Daftar isi
Post-Traumatic Stress Disorder atau PTSD merupakan suatu kondisi stres pasca trauma di mana hal ini berdampak pada kesehatan mental seseorang [1,2,5,6,7,10] .
Kondisi mental seseorang tidak lagi sama usai mengalami atau bahkan menjadi saksi dari suatu peristiwa yang buruk.
Meski sang penderita akan teringat pada peristiwa-peristiwa traumatis pada gangguan mental dan kecemasan ini, tak semua orang yang teringat pada kejadian traumatis berarti memiliki kondisi PTSD.
Tinjauan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kondisi mental seseorang yang terganggu karena mengalami kejadian traumatis.
Seperti telah disebutkan sepintas, seseorang yang melalui masa-masa kurang mengenakkan atau bahkan menyaksikan suatu peristiwa yang buruk berisiko memiliki PTSD.
Beberapa faktor yang mampu menjadi penyebab tunggal atau kombinasi dari sebuah kondisi PTSD [1,4,6,7,8,9] :
PTSD adalah kondisi mental yang dapat dialami oleh siapapun tanpa memandang usia dan berikut ini adalah sejumlah faktor yang mampu meningkatkan potensi PTSD pada seseorang [1,2,3,4,5,6,7] :
Tinjauan Penyebab PTSD pada umumnya meliputi kepribadian bawaan (tertutup atau temperamental), riwayat gangguan kesehatan mental pada anggota keluarga, gangguan fungsi otak, serta pengalaman buruk/traumatis.
Pada umumnya, gejala-gejala PTSD akan timbul sekitar sebulan setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis.
Beberapa gejala dapat menjadi masalah yang cukup berpengaruh pada kehidupan sosial dan pekerjaan sehari-hari.
Gejala PTSD terbagi menjadi beberapa jenis kondisi, yaitu sebagai berikut :
1. Penghindaran
Orang-orang dengan kondisi PTSD umumnya akan menghindari topik atau hal-hal yang mengingatkan mereka terhadap peristiwa traumatis yang pernah dialami atau disaksikan [1,5,6,7].
Penderita akan menghindari aktivitas, tempat-tempat, hingga orang-orang yang mengingatkannya pada peristiwa tak mengenakkan yang ia alami atau saksikan.
Penderita juga akan menghindari berpikir serta erbicara tentang peristiwa tersebut agar mereka tidak lagi teringat akan hal itu.
2. Memori atau Ingatan yang Mengganggu
Penderita biasanya juga mengalami gejala-gejala yang berhubungan dengan ingatan/memori mengganggu, seperti [1,5,6,7] :
3. Perubahan Reaksi Emosi dan Fisik
Reaksi fisik dan emosional penderita PTSD akan sangat nampak perubahannya, seperti misalnya [1,5,6,7] :
4. Perubahan Suasana Hati dan Cara Berpikir ke Arah Negatif
Selain reaksi fisik dan emosional yang berubah, penderita PTSD akan menunjukkan cara pikir serta suasana hati yang berubah menjadi terlalu negatif seperti [1,5,6,7] :
Untuk anak-anak yang bahkan berusia 6 tahun ke bawah, PTSD sangat mungkin dialami oleh mereka dengan gejala yang tak jauh berbeda dari apa yang dialami orang dewasa [6].
Anak-anak akan mudah bermimpi buruk terkait peristiwa traumatis yang pernah ia alami atau saksikan.
Jika orang dewasa di sekitarnya cukup jeli dan peka, anak-anak dengan PTSD pada usia tersebut juga akan lebih sering memeragakan ulang peristiwa traumatis yang ia alami atau lihat melalui aktivitas permainan yang mereka lakukan.
Kapan sebaiknya memeriksakan diri?
Intensitas gejala pada masing-masing individu penderita PTSD tentu tidaklah sama.
Hanya saja, seseorang dengan pengalaman buruk yang lebih banyak berkemungkinan lebih besar memiliki gejala dengan intensitas lebih tinggi.
Jika gejala-gejala berupa perasaan, suasana hati hingga pikiran yang mengganggu sampai menghambat rutinitas selama berminggu-minggu (setidaknya sebulan), segera periksakan diri ke dokter.
Buatlah janji dan temui dokter ahli kesehatan mental, seperti psikiater atau psikolog untuk dapat membantu secara lebih tepat.
