dalam industri farmasi. Saat ini, struktur senyawa alkaloid pada kina banyak digunakan untuk mengembangkan obat baru.
Hasil yang diambil dari tanaman kina adalah kulit kayunya yang mengandung senyawa alkaloida penting sebagai obat. Kulit dari kina mengandung 15% alkaloid dan 3-10% tannin. [3] Selain itu kulit kina juga mengandung asam, minyak esensial dan mineral seperti[3,9]:
Komponen alkaloid yang terkandung dalam kulit kina kering adalah sebagai berikut[3]:
Senyawa | Jumlah (%) |
Kuinin | 5,7 |
Kuinidin | 0,1 – 0,3 |
Sinkonin | 0,2 – 0,4 |
Sinkonidin | 0,2 – 0,4 |
Persentase kandungan alkaloid ini dapat berbeda-beda tergantung pada spesiesnya.
Kina mengandung empat jenis alkaloid quinoline utama yang mempunyai banyak manfaat kesehatan dan nilai ekonomi tinggi, yaitu kuninin, kuinidin, sinkonin dan sinkonidin. [3]
Berikut ini merupakan beberapa manfaat dari tanaman kina yang telah diteliti:
Pohon kina telah 350 tahun digunakan untuk mengatasi malaria. Senyawa kuinin dalam kulit kina merupakan metabolit sekunder utama yang ampuh digunakan menyembuhkan penyakit malaria. [3]
Kuinin dapat mengganggu sintesis DNA pada fase merozoit dari protozoa genus Plasmodium. Kemampuan inilah yang membuat kuinin mampu melawan parasit penyebab malaria, Plasmodium falciparum. [3]
Kandungan kuinidin dalam kina juga dapat mengganggu tahap gametosit dari Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, dan Plasmodium ovale. [3]
Aritmia merupakan gangguan pada denyut jantung. Kuinidin yang terkandung dalam kina dapat menginterferensi secara langsung elektrofisiologi dari sel jantung sehingga dapat menghalangi sinyal detak jantung yang abnormal. [3]
Dengan demikian, tanaman kina dapat digunakan untuk memperbaiki denyut jantung pada penderita gangguan jantung seperti artial fibrilasi. [3]
Derivat dari kuinin, klorokuin dan hidroklorokuin telah digunakan dalam pengobatan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Seorang peneliti mengungkapkan bahwa tonik kuinin dari pohon kina dapat digunakan sebagai pencegahan dalam COVID-19. [4]
Belum diketahui mekanisme pasti terhadap aktivitas antivirus dari kuinin, pengujian secara in-vitro telah menunjukkan bahwa kedua obat derivat dari kuinin mampu melawan SARS-CoV-2. [4]
Namun setelah melalui uji klinis pada pasien penderita COVID-19, hidroklorokuin dinyatakan tidak memiliki efektivitas dalam mencegah mortalitas (kematian) ataupun mempercepat kesembuhan. Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mencabut izin penggunaannya untuk mengatasi COVID-19. [5]
Penyakit infeksi akibat parasit masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan. Beberapa penyakit seperti leishmaniasis, malaria dan trypanosomiasis disebabkan oleh parasit dari genus Leishmania sp., Plasmodium sp. dan Trypanosome sp. [3]
Alkaloid yang terkandung dalam kina menunjukkan aktivitas trypanosidal dan antiplasmosidal pada ketiga genus parasit tersebut. Oleh karenanya, tanaman kina menjadi pilihan obat untuk mengatasi penyakit akibat parasit. [3]
Alkaloid dari kina telah teruji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Efek antimikroba dari kina akan meningkat seiring dengan meningkatkanya kosentrasi dari senyawa alkaloid yang terkandung pada kina. [3]
Kulit kering dari kina telah digunakan untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh mikroba patogen lain seperti P. falciparum dan herpes. [3]
Kina telah sejak lama digunakan oleh peduduk Peru untuk mengobati berbagai jenis demam hingga memiliki sebutan sebagai “fever tree”.
