Penyakit & Kelainan

Sindrom Bloch-Sulzberger : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sindroma Bloch-Sulzberger adalah suatu kondisi genetik yang menyebabkab munculnya lepuh pada area batang tubuh dan alat gerak sesaat setelah lahir, yang kemudian sembuh, dan meninggalkan bekas berwarna

Apa Itu Sindrom Bloch-Sulzberger?

Sindrom Bloch-Sulzberger atau yang juga dikenal dengan istilah incontinentia pigmenti merupakan sebuah penyakit genetik yang ditandai dengan luka atau lesi yang timbul lalu berkembang setelah bayi lahir [1,2,3,4,5,6].

Lesi ini muncul pada tubuh dan tungkai namun kemudian akan sembuh dengan sendirinya [2,3,6].

Meski demikian, hiperpigmentasi dapat terjadi sebagai akibatnya, yakni corak bekas luka yang berwarna lebih gelap dari warna kulit mirip berbentuk lingkaran mirip marmer [1,2,3,4].

Tinjauan
Sindrom Bloch-Sulzberger atau incontinentia pigmenti adalah penyakit genetik di mana lesi hiperpigmentasi timbul dan berkembang dari bayi lahir atau setelah bayi lahir.

Fakta Tentang Sindrom Bloch-Sulzberger

  1. Garrod adalah orang yang pertama kali memperkenalkan dan menemukan sindrom Bloch-Sulzberger pada tahun 1903. Sementara itu di tahun 1926, Sulzberger adalah orang yang pertama kali mengenali patogenesis pada sindrom ini [1].
  2. Sindrom Bloch-Sulzberger adalah salah satu jenis penyakit langka yang bersifat autosomal dominan dan berkaitan dengan kromosom X [1,2].
  3. Dari seluruh dunia, hanya terdapat sekitar 800-1.200 kasus yang dilaporkan dengan perkiraan prevalensi 1 dari 40.000 anak [1].
  4. Sindrom Bloch-Sulzberger termasuk penyakit yang sulit didiagnosa walaupun gejala-gejalanya muncul pada awal kelahiran bayi [1].
  5. Prevalensi sindrom Bloch-Sulzberger jauh lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki, yakni 20:1 [1].
  6. Di Indonesia, data prevalensi sindrom Bloch-Sulzberger belum diketahui secara pasti.

Penyebab Sindrom Bloch-Sulzberger

Mutasi genetik menjadi penyebab utama sindrom Bloch-Sulzberger meskipun sebab dari terjadinya mutasi itu sendiri belum diketahui [1,2,3,4].

Mutasi terjadi pada gen NEMO atau IKBKG; kini disebut dengan IKBKG, yaitu kode genetik untuk protein yang mengatur protein-protein lainnya dalam melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan [1,2,3].

Kelainan ini disebabkan oleh kelainan atau kecacatan pada kromosom X sehingga sindrom Bloch-Sulzberger lebih berpotensi dialami oleh bayi perempuan [1,2,3].

Tinjauan
Mutasi gen NEMO (sekarang disebut dengan IKBKG) menjadi penyebab utama sindrom Bloch-Sulzberger.

Gejala Sindrom Bloch-Sulzberger

Sindrom Bloch-Sulzberger dapat menimbulkan gejala-gejala fisik yang nampak pada bayi baru lahir, terutama bagian kulit, rambut, mata, kuku dan gigi.

Gejala pada Kulit

Perubahan pada kulit adalah tanda utama pada kondisi sindrom Bloch-Sulzberger yang dibagi menjadi 4 tahap kondisi menurut usia dan tingkat keparahan luka pada kulit [1,2,3,4].

Umumnya lesi atau luka akan nampak pada tungkai dan lengan dalam bentuk lingkaran, namun selain itu juga dapat timbul di bagian kulit kepala serta wajah [1,2,3,4].

Gejala pada Rambut

Penderita sindrom Bloch-Sulzberger sekitar 50% mengalami kebotakan atau alopecia [2].

Biasanya pada penderita dengan kondisi alopecia ini, terdapat 2 buah lesi yang kemudian meninggalkan bekas luka [2].

