Daftar isi
Retardasi mental merupakan kondisi yang juga dikenal dengan istilah gangguan intelektual di mana perkembangan mental terhenti karena otak mengalami gangguan [1,2,4,5,6].
Hal ini utamanya ditandai dengan nilai IQ (Intelligence Quotients) pada seseorang berada di bawah rata-rata.
Setiap orang pasti memiliki IQ, yaitu kemampuan berpikir, berencana, memecahkan masalah, menalar, memahami ide, dan belajar sesuatu.
Kemampuan ini adalah yang paling sering digunakan karena akan melibatkan logika dalam proses pemecahan masalah.
Tinjauan Retardasi mental atau gangguan intelektual adalah kondisi otak yang perkembangannya mengalami gangguan dan ditandai dengan nilai IQ rendah (di bawah rata-rata).
Ada empat tahap atau tingkat gangguan intelektual utama berdasarkan tingkat penyesuaian sosial dan IQ anak, yaitu sebagai berikut [1,3,5,6].
Pada jenis gangguan intelektual atau retardasi mental ringan, kondisi ini ditandai dengan beberapa hal, antara lain adalah :
Pada kasus retardasi mental sedang, beberapa kondisi berikut dapat terjadi pada penderitanya :
Pada kasus retardasi mental yang berat, beberapa kondisi berikut menjadi tandanya :
Pada kasus jenis retardasi mental yang dalam, beberapa kondisi berikut menjadi tandanya :
Ada beberapa anak yang mengalami gangguan intelektual tapi jenis kondisinya tidak terspesifikasi.
Terdapat gejala, hanya saja dokter tak mampu mengidentifikasi tingkat gangguan intelektual manakah yang dialami pasiennya.
Pada kondisi retardasi mental yang tidak terspesifikasi, dokter juga tidak memperoleh informasi secara cukup untuk menentukan tingkat gangguan.
Jenis kondisi ini biasanya ditandai dengan cacat atau gangguan fisik yang nampak.
Bahkan pada beberapa kasus, penderita diketahui mengalami kehilangan pendengaran.
Pada pasien dengan kondisi tersebut, biasanya hal ini menjadi alasan bagi dokter untuk tidak melakukan tes skrining/pemindaian pada pasien.
Tinjauan Terdapat empat tingkatan utama pada kondisi retardasi mental, yaitu retardasi mental ringan, sedang, berat, dan dalam (profound). Namun selain itu, ada pula retardasi mental yang tidak terspesifikasi serta retardasi mental lainnya yang berhubungan dengan cacat fisik penderita.
Gangguan kondisi otak menjadi faktor utama terjadinya retardasi mental.
Beberapa faktor berikut pun diketahui mampu meningkatkan risiko retardasi mental, yaitu [1,2,3,4,5,6] :
Meski terdapat beberapa kemungkinan faktor peningkat risiko retardasi mental pada anak, dua pertiga kasus anak dengan retardasi mental tidak diketahui penyebabnya.
Tinjauan Faktor genetik dan lingkungan menjadi faktor paling berpengaruh pada perkembangan risiko retardasi mental seorang anak. Namun pada orang dewasa, faktor cedera dan penyakit tertentu mampu menjadi penyebab gangguan pada otak yang menimbulkan retardasi mental.
Gejala retardasi mental tergantung dari tingkat gangguan intelektual yang dialami, namun secara umum berikut ini adalah tanda yang para orangtua patut waspadai [1,3,4,5,6] :
Untuk mendiagnosa apakah dari gejala yang dialami merupakan hal yang menunjukkan bahwa pasien mengalami retardasi mental, maka biasanya beberapa metode diagnosa berikut diterapkan dokter.
Dokter perlu mengetahui kondisi fisik pasien sekaligus riwayat gejala dan riwayat medis yang dimiliki pasien sekaligus keluarga pasien [1,3,4,5,6].
Hal ini untuk mengetahui apakah terdapat faktor genetik yang berpengaruh pada kondisi pasien.
Selain mengajukan pertanyaan seputar gejala dan riwayat medis pasien serta keluarga pasien, dokter juga akan mengobservasi pasien langsung [1,6].
Metode observasi meliputi tes kemampuan penyesuaian diri untuk melihat bagaimana pasien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta tes intelektual.
Dari hasil observasi biasanya akan dapat diketahui apakah pasien mengalami retardasi mental, yaitu ketika nilai IQ terbukti berada di bawah rata-rata dan ketika kemampuan penyesuaian dirinya tergolong rendah atau buruk.
Bila diperlukan untuk penegakan diagnosa lebih lanjut, sejumlah metode diagnosa penunjang akan diterapkan oleh dokter.
Kedua jenis tes tersebut dokter rekomendasikan sebagai tes penunjang untuk mendeteksi adanya kelainan genetik ataupun metabolik di dalam tubuh pasien.
Melalui tes laboratorium dan pemindaian, dokter juga akan dapat mengetahui adanya gangguan pada otak pasien.
Tes laboratorium biasanya meliputi tes urine dan darah, sedangkan tes pemindaian meliputi pemeriksaan MRI dan CT scan [1,4,6].
Tes lainnya yang kemungkinan diperlukan adalah pemeriksaan aktivitas listrik otak yang juga disebut dengan istilah electroencephalography (EEG) [1,6].
