Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang menyerang sel yang membantu tubuh untuk melawan infeksi, sehingga adanya virus ini akan membuat tubuh penderita menjadi rentan terhadap infeksi dan
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan kronis yang hingga kini telah merenggut hampir 33 juta jiwa masyarakat secara global [1].
Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan akses kesehatan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan yang efektif, HIV mulai dapat dikelola dengan lebih baik [1].
Dengan begitu, penderita HIV memiliki kemungkinan menjalani hidup dengan lebih panjang dan sehat, di mana data pada akhir tahun 2019 menunjukkan sekitar 38,0 juta orang hidup dengan kondisi HIV [1].
Meski telah banyak orang harus hidup dengan HIV, masih banyak mitos yang berkembang dimasyarakat secara umum.
Daftar isi
Pernyataan bahwa penderita HIV akan selalu meninggal adalah mitos, karena dengan pengobatan yang tepat penderita HIV bahkan dapat hidup normal [2].
Hal ini terjadi sejak ditemukannya metode pengobatan berupa terapi antiretroviral. Jadi, selama penderita HIV minum obat sesuai dengan resep dokter maka penderita HIV dapat menjalani hidup normal [2].
Penyataan bahwa penderita HIV/AIDS dapat diidentifikasi dengan hanya melihatnya adalah mitos. HIV/AIDS memang menunjukkan gejala namun, gejalanya ini hampir mirip dengan jenis infeksi lain yang lebih umum seperti demam, kelelahan, atau gejala ringan lainnya [2].
Namun untuk identifikasinya tidak bisa hanya dengan melihat saja, melainkan harus melalui proses diagnosis tertentu [2]. Mengingat, jika hanya melihat gejala yang terlihat maka banyak penyakit infeksi lain yang juga menunjukkan gejala yang sama.
Pernyataan yang menyatakan bahwa orang dengan kecenderungan seksual normal (heteroseksual) tidak perlu khawatir dengan HIV/AIDS adalah mitos [2].
Meskipun kasus HIV/AIDS lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kecenderungan seksual sesama jenis (homoseksual), namun orang dengan heteroseksual pun juga masih harus tetap waspada karena infeksi melalui penularan juga bisa terjadi [2].
Pada tahun 2016 sendiri, data menunjukkan 24 persen kasus HIV baru adalah orang yang heteroseksual [2].
Pernyataan bahwa penderita HIV tidak dapat memiliki anak yang sehat adalah mitos. Mengingat, dengan konsultasi dan penanganan medis yang tepat wanita penderita HIV dapat memiliki proses kehamilan dan kelahiran yang aman [2].
Adapun untuk menghindari risiko penularan ketika proses kelahiran, umumnya dokter akan menyarankan metode operasi Caesar. Dan setelah bayi lahir, risiko penularan juga dapat dicegah dengan pemberian susu formula untuk menggantikan ASI [2].
Pernyataan HIV akan selalu berkembang menjadi AIDS adalah tidak benar atau hanya mitos saja. Mengingat, HIV mungkin akan dapat berkembang menjadi AIDS, namun tidak semua orang yang positif HIV akan mengembangkan AIDS [2].
AIDS hanya akan terjadi jika sistem kekebalan tubuh menjadi lemah karena terus menerus diserang oleh infeksi HIV yang tidak diobati. Sebaliknya, jika infeksi HIV mendapat penanganan yang tepat secara dini, maka terjadinya AIDS dapat dicegah [2].
Pernyataan HIV bukanlah masalah besar karena pengobatan semakin modern adalah mitos. Metode pengobatan semakin hari memang semakin maju dan memberikan implikasi positif dalam penanganan infeksi HIV [2].
Namun, infeksi HIV tetaplah bukan masalah kesehatan yang ringan karena risiko komplikasi, penularan dan kematian yang angkanya masih signifikan [2].
Pernyataan dengan konsumsi obat PrEP, kondom tidak diperlukan lagi merupakan mitos. PrEP (profilaksis pra pajanan) sendiri adalah obat yang jika diminum setiap hari dapat mencegah infeksi HIV [2].
Namun, untuk pencegahan penularan HIV atau infeksi menular seksual lain, PrEP tetap harus digunakan bersama dengan praktik seks yang lebih aman termasuk dengan penggunaan kondom [2].
Mengingat, hasil penelitian menunjukkan setengah dari subjek yang hanya menggunakan PrEP mengalami infeksi menular seksual setelah 12 bulan [2].
Pernyataan orang yang didiagnosis HIV dengan hasil tes negatif boleh berhubungan seks tanpa kondom adalah mitos. Mengingat, seseorang yang didiagnosis HIV mungkin tes nya tidak akan menunjukkan hasil hingga tiga bulan kemudian [2].
Jadi, seseorang yang didiagnosis HIV harus tetap menggunakan kondom ketika berhubungan seksual dan melakukan tes HIV kedua kalinya setelah tiga bulan dari waktu pelaksanaan tes pertama [2].