Kebotakan disertai dengan pertumbuhan rambut yang berbeda dari anak-anak pada umumnya karena rambut cenderung keriting, kusam (tidak berkilau) serta bertekstur kasar [2,3,4].

Gejala pada Mata

Selain kulit, sindrom Bloch-Sulzberger dapat menyebabkan keabnormalan pada bagian mata, seperti mata yang terlalu kecil dari normalnya saat bayi lahir [1,2,3,4].

Kelainan pada perkembangan pembuluh darah pada membran lapisan retina bisa menjadi penyebab dibalik hal ini [2].

Untuk itu, penanganan sangat diperlukan segera pada bayi yang lahir dengan kelainan seperti ini atau risiko ablasi retina semakin tinggi [2,3,4].

Bila tak cepat ditangani, ablasi retina dapat terjadi dan berakibat pada gangguan penglihatan permanen atau bahkan kebutaan total [2,4].

Gejala pada Gigi

Kelainan lainnya yang menunjukkan bahwa seorang anak mengalami sindrom Bloch-Sulzberger terdapat pada gigi [1,2,3,4].

50-75% pasien sindrom Bloch-Sulzberger memiliki kontur gigi yang abnormal di mana gigi yang tumbuh berbentuk kerucut [2].

Kelainan pada gigi juga ditandai dengan gigi tumbuh dengan ukuran terlampau kecil (mikrodontia) atau justru tidak adanya pembentukan benih gigi sama sekali (anodontia) [1,2,3].

Gejala pada Kuku

Selain mata, rambut, kulit dan gigi, kuku penderita sindrom Bloch-Sulzberger juga mengalami kelainan yang disebut juga dengan onychogryphosis [2,3,4].

Onychogryphosis sendiri adalah kondisi kuku yang menebal dan tampak lebih besar dari normalnya [2,3,4].

Selain penebalan kuku, penderita sindrom Bloch-Sulzberger juga memiliki kuku yang bergerigi atau bahkan lahir tanpa kuku sama sekali pada kaki dan tangan [1,2,3,4].

Gejala Lainnya

Sindrom Bloch-Sulzberger dapat menimbulkan sejumlah gejala lain, seperti kelainan pada perkembangan payudara, seperti ketiadaan payudara atau bahkan perkembangan puting yang berlebihan [2,3,4].

Tinjauan
Gejala sindrom Bloch-Sulzberger meliputi kelainan pada kulit, rambut, mata, kuku, gigi hingga pertumbuhan payudara yang abnormal.

Pemeriksaan Sindrom Bloch-Sulzberger

Walau sulit terdiagnosa, bukan berarti sindrom Bloch-Sulzberger sama sekali tidak dapat didiagnosa.

Beberapa metode diagnosa yang dokter umumnya lakukan untuk memastikan kondisi sindrom Bloch-Sulzberger dan juga menentukan pengobatannya antara lain :

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Dokter seperti biasa akan memeriksa fisik pasien lebih dulu, di mana dalam hal ini dokter akan mengecek kondisi fisik bayi yang baru lahir [1,2,3].

Karena penyakit genetik atau bawaan lahir kerap berhubungan dengan faktor keturunan, maka dokter kemungkinan akan menanyakan riwayat kesehatan pasien (untuk anak yang sudah lebih besar) maupun keluarga pasien [1,2,3].

  • Tes Genetik Molekular

Untuk memastikan adanya kondisi mutasi gen IKBKG, maka tes genetik molekuler mungkin akan direkomendasikan oleh dokter [2,3,5].

Agar dokter dapat mengonfirmasi sindrom Bloch-Sulzberger, dokter juga akan menerapkan biopsi kulit, yakni pengambilan sampel jaringan kulit pasien [2,3,5].

Sampel ini kemudian dibawa dokter ke laboratorium supaya dapat menganalisanya secara detail [2,3,5].

Kriteria Utama Pasien Didiagnosa Sindrom Bloch-Sulzberger

Dokter menggunakan 4 kriteria utama berikut untuk memastikan bahwa pasien menderita penyakit sindrom Bloch-Sulzberger [3].