Deteksi dan penanganan dini pada kondisi PTSD mampu meminimalisir risiko memburuknya gejala.
Bagi anggota keluarga maupun teman yang mengetahui bahwa ada orang terdekat dengan gejala PTSD dan memiliki keinginan untuk bunuh diri, segera cari pertolongan.
Tinjauan Gejala PTSD dibagi menjadi empat jenis kondisi, yaitu penghindaran dari segala yang berkaitan dengan peristiwa traumatis, perubahan suasana hati dan perilaku, perubahan reaksi fisik dan emosi, serta memori/ingatan yang terganggu.
Dalam mendiagnosa kondisi gejala pasien dan memastikan kondisi PTSD pada pasien, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Fisik
Dokter perlu mengetahui apakah pasien memiliki masalah kesehatan sehingga timbul gejala yang mengarah pada PTSD.
Pemeriksaan fisik dilakukan lebih dulu oleh dokter umum dan bila tidak ditemukan adanya penyakit fisik, biasanya dokter kemudian merujukkan pasien ke dokter ahli kejiwaan secara langsung [1,5,6].
2. Evaluasi Psikologis
Dokter akan melakukan pemeriksaan ini dengan melakukan diskusi langsung bersama pasien dan memberikan sejumlah pertanyaan seputar gejala yang dialami serta peristiwa yang berpotensi membuat pasien mengalami gejala tersebut [1,5,6,7,8].
Beberapa kriteria yang digunakan dokter atau seorang psikiater dalam mendiagnosa PTSD pada pasien adalah sebagai berikut [1,2] :
Gejala yang dialami oleh pasien untuk dapat didiagnosa sebagai kondisi PTSD harus berlangsung 1 bulan atau lebih [7].
Gejala juga positif mengarah pada PTSD jika sampai aktivitas harian pasien terganggu, khususnya saat sekolah, bekerja, hingga berinteraksi sosial.
Tinjauan Pemeriksaan fisik dan evaluasi psikologis adalah metode diagnosa yang umumnya dokter dan/atau psikiater gunakan dalam memastikan bahwa gejala yang dikeluhkan pasien adalah PTSD.
Terdapat beberapa metode penanganan PTSD yang umum diberikan oleh dokter agar pasien dapat mengendalikan gejala dengan lebih baik dan mencegah gejala menghambat aktivitas sehari-hari.
Di bawah ini adalah beberapa metode pengobatan yang dimaksud dan penting untuk ditempuh oleh pasien setelah didiagnosa PTSD.
1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi wajib yang dijalani oleh pasien PTSD.
Beberapa terapi yang tergolong psikoterapi dan mampu membantu pasien dalam mengatasi gejala-gejala yang dikeluhkan antara lain :
Psikoterapi tak hanya dapat diterapkan pada pasien PTSD usia dewasa, anak-anak pun dapat diterapi menggunakan metode ini yang tentunya orang tua anak tersebut harus berkonsultasi lebih dulu dengan psikiater atau psikolog.
2. Obat-obatan
Selain psikoterapi, dokter kemungkinan akan meresepkan obat-obatan yang disesuaikan dengan gejala pasien :
Pasien dapat berkonsultasi langsung dengan dokter mengenai penggunaan obat yang tepat sekaligus mendiskusikan efek samping dari obat-obat yang diresepkan.
Jika dalam beberapa minggu penggunaan obat resep tidak membantu gejala menjadi lebih baik, maka segera datang kembali dan konsultasikan dengan dokter.
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara obat dan psikoterapi seringkali diperlukan agar pasien dapat lebih baik secara mental maupun fisik [1,6,7,9,10].
Psikoterapi akan membantu agar pola pikir, perasaan, dan perilaku pasien menjadi lebih positif dengan menghadapi gejala dan segala ingatan mengenai peristiwa traumatis yang pernah dialami.
Psikoterapi juga akan membantu pasien dalam mengendalikan maupun mengatasi gejala ketika timbul kembali di waktu mendatang.
Sementara pemberian obat-obatan akan meredakan rasa cemas, depresi, serta mimpi buruk dan menjadikan pasien lebih tenang.
Tinjauan Psikoterapi, obat-obatan (anticemas dan antidepresan) serta kombinasi keduanya adalah metode pengobatan yang umum diberikan pada pasien PTSD.