Pernyataan bahwa pasangan yang keduanya positif HIV tidak perlu menggunakan kondom ketika berhubungan seksual adalah salah atau mitos saja [2].
Mengingat, pasangan yang keduanya positif HIV masih dapat menularkan jenis HIV yang berbeda ke pasangannya melalui hubungan seksual [2].
Jenis HIV yang berbeda ini merupakan jenis HIV yang resisten terhadap obat HIV. Kejadian yang jarang terjadi ini disebut juga sebagai superinfeksi. Untuk itu, CDC tetap merekomendasikan penggunaan kondom pada pasangan positif HIV setiap berhubungan seksual [2].
WHO telah mengelompokkan beberapa karakteristik yang masuk dalam populasi kunci peningkatan risiko HIV di semua negara dan wilayah. Adapun karakeritik populasi kunci rentan infeksi HIV meliputi [1]:
Seiring dengan berjalannya waktu, pelayanan pengobatan HIV menjadi semakin meningkat, baik efektivitas metode maupun jumlah pasien yang telah menerima pengobatan [1].
Data pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 68% orang dewasa dan 53% anak telah menerima terapi antiretroviral. Bahkan pada tahun 2020, terjadi peningkatan jumlah orang yang telah menerima terapi antiretroviral sebesar 2,4 % dari tahun 2009 [1].
Seorang wanita positif HIV tetap dapat mencegah penularan HIV ke bayinya dengan penanganan medis tertentu. Dokter akan membantu pencegahan penularan HIV dengan penanganan medis yang tepat selama proses kehamilan, kelahiran dan pasca kelahiran [2].
Data menunjukkan, 85% wanita hamil dan menyusui telah menerima terapi antiretroviral untuk mencegah penularan HIV ke bayinya [1]. Selain itu, operasi caesar mungkin juga dilakukan untuk mencegah penularan ketika proses kelahiran [2].
Metode pengobatan HIV berupa terapi antiretroviral diketahui dapat menurunkan angka kematian hingga 51%, di mana 15,3 juta jiwa terselamatkan dalam rentang tahun 2000 hingga 2019 [1].
Selain itu, terapi antiretroviral ini juga menurunkan kasus infeksi baru yang mencapai 39%, dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2019 [1].
Obat untuk infeksi HIV hingga kini masih belum ditemukan. Terapi antiretroviral sendiri hanya berfungsi untuk mengendalikan virus dan mencegah penularan pada orang lain [1].
Jadi, seseorang harus tetap mengonsumsi obat HIV seumur hidupnya agar tetap dapat hidup dengan normal [2].
Seseorang tidak dapat tertular HIV hanya dengan kontak fisik biasa seperti memeluk atau berjabat tangan dengan seseorang yang positif HIV. Namun, HIV ini dapat menular melalui [3, 4]:
Infeksi HIV dapat terjadi pada semua orang, baik pria, wanita maupun anak anak. Kecenderungan seksual pun baik heteroseksual maupun homoseksual sama sama dapat terinfeksi HIV [3].
Meskipun kasus terbanyak terjadi pada homoseksual, dimana menyumbangkan kasus HIV baru sebesar 25.700 kasus setiap tahunnya [3].
Semua ras diketahui dapat terinfeksi HIV, namun ras Afrika-Amerika memang memiliki risiko yang lebih tinggi disbanding ras lain [3].
HIV/AIDS yang tidak ditangani dengan tepat akan dapat menimbulkan komplikasi berupa [4]:
AIDS merupakan tahapan infeksi terakhir dari HIV yang mengakibatkan sistem kekebalan tubuh rusak hingga tubuh tidak akan dapat melawan infeksi oportunistik [5].
Jika AIDS terdiagnosis dan jumlah CD4 kurang dari 200 sel per milimeter kubik maka infeksi oportunistik telah terjadi. Penderita AIDS hanya akan dapat bertahan selama kurang lebih tiga tahun, jika tanpa melakukan pengobatan apapun [5].
Obat HIV diketahui telah terbukti mampu membuat penderita HIV hidup normal dan mengurangi risiko penularan. Namun, pada beberapa kasus, efek samping mungkin ditimbulkan oleh konsumsi obat HIV tersebut [5].
Sebagian besar, efek sampingnya sederhana dan dapat ditangani, namun beberapa kasus terjadi efek samping yang serius. Seiring dengan perkembangan metode pengobatan yang semaki meningkat, kemungkinan efek samping obat HIV akan dapat berukurang [5].
1. Anonim. HIV/AIDS. WHO; 2020.
2. Anna Schaefer & Daniel Murrell, M.D. 9 Myths About HIV/AIDS. Healthline; 2020.
3. Anonim. Living With HIV and AIDS: Myths and Facts. WebMD; 2021.
4. Staff Mayo Clinic. HIV/AIDS. Mayo Clinic; 2021.
5. Anonim. Understanding HIV. HIV Info, National Institutes of Health; 2020.