Faktor pria merupakan penyebab dari 20% hingga 50% kasus infertilitas. Sekitar 5% dari pria dengan masalah fertilitas didiganosis dengan leukospermia[1, 2].
Daftar isi
Leukospermia atau leukositospermia atau pyospermia yaitu kondisi di mana terdapat sel darah putih dalam jumlah tinggi secara abnormal di dalam cairan semen. Menurut WHO, leukospermia ditandai dengan kandungan sel darah putih lebih dari 1 juta per milimeter semen[1, 2, 3].
Sel darah putih atau leukosit normal terkandung di dalam ejakulat (cairan semen). Sel darah putih berperan dalam pengawasan sistem kekebalan dan pembersihan sperma abnormal. Sel darah putih melepaskan ROS (reactive oxygen species) yang menghancurkan organisme penyebab infeksi[4].
ROS yang dihasilkan oleh sel darah putih dapat merusak membran plasma sperma dan menginduksi produksi ROS intrinsik oleh sperma. Akibatnya sperma dapat melemah, mengalami gangguan gerak, dan kerusakan materi genetik. [1,4]
Oleh karena itu, leukospermia termasuk kondisi yang berpengaruh penting pada fertilitas pria[1, 4].
Leukospermia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi[1, 4]:
Infeksi di dalam saluran sistem genitourinari merupakan salah satu penyebab potensial leukospermia. Umumnya disebabkan oleh Escherichia coli, Mycoplasma, Ureaplasma, dan Chlamydia.
Infeksi genitourinari umumnya menimbulkan gejala, tapi pada sekitar 10% orang dewasa awal tidak menunjukkan gejala atau gejala yang timbul bersifat ringan[1].
Beberapa infeksi genital dapat menular melalui kontak seksual, sehingga pasien yang didiagnosis leukospermia dianjurkan melakukan tes urin untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi[1].
Faktor risiko leukospermia antara lain[4]:
Leukospermia dapat mengakibatkan kerusakan materi genetik dalam sperma, sehingga menyebabkan penurunan jumlah dan motilitas sperma.
Kondisi ini juga berhubungan dengan peningkatan nilai pH dan perubahan dalam warna dan viskositas cairan semen. Selain itu, cairan semen dapat menunjukkan hasil positif pada tes kultur bakteri[4].
Pasien leukospermia dapat dibedakan berdasarkan ada dan tidak adanya infeksi saluran genital. Infeksi genital dapat berupa uretritis, epididimitis, orchitis dan prostatitis[5].
Uretritis ialah infeksi pada uretra. Uretritis asimptomatik (tanpa gejala) merupakan kondisi langka yang terjadi hanya pada 5-10% kasus.
Epididimitis selalu simptomatik, orkitis (inflamasi pada testis) dapat tanpa gejala, sementara prostitis dapat menunjukkan gejala yang berbeda antar penderita satu dan lainnya[5].
Tidak adanya gejala bukan mengindikasikan tidak adanya proses inflamasi atau infeksi di dalam saluran urogenital. Namun beberapa studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara leukospermia signifikan dan infeksi yang menyebabkan[5].
Leukospermia dapat berhubungan dengan infeksi di dalam saluran genital dan urin yang dapat menyebabkan sakit, gangguan fungsi kelenjar aksesori seks, oklusi saluran dan masalah fertilitas, meliputi penurunan motilitas dan jumlah sperma[4].
Peningkatan jumlah sel darah putih yang berkaitan dengan peningkatan ROS ditemukan dalam cairan semen pada sekitar 30% pria infertil, bahkan dengan tidak adanya gejala inflamasi atau infeksi bakteri pada saluran genital[4].
ROS diketahui menyebabkan gangguan fungsi sperma melalui berbagai mekanisme meliputi peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan inaktivasi DNA yang mengakibatkan hilangnya potensi fertilisasi[3].
Diagnosis biasanya dilakukan dengan tes urin untuk mengecek adanya bakteri dan mikroorganisme lain yang menyebabkan kondisi. Pada kasus langka, kultur semen dapat diperlukan[6].