  • Eritema terjadi pada bayi usia hitungan minggu hingga 24 bulan di mana kondisi ini diikuti dengan timbulnya lesi pada tubuh namun tidak terdapat pada wajah yang sangat jelas.
  • Lesi verukosa yang umumnya terjadi pada anggota tubuh bayi yang baru lahir hingga usia 24 bulan.
  • Garis dan lingkaran hiperpigmentasi yang umumnya tampak pada area tungkai dan lengan; kemunculan gejala ini terjadi pada bayi usia 4 bulan hingga 16 tahun di mana hiperpigmentasi memudar ketika anak memasuki usia remaja.
  • Hipopigmentasi, yaitu tahap di mana kulit penderita lebih pucat, tampak bercak-bercak yang lebih terang daripada warna kulit alami, serta tidak memiliki rambut. Gejala ini terjadi pada pasien usia remaja hingga dewasa.

Kriteria Minor Pasien Didiagnosa Sindrom Bloch-Sulzberger

Sementara itu, kriteria minor atau kriteria pendukung seseorang dapat didiagnosa dengan sindrom Bloch-Sulzberger adalah [3] :

  • Riwayat keluarga; keabnormalan kromosom X yang diturunkan atau adanya riwayat sang ibu pasien yang pernah beberapa kali mengalami keguguran saat hamil.
  • Neovaskularisasi perifer.
  • Onychogryposis (kuku menebal) atau kuku bergerigi.
  • Alopecia atau kebotakan dengan disertai rambut yang kasar.
  • Anodontia atau mikrodontia.

Tahap Kondisi Sindrom Bloch-Sulzberger

Terdapat 4 tahap kondisi sindrom Bloch-Sulzberger yang perlu diketahui menurut tingkatan usia penderitanya, yaitu [2,3] :

  • Tahap I, yakni ketika kondisi sindrom Bloch-Sulzberger muncul pada usia bayi yang masih sangat muda; biasanya nampak sejak lahir atau di minggu-minggu pertama sejak kelahiran yang ditandai dengan eritema atau radang kemerahan pada kulit, lesi atau lepuhan (termasuk di bagian kulit kepala namun nantinya dapat memudar dan kambuh kembali).
  • Tahap II, yakni ketika kondisi sindrom Bloch-Sulzberger muncul saat lahir hingga usia beberapa minggu setelah bayi lahir. Kondisi ini ditandai dengan lesi verikusa yang berbentuk mirip kutil di mana lesi ini dapat pudar dan kemudian muncul kembali selama bertahun-tahun kemudian disertai dengan hiperpigmentasi di sekitar kulit yang terpengaruh.
  • Tahap III, yakni ketika kondisi sindrom Bloch-Sulzberger timbul di usia bayi 6-12 bulan dan ditandai dengan hiperpigmentasi atau kulit yang menggelap dengan lesi atau bercak mirip dengan bentuk marmer.
  • Tahap IV, yakni ketika kondisi sindrom Bloch-Sulzberger timbul saat usia anak kemungkinan menginjak remaja hingga usia dewasa. Kondisi ini ditandai dengan hipopigmentasi atau bercak lesi yang berwarna lebih pucat ditambah dengan tidak tumbuhnya rambut. Pada saat lahir, justru gejala tidak semenonjol tahap I, II dan III.
Tinjauan
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes genetik molekular dan biopsi kulit adalah serangkaian metode pemeriksaan yang umumnya dokter terapkan untuk memastikan kondisi sindrom Bloch-Sulzberger pada pasien. Diagnosa dilakukan berdasarkan kriteria utama dan minor untuk menentukan apakah pasien mengalami sindrom Bloch-Sulzberger dan bukan penyakit genetik lainnya.

Pengobatan Sindrom Bloch-Sulzberger

Sindrom Bloch-Sulzberger pada dasarnya tidak memerlukan penanganan khusus karena kelainan pada kulit biasanya akan memudar dan hilang sendirinya saat anak beranjak remaja hingga dewasa [1,2].

Hanya saja, terdapat risiko lesi tahap I dan II sindrom Bloch-Sulzberger timbul secara berulang hingga usia dewasa [2].