Kina memiliki efek pada metabolisme dengan cara menurunkan katabolisme protein pada jaringan, aktivitas ini menyebabkan terjadinya penurunan panas. Senyawa dalam kina yang memiliki aktivitas sebagai antipiretik (penurun demam) adalah kunidin. [3]
Peneliti menemukan bahwa kuinin merupakan senyawa poten yang mampu menghambat perutumbuhan sek kanker dan menginduksi apoptosis yang menyebabkan kematian pada sel kanker. Efek anti-kanker dari kina ini bergantung pada dosis dan waktu pemberian. [3]
Adanya kandungan fenolik di dalam Kina membuat tanaman ini memiliki sifat antioksidan. Ekstrak metanol dari kina telah teruji melawan radikal bebas lebih baik dibandingkan dengan α-tokoferol. [3]
Sinkonin dalam kina bekerja sebagai antiobesitas dengan cara menurunkan berat badan dan kadar lemak dalam tubuh. Sinkonin secara efektif juga terbukti dapat memperbaiki hiperlipidemia dan hiperglikemia yang disebabkan oleh tingginya kadar lemak dalam tubuh. [3]
Hal ini berhubungan dengan aktivitas sinkonin yang mampu menekan proses adipogenesis (proses yang berperan dalam terjadinya obesitas). Menurut beberapa penelitian, sinkonin yang terkandung dalam kina dapat menjadi suplemen yang bagus dalam mencegah obesitas dan inflamasi pada jaringan lemak. [3]
Kandungan kuinin dalam kina berkhasiat untuk mengatasi nocturnal leg cramps (kram pada kaki saat malam hari).
Kuinin bekerja dengan cara menghambat aktivasi sel T dan rilisnya senyawa penyebab inflamasi. Karena kemampuan tersebut, tanaman ini juga digunakan untuk pengobatan penyakit autoimun seperti lupus dan rhematoid arthritis. [3]
Peneliti menemukan bahwa esktrak kulit kayu kina succi dan kina ledger secara aktif dapat menghambat enzim α-glukosidase sehingga digunakan sebagai antidiabetes. [6]
Senyawa seperti alkaloid, triterpenoid, fenol, flavonoid dan asam kuinat yang terkandung didalamnya lah yang membuatnya memiliki aktivitas sebagai antidiabetes. [6]
Dalam pengobatan tradisional, kina digunakan sebagai tonik tubuh, menstimulasi pertumbuhan rambut, mengatasi gangguan pencernaan, anemia, kelelahan dan penambah nafsu makan. [1,2,3]
Meskipun memiliki banyak manfaat, jika dikonsumsi secara berlebihan kina dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa efek samping kina pada organ tubuh yaitu[2]:
Kina dapat menekan kinerja otot sehingga menyebabkan kelelahan. Karena kemampuannya ini, kina bisa menyebabkan jantung berhenti berdetak selama beberapa menit.
Alkaloid yang terkandung dalam kina dapat memperlambat ritme otot usus sehingga dapat menyebabkan terjadinya diare. Dypepsia (nyeri ulu hati) juga merupakan efek samping yang sering terjadi pada penggunaan kina.
Kuinin pada kina dapat meningkatkan kontraksi pada otot rahim sehingga penggunaannya tidak disarankan untuk ibu hamil.
Kina dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, terutama disebabkan oleh senyawa kuinidin yang terkandung di dalamnya. Pada dosis besar, kuinin dapat menyebabkan perubahan pada leukosit bahkan dapat menyebabkan menurunnya jumlah sel darah putih secara abnormal (leukopenia).
Bentuk garam dari kuinin juga dapat menyebabkan aksi hemolitik pada eritrosit dan bersifat toksik pada sel darah merah.
Pada dosis yang tinggi, kandungan alkaloid pada kina dapat menyebabkan tekanan pada medula pada otak dan dapat menyebabkan gangguan pada pusat pernafasan.
Pada dosis normal kina dapat menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya emboli pada pembuluh retina, namun hal ini jarang terjadi. Sedangkan pada dosis tinggi, kina bisa menyebabkan buta warna, amblyopia dan amaurosis.
Dengungan pada telinga dan tuli bisa terjadi akibat konsumsi kina pada dosis tinggi, hal ini disebabkan karena kina memiliki efek kongesti pada organ ini.