WHO menganjurkan pewarnaan peroksidase sebagai opsi diagnosis leukospermia. Peroksidase merupakan enzim yang memecah H2O2, membebaskan O2.
Molekul ini mengoksidasi derivat benzidine yang terdapat dalam larutan pewarna, yang mana precipitates sebagai warna coklat, memungkinkan sel-sel tersebut dikenali di bawah mikroskop cahaya[5].
Pengobatan untuk kondisi ini ditujukan pada penghilangan sel darah putih dari cairan semen. Dokter dapat meresepkan antibiotik atau antioksidan untuk menurunkan kerusakan DNA sperma terinduksi ROS dan meningkatkan fertilitas sperma[4, 6].
Berikut beberapa obat yang dapat membantu mengatasi leukospermia[1, 4]:
Pengobatan dengan antibiotik berkaitan dengan penurunan konsentrasi leukosit dan peningkatan tingkat fertilisasi. Biasanya pasangan dari pasien juga mendapatkan penanganan.
Umumnya, dokter meresepkan untuk 4-6 minggu sesi pengobatan dengan antibiotik spektrum luas, seperti erythromycin, trimethoprim-sulfamethoxadole, doxycycline, azithromycin, ofloxacin, atau quinocole.
Jika leukospermia belum membaik setelah penanganan, pengobatan selama 30 hari dengan obat NSAID (non-steroidal ant-inflammatory) dapat diberikan.
Antioksidan dapat menurunkan konsentrasi ROS dan meningkatkan jumlah penghitungan sperma. Pemberian ethylcysteine dan tocopherol (vitamin E) menunjukkan peningkatan fungsi sperma, tapi tidak meningkatkan motilitasnya.
Leukospermia dapat ditangani dengan memperbaiki abnormalitas pada saluran genitourinari yang dapat menyebabkan infeksi atau inflamasi.
Metode perbaikan meliputi varikokelektomi, operasi untuk memperbaiki varikokel, yang mana dapat meningkatkan produksi semen dan menurunkan sel darah putih di dalam semen.
Abnormalitas lain yang dapat ditangani meliputi obstruksi prostatik dengan infeksi dan valve uretra[1].
Selain pengobatan, berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan pasien untuk menghilangkan sel darah putih berlebihan dari cairan semen[1, 6]:
Pasien dianjurkan untuk melakukan analisis cairan semen kembali tiga bulan setelah pengobatan antibiotik selesai.
Jika leukospermia belum teratasi dengan baik, dapat dilakukan pengujian lain seperti kultur semen, tes antibodi anti sperma, X-ray pada saluran genitourinari, dan/atau tes aliran urin. [1]
Pada berbagai kasus, dianjurkan pengobatan selama 30 hari dengan NSAID[1].
Saat ini tidak terdapat cara pencegahan untuk leukospermia, akan tetapi dampaknya terhadap fertilitas dapat dicegah dengan pengobatan antibiotik.
Pencegahan lain dari dampak terhadap fertilitas meliputi [4]:
1. Anonim. Pyospermia. Cleveland Clinic; 2020.
2. Jae Hung Jung, Myung Ha Kim, Jiye Kim, Soon Koo Baik, Sang-Baek Koh, Hyun Jun Park, and Ju Tae Seo. Treatment of Leucocytospermia in Male Infertility: A Systematic Review. World Journal of Men’s Health; 2016.
3. Yilmaz, S., et.al. Effects of Leucocytospermia on Semen Parameter and Outcomes of Intracytoplasmic Sperm Injection. International Journal of Andrology; 2005.
4. Anonim. Leukospermia. Fertility Pedia; 2021.
5. Juan Sebastian Sandoval, Doug Raburn, and Suheil Muasher. Leukocytospermia: Overview of Diagnosis, Implications, and Management of a Controversial Finding. Middle East Fertility Society Journal; 2013.
6. Anonim. What is Leukocytospermia? Nova IVF Fertility; 2020.