Dokter perlu merekam aktivitas listrik pada otak pasien untuk kemudian hasil gambarnya dianalisa lebih lanjut.
Jadi sebelumnya, kulit kepala pasien akan ditempel dengan elektroda atau cakram logam kecil yang berguna sebagai detektor aktivitas listrik di otak.
Untuk menentukan seorang dewasa mengalami retardasi mental atau tidak, kenali beberapa kriteria yang umumnya menjadi pertimbangan dokter saat pemeriksaan [3].
Tinjauan Metode diagnosa yang digunakan untuk memeriksa pasien dengan gejala retardasi mental antara lain adalah pemeriksaan riwayat medis pasien sekaligus orang tua pasien, observasi, tes laboratorium, tes pemindaian, dan electroencephalography jika diperlukan.
Penanganan terbaik bagi penderita retardasi mental adalah melalui terapi yang membantu supaya perkembangan kondisi tidak semakin buruk.
Pasien juga perlu menjalani terapi khusus supaya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan serta beradaptasi lebih mudah [4,7].
Kedua terapi tersebut adalah metode yang diterapkan dokter kepada pasien sebagai pengendali gejala.
Tidak hanya ditujukan bagi pasien dengan kesulitan bicara, metode terapi tersebut juga bertujuan membimbing keluarga pasien untuk memahami lebih baik kondisi pasien.
Orang tua pasien juga dapat terlibat dalam pemulihan serta perkembangan kondisi pasien melalui upaya sebagai berikut :
Tersedianya terapi ini juga akan menjadi pertolongan bagi pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari menjadi lebih mudah.
Tinjauan Terapi semacam Individualized Family Service Plan (IFSP) dan Individualized Education Program (IEP) adalah penanganan pasien retardasi mental yang juga melibatkan peran keluarga agar kondisi pasien mengalami kemajuan.
Pada retardasi mental yang sudah terlampau parah, seperti halnya tingkat retardasi mental yang dalam (profound intellectual disability), risiko komplikasi berikut semakin besar untuk terjadi [1,8,10] :
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang awalnya terjadi pada janin yang mengalami gangguan perkembangan otak.
Oleh karena itu, pencegahan dapat dimulai dari edukasi publik mengenai segala hal yang perlu dilakukan selama perencanaan kehamilan, selama kehamilan, dan bahkan setelah hamil [9].
Melakukan konseling genetik, perawatan prenatal yang benar, diagnosa antenatal, serta pemindaian/tes skrining neonatal adalah bentuk upaya menjaga perkembangan mental anak agar tetap normal.
Selain itu, penting untuk melakukan pencegahan retardasi mental, terutama para ibu hamil dengan berbagai langkah-langkah lain seperti :
Karena retardasi mental dapat terjadi karena cedera di bagian kepala, maka melindungi diri dengan mengenakan perlengkapan lengkap saat berkendara atau berolahraga sangat penting.
Perlu diketahui pula bahwa faktor genetik yang memengaruhi tingkat kecerdasan dan perkembangan otak anak hanya 30-40% karena faktor lingkungan serta pemenuhan nutrisi selama anak masih di dalam kandungan berperan lebih besar [2].
Tinjauan Pemahaman atau edukasi awal mengenai potensi retardasi mental pada anak melalui konseling genetik serta bagaimana menjaga kehamilan yang tepat sangat penting dalam menurunkan risiko gangguan intelektual ini.
1. Keun Lee & Marco Cascella; Raman Marwaha. Intellectual Disability. National Center for Biotechnology Information; 2020.
2. Imas Cahyaning Pratiwi, Oktia Woro Kasmini Handayani, & Bambang Budi Raharjo. Kemampuan Kognitif Anak Retardasi Mental Berdasarkan Status Gizi. Public Health Perspective Journal Universitas Negeri Semarang; 2017.
3. Reschly DJ, Myers TG, & Hartel CR. Mental Retardation: Determining Eligibility for Social Security Benefits Chapter 1 Introduction. Washington (DC): National Academies Press (US); 2002.
4. Natasha Marrus, M.D., & Ph.D. and Lacey Hall, M.S. Intellectual Disability and Language Disorder. HHS Public Access; 2017.
5. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine, Institute of Medicine, Board on Children, Youth, and Families, Board on the Health of Select Populations, & Committee to Evaluate the Supplemental Security Income Disability Program for Children with Mental Disorders. Mental Disorders and Disabilities Among Low-Income Children, Clinical Characteristics of Intellectual Disabilities. Washington (DC): National Academies Press (US); 2015.
6. Stephen Brian Sulkes , MD. Intellectual Disability. MSD Manual; 2020.
7. Cheng Thao, M.S. & Min Wu, Ph.D. A Hand-held Application for Individual Family Service Plan (IFSP). AMIA Annual Symposium Proceedings Archive; 2006.
8. M Molteni & G Moretti. Minor Psychiatric Disorders as Possible Complication of Mental Retardation. Psychopathology; 1999.
9. C S Bartsocas. Prevention of Mental Retardation. Paediatrician; 1982.
10. J K Roberts. Neuropsychiatric Complications of Mental Retardation. The Psychiatric Clinics of North America; 1986.