Pada beberapa pasien PTSD, beberapa bentuk komplikasi yang dapat terjadi ketika kondisi gejala memburuk atau tidak segera ditangani adalah [7] :
Tinjauan Gangguan kecemasan, kesehatan fisik yang menurun, kecanduan zat tertentu, dan depresi berat hingga timbul keinginan bunuh diri adalah beberapa komplikasi PTSD yang perlu diwaspadai.
Pencegahan PTSD dapat dilakukan dalam tiga cara di mana yang pertama mencegah peristiwa traumatis itu sendiri agar tidak terjadi [6].
Upaya kedua adalah mencegah perkembangan PTSD setelah terjadinya peristiwa traumatis.
Upaya ketiga adalah mencegah gejala awal PTSD yang telah timbul untuk tidak menjadi lebih buruk.
Pencegahan PTSD perlu dilakukan dengan psikoedukasi mengenai teknik relaksasi, cara mengurangi kecemasan, serta respon terhadap stres yang benar dan positif.
Psikoedukasi juga meliputi strategi bagaimana mengendalikan serta mengatasi ketegangan fisik, emosi dan pola pikir.
Dengan adanya psikoedukasi, seseorang dapat lebih baik dalam berperilaku dan mengendalikan emosi terutama di kala stres.
Pencegahan PTSD juga dapat dilakukan secara farmakologis yang telah terbukti ampuh efektif dalam mengatasi gejala awal setelah peristiwa traumatis dialami.
Obat alpha dan beta-blockers yang tergolong obat simpatolitik diketahui memiliki efektivitas tinggi dalam membantu pencegahan PTSD (tentunya dengan konsultasi lebih dulu dengan dokter).
Tinjauan Pencegahan PTSD dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu psikoedukasi dan juga secara farmakologis sebelum peristiwa traumatis terjadi, setelah peristiwa traumatis, dan/atau setelah gejala awal PTSD terjadi.
1. Jonathan I Bisson, Sarah Cosgrove, Catrin Lewis & Catrin Lewis. Post-traumatic stress disorder. British Medical Journal; 2015.
2. Nurul Fatin & dr. Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ. Post Traumatic Stress Disorder pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas. SIM DOSEN Universitas Udayana; 2016.
3. Ahmad Ali Rahmadian, Furqon ., Syamsu Yusuf L.N, Nandang Rusmana, & Louis L. Downs. Prevalensi PTSD dan Karakteristik Gejala Stres PascaTrauma pada Anak dan Remaja Korban Bencana Alam, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran; 2016.
4. Putu Dian Savitri Irawan, Soetjiningsih Soetjiningsih, IGA Trisna Windiani, I Gst Ag Sugitha Adnyana, & IGA Endah Ardjana. Skrining Stres Pascatrauma pada Remaja dengan Menggunakan Post Traumatic Stress Disorder Reaction Index. Sari Pediatri; 2016.
5. Cynthia L. Lancaster, Jenni B. Teeters, Daniel F. Gros, Sudie E. Back, Frances Kay Lambkin, & Emma Barrett. Posttraumatic Stress Disorder: Overview of Evidence-Based Assessment and Treatment. Journal of Clinical Medicine; 2016.
6. Xue-Rong Miao, Qian-Bo Chen, Kai Wei, Kun-Ming Tao, & Zhi-Jie Lu. Posttraumatic stress disorder: from diagnosis to prevention. Military Medical Research; 2018.
7. National Collaborating Centre for Mental Health (Great Britain). Post-Traumatic Stress Disorder: The Management of PTSD in Adults and Children in Primary and Secondary Care. Leicester (UK): Gaskell; 2005.
8. Li Ning, PhD, Suzhen Guan, PhD, & Jiwen Liu, PhD. Impact of personality and social support on posttraumatic stress disorder after traffic accidents. Medicine (Baltimore); 2017.
9. Vitor Crestani Calegaro, Pedro Henrique Canova Mosele, Bianca Lorenzi Negretto, Angelo Batista Miralha da Cunha, Lucia Helena Machado Freitas, & Alexandra Kavushansky. The role of personality in posttraumatic stress disorder, trait resilience, and quality of life in people exposed to the Kiss nightclub fire. PLoS One; 2019.
10. Javier Iribarren, Paolo Prolo, Negoita Neagos, & Francesco Chiappelli. Post-Traumatic Stress Disorder: Evidence-Based Research for the Third Millennium. Hindawi; 2005.