Konsumsi kina dapat meningkatkan kadar nitrogen pada urin yang ditandai dengan meningkatnya urea dan asam urat. Hal ini berhubungan dengan efek kina pada enzim pencernaan yang mampu menurunkan pembentukan asam amino.
Selain itu, efek samping kardiotoksik dan neurotoksik juga menjadi masalah utama dalam penggunaan obat dari tanaman ini.
Efek samping yang ditimbulkan oleh kina bergantung pada dosis yang digunakan. Sehingga diperlukan penggunaan yang terkontrol dengan baik untuk membantu mengurangi efek samping yang tidak diinginkan.
Beberapa cara penggunaan kina adalah sebagai berikut[7]:
Kulit kina yang telah dibersihkan kemudian direbus dan diseduh.
Serbuk kulit kina dicampur dengan air, kemudian ditambahkan asam klorida dan gliserin. Setelah itu, disimpan dalam wadah tertutup selama 48 jam, diaduk dan dipindahkan pada perkolator. Dilakukan perkolasi dengan pelarut air hingga didapatkan ekstrak yang diinginkan.
Ekstrak kina dapat secara langsung diaplikasikan pada kulit untuk mengatasi pendarahan, ulcers dan menstimulasi pertumbuhan rambut.
Serbuk dari kina dapat dibuat dalam bentuk tingtur menggunakan gliserin, alkohol dan air. Tingtur dibuat dengan cara merendam serbuk kina pada pelarut alkohol dan air selama 24 jam, kemudian dilanjutkan dengan metode perkolasi hingga didapatkan tingtur yang berwarna coklat kemerahan.
Kulit kina dipotong dan dicuci bersih, campurkan 20 g kulit kina dengan 1 cangkir air. Panaskan hingga mendidih dan aduk selama 20 menit. Air yang dihasilkan kemudian disaring. Untuk benar-benar menghilangkan residu serbuk yang ada di dalam cairan dapat digunakan metode aeropress (seperti pada mesin pembuat kopi).
Kina memiliki rasa yang pahit sehingga diperlukan penambahan gula sekitar 110 – 220 g ke dalam air tonik kina. Penambahan asam sitrat atau serai dapat dilakukan jika rasa pahitnya masih sangat terasa. Tonik ini mempunyai efek antimalaria dan anti-inflamasi.
Selain itu, kina juga dapat digunakan sebagai salep mata untuk menghilangkan nyeri, membunuh kuman dan sebagai astringent.
Kulit kina disimpan dalam bentuk kering, cara pengeringannya adalah menggunakan udara terbuka karena pemanasan dapat menyebabkan kadar alkaloid di dalamnya berkurang. [8]
Kulit kina dikatakan siap untuk diproses lebih lanjut ketika memiliki kelembapan sekitar 10%. Kulit kina jika dikeringkan dengan benar dapat disimpan selama beberapa bulan tanpa mengalami penurunan kualitas. [8]
Penyimpanan dapat dilakukan pada wadah yang tertutup rapat dan terhindar dari cahaya. [8]
1. Basuki Wasis & Edhi Sandra. Kajian Ekologis Pohon Kina (Cinchona spp.) dan Manfaatnya dalam Mengatasi Penyebaran Penyakit Malaria. Bogor. Researchgate; 2020.
2. R. N. Chopra. The theraupetics of the cinchona alkaloids. 1992.
3. Pranay Gurung & Puspal De. Spectrum of biological properties of cinchona alkaloids: A brief review. 6 (4): 162-166.Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry; 2017.
4. Mitchell G Jomsky & Nicholas A Kerna. Could Low-Dose Quinine Prevent or Treat Coronavirus Infection. Ecronicon; 2020.
5. FDA. Coronavirus Update: FDA Revokes Emergency Use Authorization for Chloroquine and Hydroxychloroquine. 2020.
6. Muhammad Maulana. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Kulit Kayu Kina Succi dan Kulit Kayu Kina Ledger. IPB; 2017.
7. King’s American Dispensatory: Tinctura Cinchonae & Fluidextract Cinchonae (U.S.P). 1898.
8. Anonim. Plant use: Cinchona. Prosea.
9. Karol Michal Kacprzak. Chemistry and Biology of Cinchona Alkaloids. Researchgate; 2013.