Meski demikian, tetap terdapat beberapa kondisi penderita yang memerlukan penanganan medis seperti berikut [1,2,3] :

  • Obat antikejang untuk pasien yang mengalami kejang otot atau bahkan paralisis.
  • Terapi target dan terapi edukasi khusus untuk anak yang mengalami keterlambatan perkembangan karena sindrom Bloch-Sulzberger.
  • Penanganan untuk masalah rambut seperti kebotakan memerlukan bantuan seorang dokter spesialis kulit.
  • Fotokoagulasi laser dan krioterapi untuk pasien dengan neovaskularisasi retina dan berpotensi mengalami ablasi retina.
  • Implan gigi untuk kelainan dan masalah pada gigi (hal ini perlu dilakukan oleh dokter gigi); namun bila kelainan gigi berdampak pada gangguan bicara dan mengunyah, ahli nutrisi anak dan ahli patologi bicara dapat diandalkan.
  • Konseling dan tes genetik dapat dilakukan oleh penderita sindrom Bloch-Sulzberger dan keluarga pasien jika memang diperlukan.
Tinjauan
Sindrom Bloch-Sulzberger pada dasarnya tidak membutuhkan penanganan apapun, namun pada beberapa kasus sindrom Bloch-Sulzberger dokter memberikan obat dan terapi sesuai dengan gejala yang dialami pasien.

Komplikasi Sindrom Bloch-Sulzberger

Meski gejala sindrom Bloch-Sulzberger dapat dikendalikan oleh beberapa penanganan yang dokter berikan, beberapa kasus sindrom ini mampu menimbulkan sejumlah komplikasi.

Komplikasi neurologis paling serius dan patut diwaspadai adalah stroke bawaan yang walaupun jarang terjadi, hal ini dapat mengakibatkan anak mengalami kejang [2,3,4].

Sementara itu, risiko komplikasi sindrom Bloch-Sulzberger lainnya meliputi kelemahan otot atau paralisis (di satu atau kedua sisi tubuh), gangguan intelektual, hingga perkembangan motorik yang lamban [2].

Tinjauan
Komplikasi neurologis seperti stroke bawaan dan kejang serta kelemahan otot, gangguan intelektual hingga perkembangan motorik yang terlambat menjadi risiko komplikasi sindrom Bloch-Sulzberger yang perlu diwaspadai.

Pencegahan Sindrom Bloch-Sulzberger

Belum diketahui cara mencegah agar sindrom Bloch-Sulzberger sama sekali tidak terjadi.

Namun agar lesi tidak mengalami infeksi, maka pemantauan oleh dokter perlu dilakukan terhadap perkembangan kondisi ini [6].

Pemantauan kondisi dapat juga dilakukan oleh dokter gigi dan dokter mata, terutama pada anak usia dini [6].

Tinjauan
Belum ada langkah pencegahan untuk sindrom Bloch-Sulzberger, namun pemantauan kondisi oleh dokter sangat dianjurkan agar meminimalisir risiko infeksi pada lesi.

1. Gabriela Franco Marques, Claudio Sampieri Tonello, & Juliana Martins Prazeres Sousa. Incontinentia pigmenti or Bloch-Sulzberger syndrome: a rare X-linked genodermatosis. Anais Brasileiros de Dermatologia; 2014.
2. National Organization for Rare Disorders (NORD). Incontinentia Pigmenti. National Organization for Rare Disorders (NORD); 2021.
3. Angela E Scheuerle, MD, FAAP, FACMG & Matilde Valeria Ursini, PhD. Incontinentia Pigmenti. Gene Reviews; 2017.
4. Cláudia Schermann Poziomczyk, Júlia Kanaan Recuero, Luana Bringhenti, Fernanda Diffini Santa Maria, Carolina Wiltgen Campos, Giovanni Marcos Travi, André Moraes Freitas, Marcia Angelica Peter Maahs, Paulo Ricardo Gazzola Zen, Marilu Fiegenbaum, Sheila Tamanini de Almeida, Renan Rangel Bonamigo, & Ana Elisa Kiszewski Bau. Incontinentia pigmenti. Anais Brasileiros de Dermatologia; 2014.
5. Francesca Fusco, Alessandra Pescatore, Julie Steffann, Ghislaine Royer, Jean-Paul Bonnefont, & Matilde Valeria Ursini. Clinical Utility Gene Card for: incontinentia pigmenti. European Journal of Human Genetics; 2013.
6. Vanessa Ngan & Dr Lydia Chan. Incontinentia pigmenti. DermNet NZ; 2016.

Share